Follow Us @literasi_smkn23jkt

Jumat, 28 November 2014

Moshe Kai Cavalin - Sarjana Muda



 Oleh : Dhea Ananda Putri

Moshe Kai Cavalin dilahirkan dari Ayah keturunan Brazil dan Ibu keturunan Cina pada tanggal 14 Februari 1998 dengan nama Cina Kai Hsiao Hu yang artinya macan yang patuh atau penurut. Ibu Moshe, Sandy Chien, mengatakan putranya menunjukkan bakat luar biasa di usia dua tahun. Moshe sudah berlatih matematika sederhana pada usia empat tahun, ketika orangtuanya memasukkannya pada program belajar intensif termasuk matematika, musik, seni bela diri, dan membaca.

 Moshe tidak pernah mengenyam pendidikan formal SD sampai dengan SMA karena beberapa kali ditolak mengingat kemampuannya yang sudah di atas rata-rata. Sekolah beralasan Moshe dapat mengganggu konsentrasi siswa lainnya karena akan menjadi pusat perhatian dan juga membuat siswa yang memiliki usia di atasnya menjadi minder. Alhasil, homeschooling akhirnya menjadi pilihan yang kemudian mengantarkannya menjadi orang hebat.

Pada usia tujuh tahun, Moshe menyelesaikan SMP dan SMA di rumah. Chien selanjutnya mendaftarkan Moshe ke East Los Angeles Community College, tetapi ditolak karena dia dianggap terlalu kecil. Pada usia delapan tahun, Moshe mendaftar lagi dan diterima setelah lulus ujian masuk. Ketika Moshe mulai kuliah di usia delapan tahun, dia adalah siswa termuda di kelasnya, namun dia mampu memberikan les privat kepada teman-teman sekelasnya yang berusia 19-20 tahun dalam mata pelajaran matematika dan fisika. Moshe menyelesaikan kuliahnya di bidang matematika di East Los Angeles Community College di usia sebelas tahun, indeks prestasi (IP)-nya pun sempurna dengan IPK 4,00.


Keberhasilannya hingga saat ini sangat besar ditopang oleh peran dari orang tuanya yang hebat dan begitu mencintai dan menyayangi anaknya. Hal tersebut mengharuskan Ibunda Moshe yang seorang lulusan MBA harus rela berhenti bekerja dan menjadi guru sekaligus teman bagi putranya. “Saya mencoba menyekolahkan anak saya ke sekolah dasar, tetapi dia belajar terlalu cepat dan dia sering tidak menemukan apa-apa untuk dikerjakan di kelas. Saya kemudian memutuskan mengajarinya di rumah,” kata Ibu Moshe, Chien. Moshe menolak jika disebut jenius, menurut Moshe “jenius” hanyalah sebuah kata seperti IQ, itu merupakan sebuah istilah yang dibuat oleh orang yang hanya mengklasifikasikan satu hal dan mereka mengabaikan segala sesuatu yang lain yang membentuk seorang individu. “Saya tidak suka disebut jenius dan saya tidak ingin disebut seperti itu, yang saya lakukan adalah mencoba untuk mendapatkan kebijaksanaan melalui pengetahuan dan saya pikir melatih kebijaksanaan jauh lebih baik daripada menjadi jenius,” kata Moshe.


Selepas sarjana, Moshe ingin terus melanjutkan sekolahnya. Beberapa universitas yang menjadi targetnya adalah Stanford, Massachusetts Institute of Technology (MIT) atau University of Nevada, Las Vegas untuk mengambil matematika, astrofisika, maupun fisika teoritik, alternatif lainnya adalah mengambil bisnis di Harvard. Seorang remaja dengan banyak impian yang menguasai bahasa Spanyol, Portugis, Italia, Inggris, dan Mandarin ini tidak pelit dalam membagi tips suksesnya. Dia berbagi kiat suksesnya dengan menerbitkan buku setebal sekitar 100 halaman. “We Can Do” demikian judul bukunya. Butuh waktu empat tahun bagi Moshe untuk menyelesaikan buku itu karena dia cukup sibuk dengan berbagai aktivitasnya.


“We Can Do” ditulis dalam bahasa Inggris untuk pasar Amerika, sedangkan untuk pasar Asia Moshe menulisnya dalam bahasa Mandarin. Dari buku itu diperoleh pelajaran jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang. Berdasarkan cara Moshe, sebaiknya mengambil sedikit telur lalu menempatkannya dalam satu keranjang dan jangan terganggu dengan keranjang-keranjang lainnya. Di buku itu, Moshe menyarankan agar melakukan hal-hal terbaik selama masih ada waktu, bukan berarti seseorang harus belajar sepanjang hari. Banyak hal yang bisa dilakukan di waktu-waktu yang kita miliki. “Saya mencapai titik di mana banyak orang menganggap tidak mungkin pada usia saya. Saya mencapai setinggi bulan, tapi siapa saja yang benar-benar mencoba bisa mencapai di atas galaksi bimasakti,” tulisnya dalam buku “We Can Do”.

Referensi                  : http://smamuhiblitar.sch.id/721.html
Sumber                     : http://kolom-biografi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar