Follow Us @literasi_smkn23jkt

Rabu, 18 November 2015

Ismail Marzuki – Sang Maestro Musik Legendaris

Disusun oleh : Finka Erianty
unduhan (5).jpg
1.   Beliau lahir di Kwitang, pada 11 Mei 1914. Ia biasa dikenal dengan panggilan Maing, ia salah satu sang maestro musik legendaris di Indonesia. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya. Pak Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan islam.

2.  Maing disekolahkan ayahnya di sebuah sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng. Nama panggilannya di sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian ayahnya merasa khawatir kalau nantinya bersifat kebelanda-belandaan. Kemudian ia dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang. Setelah lulus, Maing masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri.

3.    Setelah tamat MULO, Maing bekerja di Socony Service Station sebagai kasir dengan gaji 30 gulden sebulan, sehingga dia sanggup menabung untuk membeli biola. Namun, pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya, sehingga ia pindah pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai penjual piringan hitam produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk Jakarta.


4.    Selama bekerja sebagai penjual piringan hitam, Maing banyak berkenalan dengan artis pentas, film, musik, dan penyanyi, di antaranya Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah. Pada 1936, Maing memasuki perkumpulan orkes musik Lief Jawa sebagai pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa.

5.    Tahun 1934, Belanda membentuk Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappi dan orkes musik Lief Java mendapat kesempatan untuk mengisi acara siaran musik. Tapi maing mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu barat, kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri. Lagu ciptaannya kemudian direkam ke dalam piringan hitam di Singapura. Orkes musiknya punya sebuah lagu pembukaan yang mereka namakan Sweet Jaya Iskandar. Lagu tersebut tanpa pemberitahuan maupun basa-basi dijadikan lagu pembukaan siaran radio NIROM, sehingga grup musik Maing mengajukan protes, namun protes mereka tidak digubris oleh direktur NIROM.

6.    Pada periode tahun 1936-1937, Maing mulai mempelajari berbagai jenis lagu tradisional dan lagu barat. Ini terlibat pada beberapa ciptaannya dalam periode tersebut. Kemudian lagu ciptaannya “Bunga Mawar dari mayangan” dan “Duduk Termenung” dijadikan tema lagu untuk film “Terang Bulan”. Awal Perang Dunia II tahun 1940 mulai mempengaruhi kehidupan di Hindia-Belanda. Radio NIROM mulai membatasi acara siaran musiknya, sehingga beberapa orang Indonesia di Betawi mulai membuat radio sendiri dengan nama Vereneging Oostersche Radio Omroep berlokasi di Kramat Raya.

7.    Tiap malam minggu orkes Lief Java mengadakan siaran khusus dengan penyanyi antara lain Annie Landouw. Karena Maing sangat gemar memainkan berbagai jenis alat musik, suatu waktu dia diberi hadiah sebuah saksofon oleh kawannya yang ternyata menderita penyakit paru-paru. Setelah doketer menjelaskan pada Maing, lalu alat tiup tersebut dimusnahkan. Tapi, mulai saat itu pula penyakit paru-paru mengganggu Maing.

8.    Ketika Maing membentuk organisasi Perikatan radio Ketimuran (PRK), pihak Belanda memintanya untuk memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung. Sebuah lagu ciptaannya berbahasa Belanda tapi memiliki intonasi Timur yakni lagu “Als de orchideen bloeien”. Lagu ini kemudian direkam oleh perusahaan piringan hitam His Master Voice (HMV). Kelak lagu ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Bila Anggrek Mulai Berbunga”.

9.    Tahun 1940, Maing menikah dengan penyanyi kroncong Bulis binti Empi. Lalu, pada Maret 1942, saat jepang menduduki seluruh Indonesia, Radio NIROM dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti nama Kireina Jawa. Saat itu Maing mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu perjuangan antara lain “Indonesia Tanah Pusaka”.

10. Setelah Perang Dunia II, ciptaan Maing terus mengalir, antara lain “Jauh di Mata di Hati Jangan” (1947) dan “Halo-halo Bandung” (1948). Ketika itu Maing dan istrinya pindah ke Bandung, dan ketika berada di Bandung selatan, ayah Maing di Jakarta Meninggal. Lalu ia pergi ke Jakarta, saat itu ayahnya sudah beberapa hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makan ayahnya dan telah lalu, mengilhaminya untuk menciptakan lagu “Gugur Bunga”.

11. Lagu-lagu ciptaan lainnya mengenai masa perjuangan yang bergaya romantic tanpa mengurangi nilai-nilai semangat perjuangan. Lagu hiburan popular yang kental bernafaskan cinta pun sampai-sampai diberi suasana kisah perjuangan kemerdekaan.

12. Sampai pada lagu ciptaan yang ke 100-an, Maing masih merasa puas dan belum bahagia. Malah, lagu ciptaanya yang ke-103 tidak sempat diberi judul dan syair, hingga Maing alias Ismail Marzuki komponis besar Indonesia itu meutup mata selamanya pada 25 Mei 1958.

daftar pustaka :

http://id.wikipedia.org/wiki/Ismail_Marzuki diakses pada : Senin, 16 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar