Follow Us @literasi_smkn23jkt

Senin, 23 November 2015

Asma Nadia - Muslimah Penyumbang Bacaan

Disusun oleh: Sandra


  1. Asmarani Rosalba atau lebih dikenal sebagai Asma Nadia lahir di Jakarta pada 26 Maret 1972. Asma Nadia merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Amin Usman yang berasal dari Aceh dan Maria Eri Susanti yang merupakan mualaf keturunan Tionghoa dari Medan. Ia memiliki seorang kakak bernama Helvy Tiana Rosa, dan adik bernama Aeron Tomino. Ketiganya menekuni minat mereka sebagai penulis. Kemampuan Asma Nadia untuk menulis cerpen dan novel diturunkan dari ayahnya yang juga adalah seorang pencipta lagu.
  2. Masa kecil Asma Nadia yang ia habiskan untuk terus membaca membuat dirinya tertarik untuk masuk ke dalam dunia tulis. Namun pada saat ia berada di jenjang Sekolah Dasar, ia pernah membaca novel-novel menyeramkan dan terbawa sampai ia akhirnya mimpi buruk. Ia terbangun dan langsung mengambil bantalnya tetapi kepalanya juga terbentur sangat keras dan Asma Nadia mengalami gegar otak pada saat itu. Meski demikian hal ini tidak membuat Asma Nadia akhirnya menjadi anak yang bodoh malah sebaliknya ia terus mendapat peringkat juara umum di sekolahnya. Pusing yang sering ia rasakan akibat gegar otak tidak menahannya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah. Masa kecilnya yang ia habiskan di rumah kontrakan di pinggir rel kereta, tidak menyurutkan keinginannya untuk mengikuti jejak kakaknya sebagai penulis handal.
  3. Saat kelas 3 SMP Asma Nadia merasa perlu memiliki misi dalam menulis. Jadi tidak hanya menulis cerita asal tanpa maksud. Asma Nadia lalu menjalani pendidikan di SMA 1 Budi Utomo Jakarta dan melanjutkan kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Namun ia tidak menyelesaikan kuliahnya, ia harus beristirahat karena penyakit yang dideritanya. Ketika kesehatannya menurun pun ia masih tetap bersemangat menulis. Selain itu, semangatnya juga timbul dari dukungan dan dorongan yang diberikan keluarga dan orang yang menyayanginya untuk tetap menulis. Pada saat ia bekerja sebagai wartawan di televisi NHK Jepang dan mulai mengenakan jilbab tulisannya menjadi lebih  terarah. Misinya adalah menceritakan bahwa Islam itu universal.
  4. Awalnya Asma Nadia mengaku tidak percaya diri atas karya yang telah dibuatnya, namun Helvy-lah yang menyemangatinya dengan mengatakan bahwa pengarang wanita jumlahnya masih sedikit. Apalagi yang peduli pada remaja dan memiliki misi. Hal inilah yang mendorong Asma Nadia untuk keluar dari jerat ketidakpercayaan dirinya. Setelah itu Asma Nadia menjadi lebih produktif dalam menulis karya-karya yang sekarang banyak diangkat menjadi film layar lebar.
  5. Diakui oleh Asma bahwa ia tidak merasa bersaing dengan kakaknya malah saling mendukung karena memang bidikan mereka berbeda. Asma lebih suka menulis cerita bertema dunia remaja sedangkan Helvy lebih suka menulis tentang pasar-pasar orang dewasa dan hal-hal yang serius. Bahkan Helvy lah yang memberikan Asma Nadia sebuah nama pena yang sekarang karyanya banyak menghiasi rak-rak buku diseluruh Indonesia. Alasannya karena nama aslinya, Asmarani Rosalba susah untuk diingat. Nama pena Asma Nadia bila diartikan adalah nama yang menyeru.
  6. Pada tahun 2009 dalam perjalanannya keliling Eropa setelah mendapatkan undangan writers in residence dari Le Chateau de Lavigny (Agustus-September 2009), ia sempat diundang untuk memberikan seminar dan wawancara kepenulisan di PTRI Jenewa Masjid Al Falah Berlin (bekerja sama dengan FLP dan KBRI di sana), KBRI Roma, Manchester (dalam acara KIBAR Gathering), dan Newcastle.
  7. Selain menjadi penulis yang handal, ia juga mendirikan Asma Nadia Publishing House pada 2009 dan menjadi direktur di Yayasan Prakasa Insan Mandiri (PRIMA). Ia pernah menjadi salah satu dari 35 penulis dari 31 negara yang diundang untuk menjadi penulis tamu dalam Iowa International Writing Program. Untuk memenuhi undangan membaca cerpen yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris, karyanya terpilih untuk ditampilkan dalam adaptasi ke pentas teater di Iowa, selain berkolaborasi dengan aktor tuna rungu Amerika Serikat dalam pementasan di State Department, Washington DC. Ia adalah pemimpin Forum Lingkar Pena, sebuah forum kepenulisan bagi penulis muda yang anggotanya hampir ada di seluruh Indonesia. Serta sering menjadi pembicara atau pengisi materi dalam seminar tentang penulisan dan feminisme di dalam atau luar negeri, maupun menjadi pembawa acara di beberapa acara bernuansa keislaman.
  8. Asma Nadia dikenal sebagai penulis yang produktif. Namanya juga masuk dalam jejeran penulis best seller wanita di Indonesia. Hingga saat ini Asma Nadia telah menulis lebih dari 40 buku, yang diterbitkan dengan lebih dari 1 juta salinan yang didistribusikan secara nasional, baik yang ia tulis sendiri maupun bersama penulis lain. Bukunya banyak diterbitkan oleh Penerbit Mizan, diantaranya “Derai Sunyi”. Naskah drama dua bahasa “Preh - A Waiting” diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta, “Cinta Tak Pernah Menari” yang meraih Pena Award, dan “Rembulan di Mata Ibu”. Ia juga menyusun puluhan antologi dan lirik lagu.
  9. Karya-karyanya antara lain; ”Assalamualaikum, Beijing!”, “Salon Kepribadian”, “101 Dating”, “Catatan Hati Seorang Istri”, “Jendela Rara”, “Jilbab Traveler”, “Jangan Jadi Muslimah Nyebelin!”, “Emak Ingin Naik Haji”, dan lain-lain. Beberapa bukunya yang telah diadaptasi menjadi film adalah “Emak Ingin Naik Haji”, “Rumah Tanpa Jendela” dan “Assalamualaikum Beijing”. Royalti dari buku “Emak Ingin Naik Haji” digunakannya untuk mengembangkan RumahBaca AsmaNadia, sebuah perpustakaan dan tempat mengasah kreativitas bagi anak dan remaja yang kurang mampu. Saat ini ada 140 perpustakaan yang dikelola bersama relawan.
  10. Asma pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei, bengkel kerja kepenulisan novel yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA). Dari hasil kepenulisan MASTERA ia menghasilkan novel berjudul “Derai Sunyi”. Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia pernah diundang untuk mengisi acara bengkel kerja kepenulisan yang diadakan ICMI, orsat Kairo. Ia juga memberikan workshop kepenulisan kepada pelajar Indonesia di Mesir, Swiss, Inggris, Jerman, Roma, Hongkong, dan Malaysia.
  11. Asma Nadia kerap memanfaatkan kemajuan teknologi dalam upayanya menyemangati kaum perempuan untuk membaca melalui milisnyapembacaasmanadia@yahoogroups.com. Berawal dari milisnya tersebut lahirlah klub buku AsmaNadia di berbagai kota, sebagai kegiatan alternatif dimana setiap bulan anggotanya akan berkumpul dan berdiskusi tentang buku yang telah mereka baca.
  12. Asma Nadia menikah dengan Isa Alamsyah yang juga adalah seorang penulis. Dari pernikahannya tersebut ia sekarang sudah mempunyai 2 orang anak yang bernama Eva Maria Putri Salsabila dan Adam Putra. Mereka diurus oleh seorang pengasuh dan Asma mengajarkan anak-anak mereka untuk tidak mengganggap pengasuhnya sebagai pembantu. Anak mereka juga berminat menekuni karirnya sebagai penulis. Ia juga menggemari seni fotografi, dan telah menjelajah 59 negara dan 270 kota di dunia. Kini, berbagai obsesi menggantung di pikiran Asma. Ia berharap suatu saat nanti ia memiliki sebuah rumah singgah untuk anak-anak terlantar dan ia juga ingin membangun sekolah.
  13. Asma Nadia memiliki sifat ulet dan giat yang sangat luar biasa. Dari seorang anak yang sebenarnya memiliki kekurangan namun ia tetap bisa menjalani hobi dan kemampuannya dengan sangat baik. Sosok penulis muslimah yang tidak sombong walau sudah dikenal banyak orang. Dan seorang penulis yang memiliki misi yang jelas serta mau membantu kaum-kaum yang kurang berkecukupan. Walaupun memang semua orang yang hidup akan mati, namun setidaknya karya-karya Asma Nadia akan dikenang sehingga orang tidak akan cepat lupa pada dirinya.

“Hidup adalah proses terus menerus memperbaiki diri.”
– Asma Nadia


sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Asma_Nadia diakses pada Senin, 9 November 2015
sumber: http://www.tamanismailmarzuki.co.id/tokoh/asma.html diakses pada Senin, 9 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar