Follow Us @literasi_smkn23jkt

Selasa, 22 Mei 2018

Teks Ulasan Film "Pengabdi Setan"

Lonceng Ibu “Pengabdi Setan”
Disusun oleh : Devita Sepriana




Judul              : Pengabdi Setan
Tahun Rilis     : 2017
Sutradara       : Joko Anwar
Pemain           : Ayu Laksmi




Orientasi :

Film horor Pengabdi Setan garapan Joko Anwar ini adalah sebuah daur ulang dari versi yang digarap Sisworo Gautama Putra tahun 1980. Pengabdi Setan merupakan film horor Indonesia yang dirilis pada 28 September 2017 berdurasi selama 107 menit, yang disutradarai dan ditulis oleh Joko Anwar dan diproduksi oleh Rapi Films. Film ini adalah pembuatan ulang dari film berjudul sama pada tahun 1980 silam.

Film ini menceritakan tentang sebuah keluarga kecil yang mengalami keterpurukan di tahun 1981. Sang ibu, yang sebelumnya seniman dan penyanyi terkenal kini mendadak sakit selama 3 tahun. Karena tak ada lagi pemasukan dan perlunya biaya pengobatan, mereka pun hidup serba kekurangan. Mereka tinggal di rumah neneknya yang berada di tengah hutan dekat areal pemakaman, menambah suasana mencekam di keluarga ini.

Ada dua hal yang kerap membuat Bondi (Nasar Anuz) ketakutan di rumahnya sendiri. Yang pertama adalah jendela kamarnya yang langsung menghadap areal pemakaman. Bocah SD itu kerap membayangkan bakal ada mayat hidup yang bangkit dari salah satu makam di sana.

Satu hal lagi yang membuatnya takut adalah sang ibu (Ayu Laksmi) yang terbaring di kamar lantai atas dan digerogoti penyakit misterius. Ibunya itu kini berwajah sangat pucat pasi, kadang megap-megap dan membuka lebar-lebar mulutnya seperti kehabisan napas.

Satu-satunya cara untuknya berkomunikasi dengan anak-anaknya adalah melalui lonceng yang ia bunyikan. Beruntung ada si sulung Rini (Tara Basro) dan adiknya Toni (Endy Arfian), yang telaten mengurusi sang ibu serta adik terkecil mereka, Ian (M. Adhiyat). Meski sang ayah (Bront Palarae) mengusahakan pengobatan sang ibu, takdir berkata lain. Sang ibu meninggal dunia dan dimakamkan di kuburan dekat rumah. Terbelit kebutuhan ekonomi, sang ayah lantas meninggalkan rumah, pergi ke luar kota dan menitipkan keluarganya di tangan dua anak tertuanya.

Tak lama setelah itu, kejadian aneh mulai dialami keluarga ini. Bahkan kejadian nahas menimpa sang nenek (Elly D Luthan), yang sudah merasa bahwa suatu kekuatan jahat tengah melingkupi keluarga mereka. Rini akhirnya tergerak untuk menyelidiki hal ini.

Jika kamu pernah menonton film-film tentang organisasi rahasia yang selama ini ada di sekitar kita, maka film ini membawa stereotype dan atmosfir yang sama. Sampai akhir cerita, kita dibuat bertanya-tanya tentang organisasi ini. Sangat jarang terjadi, atau setidaknya sangat jarang sukses di film Indonesia. Penulis sendiri mengakui bahwa film lain memang banyak yang mencoba membuat Plot Twist, namun hanya sedikit yang benar-benar sukses.

Pengabdi Setan versi baru ini bisa dibilang sebagai film adaptasi yang berhasil. Film ini cukup kuat untuk muncul sebagai sebuah film baru yang berdiri sendiri, tapi tetap tak kehilangan "rasa" dari film aslinya. Dari segi cerita misalnya, sudah tak ada lagi sosok misterius Darminah yang menjadi motor penggerak film aslinya. Namun, adegan-adegan ikonis dalam film pendahulunya, seperti saat Toni didatangi sang ibu, juga dibuat ulang dengan cara yang baru.


          “Bintang utama" dari film ini jelas adalah sosok ibu yang diperankan oleh Ayu Laksmi. Performa Ayu Laksmi, ditunjang oleh departemen kostum dan tata rias yang mumpuni, membuat sosok ini terasa begitu menyeramkan, apa pun yang ia lakukan. Bahkan di saat masih hidup pun sang ibu masih mampu mendirikan bulu roma penonton.

            Kengerian sosok ini ditunjang dengan cara bercerita Joko Anwar, yang tak banyak mengandalkan jump scare dalam filmnya. Sebaliknya, Joko membangunnya lewat atmosfer di film ini, lewat teknik sinematografi dan permainan audio. Hasilnya, nyaris setiap menit dalam rumah ibu mampu menghadirkan teror yang mencekam penonton.


Tafsiran
            Film ini juga sukses menampilkan Plot Twist yang tak dipikirkan oleh penonton lain. Para penonton sudah dibangun tentang jalan cerita A sejak awal, lalu tiba-tiba berubah menjadi B di pertengahan cerita. Mungkin terkesan berlebihan, namun ending film ini memang berbeda, dan benar-benar membuat kita terdiam, bahkan ketika layar sudah menjadi gelap dan berakhir, kita masih terdiam di kursi masing-masing.

            Tak hanya diam, banyak pertanyaan yang berputar di kepala kita tentang akhir dari filmnya. Joko Anwar sukses membuat kita seakan menonton film jadul. Pertama, latar lokasi memang berada di tahun 1981, tentunya semua dekorasi sampai kendaraan mengikuti masanya. Kedua, adanya candaan atau joke ala-ala tahun 80an, yang mungkin jika kamu penggemar film jadul, kamu akan menyadarinya. Joko Anwar sukses mengarahkan film ini dengan baik.

Evaluasi
            
          Tentunya film ini bukan tanpa cela. Ada juga kekurangan dalam film ini. Salah satunya adalah adanya plot hole yang tak dijelaskan sampai akhir cerita. Ada juga adegan stereotype film yang terbukti salah, namun tetap digunakan, salah satunya adalah mendobrak pintu menggunakan bahu. 31 Alur cerita sejak pertengahan menjelang akhir juga terkesan datar dan terburu-buru, berbeda dengan awal hingga pertengahan yang sukses membuat kita ketakutan dan penasaran dengan apa yang terjadi.

           Kekecewaan penulis secara pribadi datang dari poin Jumpscare. Di Trailer, tak banyak Jumpscare yang diperlihatkan. Penulis pun berharap cukup tinggi dengan hadirnya kesan horror tanpa Jumpscare cheese ala film James Wan. Namun ternyata, di dalam film tetap ada Jumpscare cheese tersebut, meskipun Joko Anwar sukses mempermainkan rasa kaget kita.

   Satu hal yang sebenarnya sangat disayangkan dari film ini, yakni adalah bagaimana twist dalam cerita diurai. Dalam sebuah storytelling, baik tulis maupun sinema, lazim dikenal sebuah adagium ‘show, don’t tell’. Yakni jangan ceritakan mentah-mentah kisah yang ingin disampaikan, tapi gambarkan, sehingga pembaca atau penonton menemukan sendiri kepingan kunci dalam cerita tersebut.

                Mendapati kepercayaan untuk menggarap ulang film horor lawas
Pengabdi Setan bukanlah hal mudah bagi sutradara Joko Anwar. Sejak mengarahkan film Janji Joni sekitar 10 tahun yang lalu, Joko telah bermimpi untuk menggarap ulang film horor '80-an itu. Joko mengungkap, Pengabdi Setan menjadi film orisinal yang menggerakkan Joko untuk menjadi sineas. Setelah perjuangan, bujuk rayu hingga akhirnya pembuktian keseriusan untuk menggarap ulang film tersebut, Joko berhasil mendapatkan perhatian produser Rapi Films, Sunil Samtani. Kebetulan Rapi Films memang ingin membuat ulang film itu, meski sebetulnya rumah produksi itu sebenarnya sudah memiliki calon sutradara. Beruntung, ide Joko tampak lebih menarik bagi Sunil. Namun setelah berhasil dikukuhkan menjadi sutradara film Pengabdi Setan versi baru, perjuangan Joko belum usai. Dia masih perlu mengemas film yang terbilang legendaris setidaknya lebih baik dari yang sebelumnya.
            
                Salah satu perjuangan keras Joko adalah pencarian lokasi syuting yang dianggap dapat mewakili visualisasi cerita. Ia mengaku bahwa hal itu adalah yang cukup sulit selama masa produksi. Sebelum menemukan lokasi yang tepat di Pengalengan, tim produksi Pengabdi Setan membutuhkan waktu selama empat bulan untuk pencariannya. Itu dimulai dari pencarian di daerah Ibu Kota Jakarta. Saat mencari di kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat, Joko mengatakan timnya mendapatkan lokasi yang bagus dan menarik. Namun kendala izin dari pemilik serta setelah penelusuran kembali ada yang dirasa kurang cocok, mereka pun mulai mencari tempat lain. Radius pencarian pun kembali diperluas, hingga akhirnya menemukan sebuah rumah tua di daerah Pengalengan yang cukup jauh dari lokasi awal yang diinginkan.

            Sunil mengatakan Pengabdi Setan yang digarap mulai dari ide cerita, naskah, hingga penyutradaraan oleh Joko Anwar ini membutuhkan lebih banyak anggaran dibanding film horor dia biasanya karena bertekad menjaga nuansa era 1980-an seperti pada film aslinya. Ia menjelaskan, tim produksi bahkan mendesain ulang sebuah rumah kuno di Pengalengan, Jawa Barat, untuk menjadi lokasi pembuatan Pengabdi Setan. Ini dilakukan demi 'memuaskan' nuansa yang diinginkan sang sutradara. Meski tak menjelaskan dengan lugas nominal yang dibutuhkan untuk membangkitkan kembali 'arwah ibu' dalam Pengabdi Setan, Sunil memastikan bujet melebihi Rp 2 miliar.


Rangkuman

           Jadi, kesedihan akan harapan yang tak kunjung tiba membuat sang ibu mencari sosok yang mampu memberinya jalan keluar. Namun, Sayang ia meminta pada sosok yang tidak tepat. Meminta pada setan yang seolah memberikan jalan keluar, padahal sesungguhnya semakin membawa kesengsaraan. Film ini secara tersirat mengingatkan kita untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Besar. Satu-satunya tempat bersandar yang mampu melindungi dan memberikan jalan keluar terbaik atas segala masalah.

           Film Pengabdi Setan bisa dibilang sebagai salah satu film horor Indonesia yang paling solid belakangan ini. Bagi kamu yang sudah menantikan kebangkitan film horror Indonesia dengan cerita dan nuansa yang benar-benar mencekam, maka film ini sangat layak untuk ditonton. Joko Anwar sukses membawakan misteri ke dalam cerita, sehingga penonton selalu bertanya-tanya dan penasaran dengan kelanjutannya.






Daftar Pustaka




1 komentar: