Follow Us @literasi_smkn23jkt

Selasa, 01 Mei 2018

Fenomena Ribuan Meteor Jatuh ke Bumi - Citra Hafsari XI AK 1


Disusun Oleh : Citra Hafsari


Pernyatan Umum :
Hujan meteor adalah fenomena astronomi yang terjadi ketika sejumlah meteor terlihat bersinar pada langit malam. Meteor ini terjadi karena adanya serpihan benda luar angkasa yang dinamakan meteoroid, yang memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi. Ukuran meteor umumnya hanya sebesar sebutir pasir, dan hampir semuanya hancur sebelum mencapai permukaan Bumi. Serpihan yang mencapai permukaan Bumi disebut meteorit. Hujan meteor umumnya terjadi ketika Bumi melintasi dekat orbit sebuahkomet dan melalui serpihannya.
Komet yang mendekat matahari selalu melepaskan gas dan debu yang tampak sebagai ekor komet. Debu-debu komet itu yang tertinggal di sepanjang lintasan orbitnya merupakan gugusan meteoroid yang bisa menyebabkan hujan meteor di bumi bila bumi melintasi lintasan komet tersebut. Dampak hujan meteor terhadap bumi antara lain berupa ionisasi di ionosfer dan penumpukan aerosol di stratosfer.
Menurut penelitian, gugusan meteoroid itu sifatnya berbeda-beda tergantung umurnya.Ada yang masih padat tetapi terkonsentrasi di sekitar inti komet sehingga hanya akan menyebabkan hujan meteor periodik, sesuai dengan waktu kehadiran komet mendekat bumi. Golongan ini diwakili oleh hujan meteor Draconids (pada awal Oktober) tahun 1933, 1946 dan 1985 yang disebabkan oleh komet Giacobini-Zinner.
Golongan ke dua gugusan meteoroid tipis di sepanjang lintasannya, tetapi di dekat kometnya kerapatannya tinggi, misalnya gugusan meteoroid Leonids (penyebab hujan meteor 14-19 November) yang disebabkan oleh komet Tempel-Tuttle. Golongan ke tiga adalah gugusan meteoroid yang tersebar merata di sepanjang lintasannya yang menyebabkan hujan meteor yang hampir seragam intensitasnya setiap tahun, misalnya hujan meteor Geminids (11-16 Desember) yang disebabkan oleh komet yang telah mati, asteroid Phaethon. Makin tua umurnya gugusan meteorid itu makin tipis dan akhirnya tidak menunjukkan lagi gejala hujan meteor.
Beberapa hujan meteor telah diidentifikasikan berkaitan dengan komet yang masih aktif, seperti hujan meteor Eta Aquarids (3-10  Mei) dan Perseids (7-15 Agustus) yang masing-masing disebabkan oleh komet Halley dan Swift-Tuttle. Beberapa lainnya dikaitkan dengan komet yang telah hancur, seperti hujan meteor Andromedids (5-23 November) akibat komet Biela yang telah hancur, atau komet yang telah mati, seperti hujan meteor Geminids yang diakibatkan oleh komet mati yang tinggal intinya berupa asteroid Phaethon. Dan beberapa hujan meteor lainnya belum diketahui komet-komet penyebabnya seperti hujan meteor Quadrantids 2 – 5 Januari.
Orbit Komet
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh757MSzObkI6zWV-b6xjrPq8cczmEVZIxBRHYayTAe4CrjCE_U4QoKusMBS_tGum_0HkM3iy6QCrqLTeYigADW__pVABo1IMaUTZjtDSdVlABg608-yMsi6rozmddt5uulPdugSSDeZQ/s1600/Orbit-Deep-Impact-untuk-Menemui-komet-Hartley.jpg
Untuk mengetahui komet-komet penyebab hujan meteor maka orbit (lintasan) komet-komet periodik dianalisis dan dicari yang mempunyai kemungkinan menyebabkan hujan meteor di bumi. Ini kemudian dibandingkan dengan hujan meteor yang terdeteksi oleh Meteor Wind Radar (MWR) di Serpong (dioperasikan secara kerjasama antara LAPAN, BPPT, dan Universitas Kyoto). Pendekatan yang dilakukan agak berbeda dari yang biasa dilakukan para peneliti sebelumnya yang mengkaji elemen orbit meteoroid dan membandingkannya dengan elemen orbit komet. Cara seperti itu rumit dan memerlukan data pengamatan hujan meteor secara visual, fotografi, atau pemantauan TV untuk menentukan arah datangnya meteor. Cara itu tidak mungkin dilakukan bila hanya menggunakan data MWR.
Dengan pendekatan itu dapat didentifikasikan kembali hujan meteor utama yang memang telah diketahui komet penyebabnya. Maka dengan pendekatan serupa itu pula hujan-hujan meteor lainnya yang terdeteksi MWR di Serpong diidentifikasi dan dikaitkan dengan komet yang mungkin menyebabkannya.
Karakteristik orbit benda-benda langit mengitari matahari dinyatakan oleh elemen-elemen orbitnya yang menyatakan secara spesifik bentuk kelonjongan orbit, posisi terdekat dan terjauh terhadap matahari, kemiringan bidang orbitnya terhadap bidang ekliptika (bidang orbit bumi), dan posisi titik perpotongan orbitnya pada bidang ekliptika. Dengan menganalisis elemen-elemen orbit komet dapat ditentukan komet-komet apa saja lintasannya dekat dengan orbit bumi. Demikian juga dapat ditentukan kapan akan terjadi hujan meteor bila bumi melintasi orbit komet tersebut. Dari analisis itu diketahui bahwa antara 1 Januari dan 1 April bumi paling sedikit bertemu dengan lintasan komet, sedangkan antara 1 Oktober – 1 Desember terbanyak.
Dari 153 komet periodik yang saya pelajari, diketahui bahwa 33 komet mempunyai orbit yang melintas dekat orbit bumi. Kemudian dengan menganalisis jarak terdekat ke-33 orbit komet itu, disimpulkan bahwa secara teoritik komet yang menyebabkan atau berpotensi menyebabkan hujan meteor sebanyak 21 komet dengan kemungkinan menyebabkan 30 kali hujan meteor setiap tahun.

Urutan Sebab dan Akibat Hujan Meteor :
Menurut pengamatan radar meteor di Serpong diketahui bahwa jumlah meteor yang memasuki bumi secara umum naik turun secara periodik (sinusoidal). Pola umum itu diduga kuat disebabkan oleh meteor sporadik akibat masuknya debu-debu antarplanet (meteoroid) yang bervariasi akibat perubahan lintang bumi pada kedudukan “haluan” sepanjang orbit bumi. “Haluan” bumi dalam hal ini adalah titik terdepan pada bola bumi selama beredar di orbitnya yang terletak pada bidang ekliptika. Perubahan lintang “haluan” bumi disebabkan oleh kemiringan equator 23,5o terhadap ekliptika.
Di samping pola umum itu di dapati juga ada kenaikan jumlah meteor secara mendadak pada waktu-waktu tertentu. Kenaikan mendadak itu disebabkan oleh hujan meteor, terutama akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer Bumi. Setidaknya dijumpai adanya 25 kali hujan meteor dalam satu tahun, sebagian diantaranya “baru” (belum/tidak terkenal). Dari identifikasi hujan meteor tersebut, 18 titik lintasan komet yang menyebabkan 19 kali hujan meteor. Sekali hujan meteor mungkin disebabkan oleh lebih dari satu lintasan komet yang berdekatan. Demikian juga sebuah komet mungkin menyebabkan dua kali hujan meteor.
Hujan meteor utama yang telah lama diketahui komet penyebabnya juga terlihat jelas pada pada data MWR: Hujan meteor Eta Aquarids (oleh komet Halley) tampak pada tanggal 2 – 9 Mei. Hujan meteor Perseids (oleh komet Swift-Tuttle) tampak pada tanggal 7 – 15 Agustus. Hujan Meteor Taurids (komet Encke) tampak pada tanggal 3 – 9 November.
Pada tanggal 6 Mei bumi melintasi orbit komet Halley yang lintasannya berada pada jarak 10,5 juta km di “bawah” (selatan) bidang ekliptika (bidang orbit bumi). Karena sebaran debu-debu komet itu melebar, bumi akan merasakan hujan meteor sebelum tanggal 6 Mei dan beberapa hari sesudahnya. Hujan meteor Eta Aquarids memang biasa terjadi pada tanggal 3 – 10 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 – 5 Mei. Dan data MWR menunjukkan bahwa hujan meteor itu terjadi antara tanggal 2 – 9 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 mei.
Data pengamatan hujan meteor menunjukkan adanya beberapa puncak pada hujan meteor Eta Aquarids ini dan juga Orionids. Variasi jumlah meteor itu menunjukkan bahwa distribusi debu-debu komet Halley itu tidak merata.
Lintasan komet Swift-Tuttle (yang diduga akan menabrak bumi pada tahun 2026) merupakan yang terdekat dengan bumi dan nyaris tepat memotong orbit bumi. Lintasannya berada di belahan utara (“atas”) orbit bumi pada jarak sekitar 2 juta km. Bumi memotong lintasan komet Swift-Tuttle pada tanggal 13 Agustus. Ini akan menyebabkan bumi mengalami hujan meteor sekitar tanggal 13 Agustus. Memang, hujan meteor Perseids biasanya terjadi antara tanggal 7 – 15 Agustus dengan puncaknya pada tanggal 12 – 13 Agustus. Data MWR menunjukkan adanya hujan meteor pada tanggal 7 – 15 Agustus dengan dua puncak utama, tanggal 10 dan 15 Agustus. Menurut Lindblad & Porubcan (1994) adanya dua puncak hujan meteor Perseid bisa disebabkan karena orbit gugus meteoroid lama bergeser dari orbit gugus meteoroid baru.
Pada tanggal 1 November bumi melintasi orbit komet Encke yang berada pada ketinggian 29 juta km di “atas” orbit bumi. Ini menyebabkan hujan meteor yang dihasilkannya terutama terjadi sesudah tanggal 1 November ketika bumi melintas di dekat gugusan meteoroidnya. Hujan meteor yang terdeteksi oleh MWR terjadi pada tanggal 3 – 9 November. Biasanya hujan meteor Taurids memang teramati antara tanggal 23 Oktober dan 20 November dengan puncaknya pada tanggal 4 – 7 November.
Hal yang menarik, komet Hartley juga mempunyai kemungkinan besar memberikan kontribusi hujan meteor 3 – 9 November itu. Jarak lintasannya ke orbit bumi lebih dekat (5,5 juta km) dari pada lintasan komet Encke (28 juta km). Melihat jarak terdekatnya terjadi pada tanggal 5 November, komet ini menyebabkan hujan meteor terutama sesudah tanggal 5 November. Jadi, hujan meteor 3 – 9 November yang terdeteksi MWR disebabkan oleh dua komet: Encke dan Hartley
Hujan meteor ini merupakan sebuah fenomena alam yang bisa diprediksikan kapan terjadinya. Hal ini dimungkinkan karena para ilmuwan sudah mampu menganalisa tentang penyebab terjadinya hujan meteor yang terjadi secara periodik. Meski pun wilayah yang terkena hujan meteor ini tidak selalu sama, namun pola waktu kapan peristiwa itu berlangsung sudah bisa diramalkan.
Penyebab terjadinya hujan meteor ini adalah diakibatkan adanya pertemuan lintasan orbit komet dan lintasan orbit bumi. Di mana hal ini terjadi karena lintasan orbit membentuk konsep elips, yang memungkinkan adanya pertemuan waktu kedua orbit saling berdekatan.
Pada saat berdekatan itulah, volume meteor yang masuk ke atmostfir bumi mengalami peningkatan secara pesat. Sehingga hal ini yang menyebabkan terjadinya hujan meteor di sebagian wilayah bumi.
Dari perhitungan lintasan orbit bumi dan komet, bisa diketahui waktu yang memungkinkan volume terjadinya hujan meteor meningkat. Biasanya, hujan meteor akan sering terjadi pada 1 Oktober hingga 1 Desember. Hal itu terjadi karena pada waktu tersebut, orbit bumi dan komet akan saling berdekatan atau bertemu.
Sementara pada tanggal 1 Januari hingga 1 April, biasanya interval hujan meteor sangat jarang terjadi. Kondisi ini terjadi karena pada rentang waktu tersebut, lintasan orbit bumi dan komet dalam posisi yang saling berjauhan.  

Artikel 1 :Penyebab Hujan Meteor
Hujan meteor adalah sebuah peristiwa alam, dimana pada saat itu terdapat meteor yang meluncur masuk ke dalam atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat banyak. Biasanya, hal tersebut bisa dijumpai ketika langit dalam kondisi gelap atau malam hari dan didukung oleh cuaca yang cerah.
Peristiwa tersebut dinamakan hujan meteor mengingat jumlah batuan meteor yang bertebaran di langit menciptakan fenomena alam seperti curahan air hujan. Hal ini karena memang jumlah meteor tersebut sangat banyak dan memijarkan cahaya sebagai akibat terbakarnya batu meteor tersebut karena peristiwa pergesekan dengan lapisan atmosfir. Gesekan itulah yang memicu munculnya api pijar yang nampak indah ketika terlihat dari bumi.
Hujan meteor ini tidak terlalu membahayakan bagi penduduk di bumi. Oleh karenanya, ketika fenomena ini terjadi banyak orang yang berusaha untuk bisa melihatnya secara langsung. Sebab, ketika peristiwa tersebut berlangsung, mampu menciptakan pemandangan yang menakjubkan seperti dalam sebuah pesta kembang api dalam perayaan tahun baru.
Langit malam yang biasanya gelap dan hanya diterangi oleh cahaya bintang dan bulan, menjadi nampak semarak oleh luncuran batu meteor yang beterbangan ke berbagai arah. Bahkan, dari atas bumi proses luncuran batu meteor tersebut seakan-akan nampak berasal dari satu titik luncur yang sama. Padahal, dalam kenyataannya batu-batu tersebut beterbangan dari titik luncur yang berbeda-beda.

Artikel 2 : Penyebab Hujan Meteor
Hujan meteor ini merupakan sebuah fenomena alam yang bisa diprediksikan kapan terjadinya. Hal ini dimungkinkan karena para ilmuwan sudah mampu menganalisa tentang penyebab terjadinya hujan meteor yang terjadi secara periodik. Meski pun wilayah yang terkena hujan meteor ini tidak selalu sama, namun pola waktu kapan peristiwa itu berlangsung sudah bisa diramalkan.
Penyebab terjadinya hujan meteor ini adalah diakibatkan adanya pertemuan lintasan orbit komet dan lintasan orbit bumi. Di mana hal ini terjadi karena lintasan orbit membentuk konsep elips, yang memungkinkan adanya pertemuan waktu kedua orbit saling berdekatan.
Pada saat berdekatan itulah, volume meteor yang masuk ke atmostfir bumi mengalami peningkatan secara pesat. Sehingga hal ini yang menyebabkan terjadinya hujan meteor di sebagian wilayah bumi.
Dari perhitungan lintasan orbit bumi dan komet, bisa diketahui waktu yang memungkinkan volume terjadinya hujan meteor meningkat. Biasanya, hujan meteor akan sering terjadi pada 1 Oktober hingga 1 Desember. Hal itu terjadi karena pada waktu tersebut, orbit bumi dan komet akan saling berdekatan atau bertemu.
Sementara pada tanggal 1 Januari hingga 1 April, biasanya interval hujan meteor sangat jarang terjadi. Kondisi ini terjadi karena pada rentang waktu tersebut, lintasan orbit bumi dan komet dalam posisi yang saling berjauhan.  

Penelitian tentang komet dapat memberikan kontribusi penting dalam mempelajari dampak lingkungan antariksa terhadap atmosfer bumi. Salah satu dampak yang ditimbulkan komet yang melintas dekat bumi adalah hujan meteor akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer bumi. Setiap tanggal 7 – 15 Agustus Bumi kita biasa dihujani oleh debu-debu komet Swift-Tuttle yang menyebabkan hujan meteor besar yang dikenal sebagai hujan meteor Perseid. Di samping itu banyak lagi hujan meteor yang berasosiasi dengan komet-komet yang melintas dekat Bumi.

Komet yang mendekat matahari selalu melepaskan gas dan debu yang tampak sebagai ekor komet. Debu-debu komet itu yang tertinggal di sepanjang lintasan orbitnya merupakan gugusan meteoroid yang bisa menyebabkan hujan meteor di bumi bila bumi melintasi lintasan komet tersebut. Dampak hujan meteor terhadap bumi antara lain berupa ionisasi di ionosfer dan penumpukan aerosol di stratosfer.
Menurut penelitian, gugusan meteoroid itu sifatnya berbeda-beda tergantung umurnya. Ada yang masih padat tetapi terkonsentrasi di sekitar inti komet sehingga hanya akan menyebabkan hujan meteor periodik, sesuai dengan waktu kehadiran komet mendekat bumi. Golongan ini diwakili oleh hujan meteor Draconids (pada awal Oktober) tahun 1933, 1946 dan 1985 yang disebabkan oleh komet Giacobini-Zinner.
Golongan ke dua gugusan meteoroid tipis di sepanjang lintasannya, tetapi di dekat kometnya kerapatannya tinggi, misalnya gugusan meteoroid Leonids (penyebab hujan meteor 14-19 November) yang disebabkan oleh komet Tempel-Tuttle. Golongan ke tiga adalah gugusan meteoroid yang tersebar merata di sepanjang lintasannya yang menyebabkan hujan meteor yang hampir seragam intensitasnya setiap tahun, misalnya hujan meteor Geminids (11-16 Desember) yang disebabkan oleh komet yang telah mati, asteroid Phaethon. Makin tua umurnya gugusan meteorid itu makin tipis dan akhirnya tidak menunjukkan lagi gejala hujan meteor.
Beberapa hujan meteor telah diidentifikasikan berkaitan dengan komet yang masih aktif, seperti hujan meteor Eta Aquarids (3-10  Mei) dan Perseids (7-15 Agustus) yang masing-masing disebabkan oleh komet Halley dan Swift-Tuttle. Beberapa lainnya dikaitkan dengan komet yang telah hancur, seperti hujan meteor Andromedids (5-23 November) akibat komet Biela yang telah hancur, atau komet yang telah mati, seperti hujan meteor Geminids yang diakibatkan oleh komet mati yang tinggal intinya berupa asteroid Phaethon. Dan beberapa hujan meteor lainnya belum diketahui komet-komet penyebabnya seperti hujan meteor Quadrantids 2 – 5 Januari.
Orbit Komet
Untuk mengetahui komet-komet penyebab hujan meteor maka orbit (lintasan) komet-komet periodik dianalisis dan dicari yang mempunyai kemungkinan menyebabkan hujan meteor di bumi. Ini kemudian dibandingkan dengan hujan meteor yang terdeteksi oleh Meteor Wind Radar (MWR) di Serpong (dioperasikan secara kerjasama antara LAPAN, BPPT, dan Universitas Kyoto). Pendekatan yang dilakukan agak berbeda dari yang biasa dilakukan para peneliti sebelumnya yang mengkaji elemen orbit meteoroid dan membandingkannya dengan elemen orbit komet. Cara seperti itu rumit dan memerlukan data pengamatan hujan meteor secara visual, fotografi, atau pemantauan TV untuk menentukan arah datangnya meteor. Cara itu tidak mungkin dilakukan bila hanya menggunakan data MWR.
Dengan pendekatan itu dapat didentifikasikan kembali hujan meteor utama yang memang telah diketahui komet penyebabnya. Maka dengan pendekatan serupa itu pula hujan-hujan meteor lainnya yang terdeteksi MWR di Serpong diidentifikasi dan dikaitkan dengan komet yang mungkin menyebabkannya.
Karakteristik orbit benda-benda langit mengitari matahari dinyatakan oleh elemen-elemen orbitnya yang menyatakan secara spesifik bentuk kelonjongan orbit, posisi terdekat dan terjauh terhadap matahari, kemiringan bidang orbitnya terhadap bidang ekliptika (bidang orbit bumi), dan posisi titik perpotongan orbitnya pada bidang ekliptika. Dengan menganalisis elemen-elemen orbit komet dapat ditentukan komet-komet apa saja lintasannya dekat dengan orbit bumi. Demikian juga dapat ditentukan kapan akan terjadi hujan meteor bila bumi melintasi orbit komet tersebut. Dari analisis itu diketahui bahwa antara 1 Januari dan 1 April bumi paling sedikit bertemu dengan lintasan komet, sedangkan antara 1 Oktober – 1 Desember terbanyak.
Dari 153 komet periodik yang saya pelajari, diketahui bahwa 33 komet mempunyai orbit yang melintas dekat orbit bumi. Kemudian dengan menganalisis jarak terdekat ke-33 orbit komet itu, disimpulkan bahwa secara teoritik komet yang menyebabkan atau berpotensi menyebabkan hujan meteor sebanyak 21 komet dengan kemungkinan menyebabkan 30 kali hujan meteor setiap tahun.
Penyebab Hujan Meteor
Menurut pengamatan radar meteor di Serpong diketahui bahwa jumlah meteor yang memasuki bumi secara umum naik turun secara periodik (sinusoidal). Pola umum itu diduga kuat disebabkan oleh meteor sporadik akibat masuknya debu-debu antarplanet (meteoroid) yang bervariasi akibat perubahan lintang bumi pada kedudukan “haluan” sepanjang orbit bumi. “Haluan” bumi dalam hal ini adalah titik terdepan pada bola bumi selama beredar di orbitnya yang terletak pada bidang ekliptika. Perubahan lintang “haluan” bumi disebabkan oleh kemiringan equator 23,5o terhadap ekliptika.
Di samping pola umum itu di dapati juga ada kenaikan jumlah meteor secara mendadak pada waktu-waktu tertentu. Kenaikan mendadak itu disebabkan oleh hujan meteor, terutama akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer Bumi. Setidaknya dijumpai adanya 25 kali hujan meteor dalam satu tahun, sebagian diantaranya “baru” (belum/tidak terkenal). Dari identifikasi hujan meteor tersebut, 18 titik lintasan komet yang menyebabkan 19 kali hujan meteor. Sekali hujan meteor mungkin disebabkan oleh lebih dari satu lintasan komet yang berdekatan. Demikian juga sebuah komet mungkin menyebabkan dua kali hujan meteor.
Hujan meteor utama yang telah lama diketahui komet penyebabnya juga terlihat jelas pada pada data MWR: Hujan meteor Eta Aquarids (oleh komet Halley) tampak pada tanggal 2 – 9 Mei. Hujan meteor Perseids (oleh komet Swift-Tuttle) tampak pada tanggal 7 – 15 Agustus. Hujan Meteor Taurids (komet Encke) tampak pada tanggal 3 – 9 November.
Pada tanggal 6 Mei bumi melintasi orbit komet Halley yang lintasannya berada pada jarak 10,5 juta km di “bawah” (selatan) bidang ekliptika (bidang orbit bumi). Karena sebaran debu-debu komet itu melebar, bumi akan merasakan hujan meteor sebelum tanggal 6 Mei dan beberapa hari sesudahnya. Hujan meteor Eta Aquarids memang biasa terjadi pada tanggal 3 – 10 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 – 5 Mei. Dan data MWR menunjukkan bahwa hujan meteor itu terjadi antara tanggal 2 – 9 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 mei.
Data pengamatan hujan meteor menunjukkan adanya beberapa puncak pada hujan meteor Eta Aquarids ini dan juga Orionids. Variasi jumlah meteor itu menunjukkan bahwa distribusi debu-debu komet Halley itu tidak merata.
Lintasan komet Swift-Tuttle (yang diduga akan menabrak bumi pada tahun 2026) merupakan yang terdekat dengan bumi dan nyaris tepat memotong orbit bumi. Lintasannya berada di belahan utara (“atas”) orbit bumi pada jarak sekitar 2 juta km. Bumi memotong lintasan komet Swift-Tuttle pada tanggal 13 Agustus. Ini akan menyebabkan bumi mengalami hujan meteor sekitar tanggal 13 Agustus. Memang, hujan meteor Perseids biasanya terjadi antara tanggal 7 – 15 Agustus dengan puncaknya pada tanggal 12 – 13 Agustus. Data MWR menunjukkan adanya hujan meteor pada tanggal 7 – 15 Agustus dengan dua puncak utama, tanggal 10 dan 15 Agustus. Menurut Lindblad & Porubcan (1994) adanya dua puncak hujan meteor Perseid bisa disebabkan karena orbit gugus meteoroid lama bergeser dari orbit gugus meteoroid baru.
Pada tanggal 1 November bumi melintasi orbit komet Encke yang berada pada ketinggian 29 juta km di “atas” orbit bumi. Ini menyebabkan hujan meteor yang dihasilkannya terutama terjadi sesudah tanggal 1 November ketika bumi melintas di dekat gugusan meteoroidnya. Hujan meteor yang terdeteksi oleh MWR terjadi pada tanggal 3 – 9 November. Biasanya hujan meteor Taurids memang teramati antara tanggal 23 Oktober dan 20 November dengan puncaknya pada tanggal 4 – 7 November.
Hal yang menarik, komet Hartley juga mempunyai kemungkinan besar memberikan kontribusi hujan meteor 3 – 9 November itu. Jarak lintasannya ke orbit bumi lebih dekat (5,5 juta km) dari pada lintasan komet Encke (28 juta km). Melihat jarak terdekatnya terjadi pada tanggal 5 November, komet ini menyebabkan hujan meteor terutama sesudah tanggal 5 November. Jadi, hujan meteor 3 – 9 November yang terdeteksi MWR disebabkan oleh dua komet: Encke dan Hartley.

Sumber dari :
https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/20/komet-komet-penyebab-hujan-meteor/




 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar