Follow Us @literasi_smkn23jkt

Kamis, 13 Juni 2019

Hujan adalah perwujudan kenangan menemukan kamu

Disusun Oleh : Aletha Risye Nurdianti




Judul : Aksara Hujan
Penulis: Ariqy Raihan
Penerbit: Mediakita
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, 2018
Halaman: 200
Harga : 60.500

Saat melihat buku Aksara Hujan di rak toko buku dan melihat nama penulisnya, saya teringat dengan tulisan di Storial.co. Ya, saya mengenal Ariqy Raihan lewat platform menulis tersebut. Saya lupa pernah membaca tulisannya yang berjudul apa, tetapi saya ingat kalau tulisannya bagus dan saya suka. Karena alasan itu dan karena sedang ingin beromantis-romantis ria, saya memilih untuk membawa pulang buku ini.
Di antara rinai hujan yang jatuh di sepanjang perjalanan, aku menitipkan sepotong rindu pada langit. Menyematkan semoga; berharap di muara perjalanan ini aku menemukanmu. Lelah selalu mendera; hanya itu caranya aku menautkan rasa dan menguntainya dalam kata.
Tuhan telah menitipkan tulang rusukku pada seseorang yang telah dipilih-Nya. Entah siapa. Namun aku percaya, kita ditakdirkan mendayung perasaan menuju samudra yang sama. Meskipun harus melupakan detik dan tanggal, itu baik-baik saja. Karena aku mencintaimu, diam-diam; dalam-dalam.
Blurb di sampul belakang terasa sangat puitis dan menarik hati. Hujan memang identik dengan puisi, perasaan yang terpendam, dan segala hal yang tak mampu disampaikan. Saya sudah menyiapkan diri untuk membaca kumpulan puisi atau tulisan yang membuat diri ini menjadi melankolis.
Sayang sekali, saat membaca Aksara Hujan, kesan puitis itu tidak begitu terasa. Entah mengapa, kata-kata puitis yang muncul di buku ini tidak terlalu mengena. Saya malah seperti sedang mendengar curhatan teman kuliah yang memendam cintanya dalam-dalam kepada seseorang.
Dulu waktu saya kuliah, saya sempat mengikuti beberapa blog atau akun tumblr yang berisi puisi atau prosa-prosa romantis penuh makna khas mahasiswa. Sebut saja Azhar Nurun Ala, Kurniawan Gunadi, dan Ijonk (Muhammad Adi Nugroho). Entah karena waktu itu masih mahasiswa dan merasakan hal yang sama atau karena tulisan mereka yang memang bagus, rasanya mengenaaaa banget. Hal yang tidak saya dapatkan di buku ini.
Bukan berarti isi buku ini jelek atau payah, tetapi apa yaa, seperti ada sesuatu yang kurang. Bagi saya sih kurang mengena. Saya tidak tahu apakah itu karena sekarang saya bukan mahasiswa lagi dan sudah lama meninggalkan perasaan-perasaan itu atau karena hal lainnya.
Isi dari Aksara Hujan sendiri adalah kumpulan curhatan 'Aku' dari bulan Februari 2015 hingga Desember 2016. Benang merahnya tentu saja tentang Hujan. Hujan dan pencarian akan ‘seseorang’ yang dapat melengkapi hidup.
Ketika ‘seseorang’ itu muncul bersama Hujan, si Aku malah tak sanggup mengungkapkan dan akhirnya tenggelam dalam diam. Kemudian, si Aku merasa gamang memilih antara yang sudah lama ditinggalkan dan tak pernah menaruh perhatian atau dengan yang sering muncul dan mengusik pikiran.
Sebagai perempuan, jujur saya sedikit gemas dengan si ‘Aku’. Terlepas tulisan ini murni khayalan atau berangkat dari kisah nyata yang ‘dipoles’, saya benar-benar gemas dengan lelaki yang diam-diam saja padahal menyimpan rasa pada seorang perempuan dan malah tenggelam dalam kebingungannya tanpa pergerakan apa-apa.
Ya, kalau beneran suka dan yakin, cobalah usahakan supaya bisa bersanding dengannya di pelaminan, hehehe. (Maaf ya, para cowok. Ini sebenarnya ujaran jujur dari seorang perempuan.) Ya, tetapi saya juga berusaha memahami bahwa melangkah lebih jauh ke jenjang pernikahan juga butuh pertimbangan dan persiapan yang panjang.
Nah, kan, malah nyambung-nyambung ke pernikahan segala. Intinya, sih, saya berekspektasi cukup tinggi dengan buku ini karena saya membaca tulisan Ariqy di Storial.co itu bagus. Selain Aksara Hujan, ada Senja Pertama dan Lampion Senja karya penulis yang telah diterbitkan. Mudah-mudahan karya selanjutnya lebih mantap lagi.


Di antara rinai hujan yang jatuh di sepanjang perjalanan, aku menitipkan sepotong rindu pada langit. Menyematkan semoga; berharap di muara perjalanan ini aku menemukanmu. Lelah selalu mendera; hanya itu caranya aku menautkan rasa dan menguntainya dalam kata.

Tuhan telah menitipkan tulang rusukku pada seseorang yang telah dipilih-Nya. Entah siapa. Namun aku percaya, kita ditakdirkan mendayung perasaan menuju samudra yang sama. Meskipun harus melupakan detik dan tanggal, itu baik-baik saja.

Karena aku mencintaimu, diam-diam; dalam-dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar