Follow Us @literasi_smkn23jkt

Jumat, 13 Mei 2016



“PENGGUSURAN LAHAN”
Disusun oleh : Lailatul Jannah



 






 PERNYATAAN UMUM
Penggusuran merupakan pengusiran paksa baik secara langsung ataupun tidak langsung yang dilakukan pemerintah setempat terhadap penduduk yang menggunakan sumber daya lahan untuk keperluan hunian maupun usaha. Penggusuran tersebut kerap terjadi di wilayah urban, dengan dalih karena keterbatasan dan mahalnya lahan, sedangkan di wilayah rural penggusuran biasanya terjadi atas nama pembangunan proyek prasarana besar seperti bendungan dan lainnya.
Berikut pola-pola penggusuran paksa yang kerap terjadi, antara lain :
1.    Kekerasan dan penggunaan kelompok urban dan organisasi kepemudaan oleh pemerintah. Dalam hal ini warga biasanya akan bertahan bilamana terjadi penggusuran, bentrok fisik antara pihak penggusur dan warga seringkali terjadi dan mengakibatkan korban fisik dan jiwa. Oleh karena seringnya aparat-aparat seperti trantib, polisi dan militer biasanya dibantu oleh kelompok-kelompok preman, maka memaksa warga yang bertahan untuk terlibat dalam kekerasan.
2.    Penggusuran dan kriminalisasi. Dalam hal ini penggusuran dapat menyebabkan kriminalisasi, salah satu contoh dalam hal terjadi penggusuran, setelah dilakukan penggusuran maka akan dilakukan pemagaran terhadap lokasi yang ditertibkan. Dan warga merespon dengan dara merusak pagar yang kemudian dilanjutkan dengan kriminaslisasi.
URUTAN SEBAB-AKIBAT
Penggusuran disebabkan berbagai macam faktor yaitu:

1.    Tingkat Urbanisasi Yang Meningkat
Tingginya tingkat urbanisasi juga meningkatakan meningkatnya jumlah penduduk dan investasi modal ke dalam kotameningkatnya jumlah penduduk dan investasi modal ke dalam kota. Pertumbuhantersebut membutuhkan ruang lahan untuk perkembangannya, sehingga permukimaninformal tidak lagi dapat ditoleransi keberadaannya karena lahan yang mereka gunakan dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan tersebut.
Proyek infrastruktur skala besar:
Mayoritas kota di Asia berlomba-lomba untuk menjadi tuan rumah dari kegiatan investasi modal. Untuk menarik para investor,dibutuhkan infrastruktur kota yang lengkap, termasuk adanya jalur transportasi kilat, selokan, ketersediaan air, jaringan listrik dan sistem angkutan masal. Sebetulnya kebutuhan kota akan infrastruktur tersebut diatas dapat dipahami, akan tetapi seringkalidi dalam perencanaan dan pelaksanaannya, proyek-proyek tersebut menggusur kaum miskin dalam skala besar dan dalam jumlah yang terus meningkat.

2.    Kekuatan pasar:
Di kota, kekuatan pasarlah yang menentukan pemanfaatanlahannya. Pemerintah pun mulai mengadopsi pola pikir seperti ini dan akhirnyasemakin banyak tanah milik negara yang digunakan untuk menjaring keuntungan,dan bukan untuk kepentingan sosial. Akibatnya, kaum miskin tergusur karena tanahtersebut digunakan untuk membangun pertokoan atau malatau kondominium. Dimasa lalu, penggusuran terjadi dalam pola yang tidak beraturan, akan tetapi akhir-akhir ini, dengan meningkatnya spekulasi pertanahan dan terbentuknya jaringan kegiatanekonomi skala internasional, frekuensi dan skala penggusuran terus meningkat.

3.    Upaya “mempercantik” kota:
Untukmenarik perhatian investor, kota berusaha menata wajah kotanya agar sesuai dengan standar ‘kelas tingkat dunia’. Keberadaan permukiman kumuh dan informal – sertakaum miskin – bertentangan dengan kesanyang ingin ditampilkan.Sehingga, usahauntuk mempercantik kota seringkali menjadi penyebab penggusuran.
Peraturan yang tidak efektif:
Peraturan dan prosedur yang melindungi masyarakat dari penggusuran ataupun memberikan jaminan kepemilikan lahan sulitditemukandi kota-kotaAsia.Apabila adapun, mudah dipatahkankarenaadanyapermainan kekuatan yang tidak seimbang antara kaum miskin dengan pemerintahdan pengembang. Ada juga institusi yang menentang penggusuran paksa dan memilikipanduan pemukiman kembali yang sangat baik bagi proyek-proyek yang berdampakpenggusuran. Akan tetapi, panduan tersebut seringkali terlupakan di lapangan.
Berikut beberapa akibat dari penggusuran :
1.         Penggusuran sebagai akibat konflik bersenjata. Operasi keamanan yang dilakukan pemerintah Indonesia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menyebabakan lebih dari 100.000 orang kehilangan tempat tinggal. Sejak pertengahan tahun 2000, 5.200  warga sipil dihancurkan dan 3.500 rumah lainnya dibakar dalam konflik bersenjata. Pada bulan Juli 2003, operasi militer di Papua menyebabkan seribu pendududk kehilangan  tempat tinggal, serta rusaknya rumah dan hasil  pertanian  mereka. Sementara di Timor Timur Pemerintah Indonesia menolak bertanggungjawab atas kerusakan 50% perumahan dan membayar ganti rugi kepada para korban kekerasan di negara baru itu yang terjadi pada 1999.
2.         Pengusuran sebagai akibat konflik sumber daya alam. Pada 29 November hingga 4 Desember 2005 aparat kepolisian setempat menggusur secara paksa  penduduk di desa Kontu, Kab. Muna, Sulawesi Tenggara. Tindakan ini menyebabkan 150 rumah terbakar dan dihancurkan, 25 warga terluka, serta ratusan warga (termasuk perempuan dan anak-anak) terpaksa hidup di gedung pertemuan desa. Penggusuran dan penangkapan warga sudah dilakukan oleh Pemkab Muna sejak akhir Desember 2002. Masyarakat dituduh telah mendududki lahan yang tidak sah, yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan lindung. Padahal masyarakat telah menetap di kawasan tersebut lama  sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai hutan lindung. Lahan tersebut bahkan telah lama dikelola dan ditanami tanaman jati oleh masyarakat
Solusi untuk masalah ini pemerintah memberi beberapa pilihan yaitu diantaranya :
1.    Uang ganti rugi
Yaitu pemberian uang atas rumah yang di gususr.

2.    Pemindahan warga ke rusun .
Warga akan dipindahkan ke rusun yang sudah disiapkan oleh pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar