Follow Us @literasi_smkn23jkt

Sabtu, 21 November 2015

Syeikh Hamzah Fansuri : Cendiakawan, Ulama Tasawuf, Sastrawan dan Budayawan

Disusun Oleh : Istito’ah


1. Hamzah Fansuri adalah seorang cendikiawan, ulama tasawuf, sastrawan, dan budayawan terkemuka. Ia diperkirakan telah menjadi penulis pada masa Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Sayid al-Mukammal (1588-1604) dan dapat ditarik bahwa Hamzah Fanshuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Ia berasal dari Fansur yakni sebuah kota pantai di barat Sumatera bagian utara, arah ke selatan daerah Aceh (sekarang sebagian masuk dalam wilayah Sumatera Utara). Ciri khas negeri Fansur itu adalah penghasil kapur barus yang sangat terkenal di dunia pada saat itu. Ia sering melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, antara lain ke Kudus, Banten, Johor, Siam, India, Persia, Irak, Mekah, Madinah, dan lain-lain. Setelah pengembaraannya selesai, ia kembali ke Aceh dan mengajarkan ilmunya. Pada mulanya ia berdiam di Barus lalu ke Banda Aceh, kemudian ia mendirikan dayah di Oboh, Singkil.
2.    Dari syair dan dari namanya sendiri sudah sekian lama berdominasi di Fansur, dekat Singkel, sehingga mereka dan turunan mereka pantas digelari Fansur. Konon saudara Hamzah Fansuri bernama Ali Fansuri, ayah dari Abdur Rauf Singkel Fansuri. Pada ahli cenderung memahami dari syair bahwa Hamzah Fansuri lahir di tanah Syahrmawi, tapi tidak ada kesepakatan mereka dalam mengidentifikasikan tanah Syahrmawi itu. Ada petunjuk tanah Aceh sendiri ada yang menunjuk Tanah Siam, dan bahkan ada sarjana yang menunjuk Negeri Persia sebagai Tanah yang di Aceh oleh nama Syamawi.
3. Hamzah Fansuri termasuk orang yang sangat gemar dan mementingkan dalam mencari ilmu, terutama ilmu agama, khususnya tasawuf. Untuk itu, ia tidak segan-segan berpergian jauh dalam waktu lama untuk tujuan itu. Namun, perjalanannya tidak hanya untuk mencari ilmu pengetahuan tetapi juga untuk kepentingan amalan agama, terutama berkaitan dengan ajaran tasawuf yang dianutnya. Hamzah Fansuri dapat dikatakan tokoh tasawuf dari Aceh yang membawa faham wahdatul wujud. Ajaran Hamzah Fansuri ini banyak bersumber dari pemikiran Ibnu Arabi.
4.  Pada mulanya Hamzah Fansuri mempelajari ilmu tasawuf setelah menjadi anggota tarekat Qadiriyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Jailani. Pengaruh Hamzah Fansuri cepat tersebar di seluruh Nusantara terutama melalui pengajaran-pengajaran yang beliau berikan selama perantauan ke berbagai tempat dan melalui karya-karyanya yang tersebar di seluruh Asia Tenggara. Murid-muridnya pun tersebar pula di mana-mana. Hamzah Fansuri tidak saja dikenal sebagai ulama tasawuf dan sastrawan terkemuka tetapi juga seorang perintis dan pelopor pembaharuan yang sangat besar bagi perkembangan kebudayaan Islam di Nusantara. Khususnya di bidang kerohanian, keilmuan, filsafat, bahasa, dan sastra.
5. Beliau juga telah berhasil meletakkan dasar-dasar puitika dan estetika Melayu. Dasar-dasar puitika ini terekam dalam syair-syair Hamzah Fansuri yang diketahui tidak kurang 32 untaian. Syair ini dianggap sebagai syair Melayu pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu, yaitu sajak empat baris dengan pola bunyi akhir a-a-a-a pada setiap barisnya.
6.   Selain itu, beliau juga mempelopori penulisan risalah tasawuf atau keagamaan yang demikian sistematis dan bersifat ilmiah, Ia telah memberikan sumbangan pemikirannya pertama, sebagai penulis pertama kitab keilmuan dalam bahasa Melayu. Contohnya syair Burung Pingai, Syair Dagang, Syair Pungguk, Syair Sidang Faqir, Syair Ikan Tongkol, Syair Perahu. Selain itu terdapat juga karangan-karangan beliau yang berbentuk kitab ilmiah yaitu: Asfarul ‘arifin fi bayaani ‘ilmis suluki wa tauhid, Al- Muhtadi, Ruba’i Hamzah al- Fansuri.
7.   Ia telah berhasil mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa intelektual dan ekspresi keilmuan yang hebat, beliau juga telah mempelopori penerapan metode takwil atau hermeneutika kerohanian. Sebagai contoh, dalam tulisannya Rahasia Ahli Makrifat, Hamzah Fansuri menyampaikan analisisnya dengan tajam dan dengan landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika, epistemologi, dan estetika.
8. Dari semua sumber yang ada, tidak diperoleh data kapan dan di mana beliau dilahirkan dan kapan beliau wafat. Namun, menurut Azyumardi Azra, ada bukti bahwa beliau hidup dan berjaya pada masa sebelum dan selama pemerintahan sultan Aceh, ‘Aladdin Ri’ayat Syah (berkuasa 997-1011 H./1589-1602 M.), diperkirakan dia meninggal dunia sebelum 1016 H./1607 M. Sedangkan menurut Abdul Hadi W.M., yang mengacu pada catatan Valentijn dan syair-syair dari Syekh Hamzah al-Fansuri sendiri menyatakan bahwasanya Syekh Hamzah al-Fansuri masih mengalami dan menikmati zaman terakhir dari kegemilangan kota Barus, dan menyaksikan pula maraknya perkembangan kerajaan Aceh Darussalam.
9. Syeikh Hamzah Fansuri adalah seorang yang memiliki banyak karya, karena karya-karya nya maka beliau sangat pantas untuk dikenang dan dihormati oleh orang-orang di seluruh dunia. Beliau juga dapat dijadikan sebagai tokoh dunia yang pantas untuk diteladani karena beliau sudah meluangkan waktunya untuk membuat karya yang begitu banyak agar bermanfaat dan memberi cahaya pada zamannya.




DAFTAR PUSTAKA
(diakses pada 12/11/2015 )
(di akses pada 9/11/2015 )
( di akses pada 12/11/2015 )




Tidak ada komentar:

Posting Komentar