Follow Us @literasi_smkn23jkt

Sabtu, 21 November 2015

Saur Marlina Manurung (Butet Manurung) - Pahlawan Suku Rimba

Disusun oleh: Fira Aulia Tanjung

  1.      Saur Marlina Manurung. Lahir, Jakarta, 21 Februari 1972 (usia 43 tahun). Kebangsaannya Indonesia. Nama lainnya Butet Manurung. Ia dikenal karena Perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia. Ini adalah nama Suku Batak Toba; Marga tokoh ini adalah "Manurung".
    2.    Masa kecil Saur Marlina Manurung yang lebih kita kenal sebagai Butet Manuru. Butet kecil tinggal di kota Jakarta. Masa kecilnya sempat ia habiskan di negeri Belanda kurang lebih 4 tahun. Sejak keci, ia diajarkan untuk mencintai alam dan peduli kepada sesama.
    3.  Latar belakang keluarga Butet Manurung. Ia berasal dari keluarga berada, ayahnya bernama Victor manurung.  Ia adalah "anak pingitan", yang kemana-mana ia diantar jemput oleh supir pribadinya.
    4.  Menginjak usia remaja, Butet memilih untuk melanjutkan studi ke kota Kembang, Bandung. Ia menempuh 2 pendidikan yaitu Bahasa Indonesia dan Antropologi. Butet dikenal sebagai gadis pencinta alam Indonesia. Ia sangat mencintai alam, manusia, dan kebudayaan yang ada. Ia lulusan Bahasa Indonesia UNPAD.
    5.   Wajahnya sempat familiar dan menjadi bahan pembicaraan orang, wajahnya pernah terpampang di majalah "Time Asia" (2004). Butet adalah sosok wanita hebat yang bisa masuk dan menjadi tokoh-tokoh yang dibahas di Dunia Internasional, ia seorang wanita yang hebat yang mau masuk ke pendalaman hutan untuk menjadi guru bagi anak-anak primitif yang sebelumnya tak pernah mengenyam bangku sekolah.
    6.   
    Butet tidak mengajar di ruang ber-AC seperti tenaga pendidik lainnya, dengan meja dan kursi yang nyaman lengkap dengan alat tegnologi (sebut komputer atau lep top) yang canggih yang siap dihubungkan dengan koneksi internet. Butet hanya duduk di atas pohon yang sudah tumbang, dengan kesegaran udara alam liar. Butet mengajar dengan hanya berbekal buku sederhana yang mungkin sudah dibuang di kota. Butet juga pernah mengalami penolakan oleh suku Rimba yang akan diajarnya.
    7.    Ia menemukan sistem pelajaran yang telah ia ciptakan yaitu Metode Silabel, yaitu metode pengajaran bahasa Indonesia yang terbagi kedalam 16 ejaan, yaitu pembagian konsonan-vokal berdasarkan bunyi. Bagaikan simbiosis mutualisme, Butet tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada orang-orang rimba namun ia juga mendapat pelajaran bagaimana bertahan hidup di hutan oleh irang rimba.
    8.    Cita-citanya adalah membuat hidupnya dapat bermanfaat bagi orang lain. "Hidup bagi saya, bagaimana hidup saya bisa bermanfaat bagi orang lain dengan hobi kita. Jadi hobi yang bermanfaat bagi orang lain", katanya.
    9.  Butet Manurung banyak menuai penghargaan yang luar biasa. Wanita yang aktif mengelola yayasan SOKOLA, yang didirikan sejak tahun 2003 itu memang pantas menyandang semua penghargaan yang diterimanya. Butet adalah wanita pejuang yang memang benar-benar berusaha mewujudkan impiannya menjalani profesi sebagai guru di hutan pedalaman. Dimana banyak orang yang menganggap dan hanya memandang sebelah mata tentang anak-anak pedalaman yang dianggap bodoh dan tidak berpendidikan.
    10. Tahun 2001 Butet dianugrahi "The Man and Biosphere Award" dari LIPI-UNESCO. Butet  masuk ke dalam jajaran wanita berpengaruh versi majalah Globe Asia edisi Oktober 2007, menempati peringkat 11 dari 99 perempuan paling berpengaruh di Indonesia dengan skor 94,7 di atas Ketua Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia (2011-sekarang) Yenny Wahid yang memiliki skor 94,5. Sementara itu, peringkat pertama dipegang Presiden Republik Indonesia Kelima (2001-2004) Megawati Soekarnoputri dengan skor 98,5.
    11. Pada awal ia memasuki daerah Jambi, Butet merasakan ketidak berdayaan suku pedalaman Jambi yang dikenal dengan sebutan Orang Rimba yang tak bisa baca tulis. Mereka sering kali dimanfaatkan "orang terang". Orang terang adalah sebutan yang diberikan Orang Rimba terhadap seseorang di luar komunitas mereka. Tanah mereka kerap dirampas lewat selembar surat perjanjian. Para perampas itu sering mengatakan pada mereka jika kertas tersebut adalah sebuah penghargaan dari kecamatan. Setelah itu mereka diberi uang yang jumlahnya sangat sedikit. Mereka diminta untuk membubuhkan cap jempol di atas sehelai kertas. Karena buta huruf, mereka turuti saja apa kemauan orang terang, mereka tidak menyadari bahwa itu adalah penipuan.

    12. Pada tujuh bulan pertama ketika berada di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Jambi, dimana Orang Rimba berada, Butet tidak langsung mengajar. Dia harus meriset terlebih dahulu berbagai kehidupan Orang Rimba mulai dari pola pengasuhan anak, hubungan orang tua dengan anak, hubungan antar anak sambil berbaur dengan mereka.
    13.Selain pendidikan dasar, baca, tulis dan hitung, Butet juga menerapkan pula pola pendidikan advance yaitu pengetahuan tentang dunia luar, life skill, dan pengenalan tentang organisasi sehingga bisa menjadi mediator ketika mereka bersinggungan dengan dunia luar. Hal ini bertujuan agar Orang Rimba tak mudah dieksploitasi lagi.
    14.Sokola Rimba (Sekolah Rimba) yang dia bangun bukanlah sebuah sekolah formal yang lazimnya ada di masyarakat, yakni berbentuk sepetak bangunan tembok dan beratap genteng. Sekolah itu hanya berbentuk dangau kecil tak berdinding yang bersifat nomaden. Jadi jika tak dibutuhkan lagi bisa segera ditinggalkan.
    15.   
         Suatu karya yang ia buat dari suka dukanya dalam memberikan pendidikan pada Orang Rimba dalam sebuah buku yang berjudul “The Jungle Book” yang diterbitkan di Indonesia dengan judul Sokola Rimba. Buku tersebut diluncurkan di Wahington DC pada bulan April 2012. Di tahun 2013 ini buku Sokola Rimba juga diangkat menjadi layar lebar yang pernah tayang di bioskop pada tanggal 21 November 2013.
    16.Dengan menerapkan metode pembelajaran beserta bantuan dari orang-orang terdekatnya, Butet membangun organisasi yang bernama Sokola (www.sokola.org) untuk memajukan kehidupan komunitas-komunitas miskin yang tidak terjangkau oleh sekolah formal. Pada saat ini Sokola tersebut telah menjangkau 8 propinsi di Indonesia yaitu di Jambi, Makassar, Flores, Halmahera, Bulukumba, Sekolah Pascabencana (bersama tenaga relawan membangun komunitas yang menjadi korban, melihat dan mengenal persoalan lebih dekat bersama-sama membangun kembali kehidupan), Aceh, Yogyakarta, Klaten, dan Kampung Dukuh dimana keseluruhan muridnya lebih dari 500 anak. Sokola tersebut tidak seperti sekolah-sekolah pada umumnya yang memiliki fasilitas dalam pemberian pelajarannya, Sokola tidak mempunyai tempat permanen, dalam memberikan pelajaran mereka sering sekali berpindah-pindah tempat dari gubuk satu ke gubuk yang lain.
    17.Permasalahan yang pernah dialaminya adalah ketika ia baru singgah ke Jambi Pedalaman (Suku Rimba). Suku Rimba adalah orang-orang primitif yang masih percaya pada adat dan kebudayaan. sehingga suku Rimba sulit untuk menerima pendidikan.
    18.  Butet manurung memiliki sifat jarang sekali dimiliki pada orang umunya. Seseorang yang terlahir dari keluarga berada, tanpa memiliki sifat pamrih.dan ia memiliki suatu pemikiran akan hidup yang bermanfaat bagi orang lain tanpa memikirkan suatu imbalan atau balasan. 
    19.Butet mendedikasikan dirinya dalam hal mengajarkan ilmu kepada orang rimba, Butet menghabiskan waktunya 9 bulan lamanya tinggal di hutan. Tinggal di rumah gubuk ditengah hutan, terlepas dari sarana dan prasarana yang normal layaknya kehidupan di kota adalah suatu keadaan yang sangat berat bagi wanita, namun Butet dapat mengatasinya. Sudah 9 tahun lamanya ia jalani kehidupan di tengah hutan bersama orang-orang rimba, dengan berbekal fasilitas yang minim dan alat baca-tulis-hitung yang sederhana dalam kehidupan sehari-harinya.
    20.Ia dapat menggenggam sejuta prestasi dari kegigihan dan kerja kerasnya. Beribu penghargaan ia raih dari Indonesia sampai Internasional. Ia adalah seorang innovator tulen yang telah memberikan pengabdian total bagi anak-anak Rimba dan anak-anak yang luput dari perhatian sekolah formal lainnya, seorang wanita yang memberikan pendidikan secara alternatif kepada suku orang rimba di Bukit Dua Belas, Hutan Nasional di Jambi, Sumatra dan beberapa daerah di Indonesia lainnya .



    Daftar Pustaka:
    ·         http://www.vemale.com/inspiring/people-we-love/3912-butet-manurung--gak-keren-mati-tanpa-dikenang-html
    ·         https://id.m.wikipedia.org/wiki/Butet_Manurung
    ·         http://fikrohjameelah.blogspot.co.id/2012/10/butet-manurung-kartini-masa-kini.html
    ·         https:hi-in.facebook.com/notes/aku-bisa/wsc-ispirational-public-figure-butet-manurung-mega-tala-harimukthi/
    ·         http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.modernisator.org/tokoh/butet-manurung&ei=43zdip4L&lc=id-ID&s=1&m=800&ts=1447608038&sig=APONPFlX0Dh05l8eejOubqNof4BEOC2ZMw

      Diakses pada: 14-15 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar