Follow Us @literasi_smkn23jkt

Kamis, 01 Desember 2016

Buya Hamka : Sosok Ulama Rubrik dari Hati ke Hati


Disusun oleh : Yasinta Alviani



  1. H. Abdul Malik Amrullah lahir pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat. Ia anak dari Syekh Abdul Karim Amrullah, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) yang dikenal sebagai Haji Rasul. Nama Hamka merupakan julukan yang sangat dikenal di Indonesia, sementara sebutan Buya baru kemudian diberikan oleh masyarakat Minangkabau yang berarti ayahku atau seorang yang dihormati pada nama itu. Pada 5 April 1929, Hamka secara resmi sah menjadi pasangan suami istri dengan Siti Raham. Dari pernikahan itu ia dikaruniai 7 orang anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Tahun 1972 Siti Raham meninggal dunia. Setelah selang setahun Hamka menikah lagi dengan Hj. Siti Khadijah.
  2. Masa kecil Hamka dipenuhi gejolak batin karena saat berusia 12 tahun, Hamka menyaksikan perceraian orangtuannya. Keluarga ayahnya adalah penganut agama yang taat. Sedangkan keluarga ibunya lebih terbuka kepada adat. Pandangan ayah Hamka yang berbenturan dengan tradisi adat dan amalan tarekat yang mengakibatkan penceraian kedua orang tuannya. Permasalahan keluarga membuat Malik sering berpergian jauh seorang diri. Hamka meninggalkan kelasnya di Diniyah dan Thawalib, menempuh perjalanan ke Maninjau mengunjungi ibunya. Namun, Hamka merasa tidak mendapat perhatian sejak ibunya telah menikah lagi dengan seorang saudagar Aceh. Hamka didera kebingungan untuk memilih tinggal dengan ibunya atau ayahnya. "Pergi ke rumah ayah bertemu ibu tiri, ke rumah ibu, ada ayah tiri.". Sembari Mengobati hatinya, Hamka mencari pergaulan dengan anak-anak muda Maninjau. Hamka turut belajar silat dan randai, tetapi yang disenanginya adalah mendengar kaba (Kisah-kisah yang dinyanyikan bersama alat-alat musik tradisional Minangkabau).
  3. Di antara keluarga ibunya, Hamka dekat dengan aduang atau neneknya yang bergelar Bagindo Nan Batuah (Seorang guru tari dan pecak silat). Ketika kedua orang tuanya pindah ke padang, Malik yang berusia empat tahun tinggal bersama anduang dan dua adiknya. Dari anduangnya, Hamka kecil sering mendengarkan pantun-pantun yang merekam keindahan alam Minangkabau.
  4. Pada umur tujuh tahun, Hamka pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar Maninjau hanya sampai kelas dua. Lokasi Sekolah Dasar yang menempati bekas tangsi militer di Guguk Malintang telah mempengaruhi pergaulan Hamka. Hamka membawa tingkah laku nakal karena sering melihat perkelahian antar sekolah. Ketika usia 10 tahun, Hamka sekolah di Madrasah Diniyah School yang mengajarkan bahasa Arab. Pada 1918, ayahnya membawa Hamka pulang ke Sungai Batang. Sejak itu, Hamka di sekolahkan di Thawalib sehingga, Hamka tidak dapat lagi mengikuti pelajaran di Sekolah Dasar. Hamka belajar di Madrasah Diniyah School setiap pagi, sementara sorenya belajar di Thawalib dan malamnya mengaji di surau. Pada usia 16 tahun, Hamka merantau ke Jawa untuk menimba ilmu tentang gerakan Islam modern kepada HOS Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, Rm Soerjopranoto, dan KH Fakhrudin. Saat itu, Hamka mengikuti berbagai diskusi dan training pergerakan Islam di Abdi Dharmo Pakualam, Yogyakarta.
  5. Hamka sering menempuh perjalanan jauh sendirian, berkelana ke sejumlah tempat di Minangkabau. Ayahnya memberikan julukan "Si Bujang Jauh" karena Hamka selalu meninggalkan ayahnya di Padang Panjang.  Dalam usia baru menginjak 15 tahun, Hamka telah berniat pergi ke pulau Jawa. Hamka melarikan diri dari rumah, tanpa diketahui ayahnya. Hamka hanya pamit kepada anduangnya di Maninjau. Dari Maninjau, Hamka memulai perjalanan melalui darat. Namun dalam perjalanannya, Hamka didera penyakit beruntut. Hamka ditimpa penyakit malaria saat sampai di Bengkulu. Dalam kondisi sakit dan tubuhnya mulai diserang cacar, Hamka meneruskan perjalanan ke Napal Putih untuk bertemu kerabatnya. Setelah dua bulan meringkuk menunggu kesehatannya pulih, kerabatnya memulangkan Hamka ke Maninjau. Bekas luka cacar menyisakan bopeng di sekujur tubuhnya membuat Hamka remaja minder dan dicemooh teman-temannya.
  6. Dari kakak iparnya, Hamka mendapatkan kesempatan mengikuti berbagai pertemuan Muhammadiyah. Hamka aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bid’ah, tarekat dan ilmu kebatinan yang menyesatkan di Padang Panjang. Pada tahun 1928 Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian Hamka menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian Hamka terpilih menjadi ketua Majelis Pimpinan Muhamadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S. Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiyah.
  7. Kemudian Hamka kembali memulai perjalanannya ke Jawa. Dalam perhentian pertama di Yogyakarta, Hamka menemui pamannya Jafar Amrullah. Saat itu pula, Hamka diperkenalkan dengan Sarekat Islam oleh pamannya. Hamka bergabung menjadi anggota pada tahun 1925 dan mengikuti kursus-kursus yang diadakan oleh Sarekat Islam. Hamka membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidatonya. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi barisan Pertahanan Nasional Indonesia. Hamka masuk Konstituante pada tahun 1955, melalui Partai Masyumi. Hamka menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum. Dalam pidatonya di Konstituante, Hamka menyarankan agar sila pertama Pancasila dimasukkan kalimat tentang kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya sesuai yang tercantum dalam Piagam Jakarta. Namun, pemikiran Hamka ditentang keras oleh sebagian besar anggota Konstituante, termasuk Soekarno. Perjalanan politiknya berakhir ketika Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden Soekarno pada 1959. Kemudian Masyumi diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960.
  8. Pada tahun 1964-1966, Hamka dipenjara oleh Presiden Soekarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjara, beliau mulai menulis Tafsir Al- Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia. Idealisme Hamka kembali diuji ketika tahun 1980, Menteri Agama Alamsyah Ratuprawiranegra meminta MUI mencabut fatwa yang melarang perayaan Natal bersama. Sebagai Ketua MUI, Hamka langsung menolak keinginan itu. Sikap keras Hamka kemudian ditanggapi Alamsyah dengan rencana pengunduran diri dari jabatannya. Mendengar niat itu, Hamka lantas memutuskan mundur sebagai ketua MUI.
  9. Selain aktif dalam bidang keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa berita. Pada tahun 1928, Hamka menjadi editor majalah dan bahkan pada tahun 1932, Hamka menerbitkan majalah. Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir Al-Azhar (5 jilid) dan Tafsir Al-Qur’an 30 juz. Karyanya dalam bidang politik meliputi Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret.
  10. Pada 1950, Hamka mendapat kesempatan untuk berpergian mengunjungi berbagai negara Arab. Sepulang dari mengunjungi negara Arab, Hamka menulis beberapa roman (Karangan prosa), seperti Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Dalam Lembah Kehidupan merupakan roman yang mendapat perhatian umum dan menjadi karya sastra di Malaysia, bahkan di Singapura. Setelah itu, Hamka menulis majalah baru Panji Masyarakat yang sempat terkenal karena menerbitkan tulisan Bung Hatta yang berjudul Demokrasi Kita. Hamka menyatakan ada empat syarat untuk menjadi pengarang. Pertama, memiliki daya khayal atau imajinasi; kedua, memiliki kekuatan ingatan; ketiga, memiliki kekuatan hafalan; dan keempat, memiliki kesanggupan mencurahkan tiga hal tersebut menjadi sebuah tulisan.
  11. Setelah peristiwa 1965 dan berdirinya pemerintahan Orde Baru, Hamka secara total berperan sebagai ulama. Hamka meninggalkan dunia politik dan sastra. Tulisan-tulisannya di Panji Masyarakat sudah merefleksikannya sebagai seorang ulama, dan ini bisa dibaca pada rubrik dari Hati ke Hati yang sangat bagus penuturannya, bahkan keulamaan Hamka lebih menonjol lagi ketika Hamka menjadi ketua MUI pertama pada tahun 1975. Hamka tidak pernah berkata-kata kasar, Hamka lebih suka memilih menulis cerpen dalam menyampaikan pesan-pesan moral islam. Ada satu yang sangat menarik dari Hamka, yaitu keteguhan memegang prinsip yang diyakini. Inilah yang membuat semua orang menyeganinya. Sikap independennya itu sungguh bukan hal yang baru bagi Hamka.
  12. Pada zaman pemerintahan Soekarno, Hamka berani mengeluarkan fatwa haram menikah lagi bagi Presiden Soekarno, yakni fatwa yang bersisi penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan RUU Perkawinan tahun 1973, dan mengecam kebijakan diperbolehkannya merayakan Natal bersama umat Nasrani. Otomatis fatwa itu membuat sang Presiden sangat marah. Tidak hanya berhenti disitu saja, Hamka juga terus-terusan mengkritik kedekatan pemerintah dengan PKI waktu itu. Maka, wajar saja kalau akhirnya Hamka dijebloskan ke penjara oleh Soekarno. Bahkan majalah yang dibentuknya “Panji Masyarakat” pernah dibredel Soekarno karena menerbitkan tulisan Bung Hatta yang berjudul “Demokrasi Kita” yang terkenal itu. Tulisan itu berisi kritikan tajam terhadap konsep demokrasi terpimpin yang dijalankan Bung Karno.
  13. Setelah mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI, kesehatannya menurun. Atas anjuran dokter Karnen Bratawijaya, dokter keluarga itu, ia diopname di Rumah Sakit Pusat Pertamina pada 18 Juli 1981, yang bertepatan dengan awal Ramadan.
  14. Pada hari keenam dirawat, ia sempat menunaikan salat dhuha dengan bantuan putrinya, Azizah, untuk bertayamum. Siangnya, beberapa dokter datang memeriksa kondisinya, dan kemudian menyatakan bahwa ia berada dalam keadaan koma. Kondisi tersebut tetap berlangsung sampai malam harinya. Tim dokter menyatakan bahwa ginjal, paru-paru dan saraf sentralnya sudah tidak berfungsi lagi, bahkan kondisinya hanya bisa dipertahankan dengan alat pacu jantung. Keesokan harinya Pada pukul 10:00, anak-anaknya sepakat untuk mencabut alat pacu jantung dan Hamka menghembuskan napas terakhirnya tidak lama setelah itu.
  15. Hamka meninggal dunia pada hari Jum'at, 24 Juli 1981 pukul 10:37 menit dalam usia 73 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumahnya Jalan Raden Fatah III. Antara pelayat yang hadir untuk memberi penghormatan terakhir dihadiri Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Adam Malik, Menteri Negara Lingkungan Hidup Emil Salim serta Menteri Perhubungan Azwar Anas yang menjadi imam salat jenazahnya. Jenazahnya dibawa ke Masjid Agung dan disalatkan lagi. Kemudian dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, dipimpin Menteri Agama Alamsyah Ratoe Perwiranegara.
  16. Tokoh Buya Hamka sangat layak untuk dijadikan idola dan teladan karena beliau sosok ulama, sastrawan dan juga politikus yang selalu berjuang untuk menegakkan kebenaran, bahkan selalu berusaha menyebarkan agama islam, sehingga beliau disegani oleh semua orang. Sikapnya yang konsisten terhadap agama serta keteguhan beliau dalam memegang prinsip keyakinan, yang menjadikan beliau dikenang hingga saat ini.





Referensi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar