Disusun
oleh : Lailatul Jannah
PERNYATAAN
UMUM
Penggusuran merupakan
pengusiran paksa baik secara langsung ataupun tidak langsung yang dilakukan
pemerintah setempat terhadap penduduk yang menggunakan sumber daya lahan untuk
keperluan hunian maupun usaha. Penggusuran tersebut kerap terjadi di wilayah
urban, dengan dalih karena keterbatasan dan mahalnya lahan, sedangkan di
wilayah rural penggusuran biasanya terjadi atas nama pembangunan proyek
prasarana besar seperti bendungan dan lainnya.
Berikut pola-pola
penggusuran paksa yang kerap terjadi, antara lain :
1.
Kekerasan dan penggunaan kelompok urban dan
organisasi kepemudaan oleh pemerintah. Dalam hal ini warga biasanya akan
bertahan bilamana terjadi penggusuran, bentrok fisik antara pihak penggusur dan
warga seringkali terjadi dan mengakibatkan korban fisik dan jiwa. Oleh karena
seringnya aparat-aparat seperti trantib, polisi dan militer biasanya dibantu
oleh kelompok-kelompok preman, maka memaksa warga yang bertahan untuk terlibat
dalam kekerasan.
2.
Penggusuran dan kriminalisasi. Dalam hal ini
penggusuran dapat menyebabkan kriminalisasi, salah satu contoh dalam hal
terjadi penggusuran, setelah dilakukan penggusuran maka akan dilakukan
pemagaran terhadap lokasi yang ditertibkan. Dan warga merespon dengan dara
merusak pagar yang kemudian dilanjutkan dengan kriminaslisasi.
URUTAN SEBAB-AKIBAT
Penggusuran disebabkan
berbagai macam faktor yaitu:
1. Tingkat
Urbanisasi Yang Meningkat
Tingginya
tingkat urbanisasi juga meningkatakan meningkatnya jumlah penduduk dan
investasi modal ke dalam kotameningkatnya jumlah penduduk dan investasi modal
ke dalam kota. Pertumbuhantersebut membutuhkan ruang lahan untuk
perkembangannya, sehingga permukimaninformal tidak lagi dapat ditoleransi
keberadaannya karena lahan yang mereka gunakan dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan perkembangan tersebut.
Proyek
infrastruktur skala besar:
Mayoritas
kota di Asia berlomba-lomba untuk menjadi tuan rumah dari kegiatan investasi
modal. Untuk menarik para investor,dibutuhkan infrastruktur kota yang lengkap,
termasuk adanya jalur transportasi kilat, selokan, ketersediaan air, jaringan
listrik dan sistem angkutan masal. Sebetulnya kebutuhan kota akan infrastruktur
tersebut diatas dapat dipahami, akan tetapi seringkalidi dalam perencanaan dan
pelaksanaannya, proyek-proyek tersebut menggusur kaum miskin dalam skala besar
dan dalam jumlah yang terus meningkat.
2. Kekuatan
pasar:
Di
kota, kekuatan pasarlah yang menentukan pemanfaatanlahannya. Pemerintah pun
mulai mengadopsi pola pikir seperti ini dan akhirnyasemakin banyak tanah milik
negara yang digunakan untuk menjaring keuntungan,dan bukan untuk kepentingan
sosial. Akibatnya, kaum miskin tergusur karena tanahtersebut digunakan untuk
membangun pertokoan atau malatau kondominium. Dimasa lalu, penggusuran terjadi
dalam pola yang tidak beraturan, akan tetapi akhir-akhir ini, dengan
meningkatnya spekulasi pertanahan dan terbentuknya jaringan kegiatanekonomi
skala internasional, frekuensi dan skala penggusuran terus meningkat.
3. Upaya
“mempercantik” kota:
Untukmenarik
perhatian investor, kota berusaha menata wajah kotanya agar sesuai dengan
standar ‘kelas tingkat dunia’. Keberadaan permukiman kumuh dan informal –
sertakaum miskin – bertentangan dengan kesanyang ingin ditampilkan.Sehingga, usahauntuk
mempercantik kota seringkali menjadi penyebab penggusuran.
Peraturan
yang tidak efektif:
Peraturan
dan prosedur yang melindungi masyarakat dari penggusuran ataupun memberikan
jaminan kepemilikan lahan sulitditemukandi kota-kotaAsia.Apabila adapun, mudah
dipatahkankarenaadanyapermainan kekuatan yang tidak seimbang antara kaum miskin
dengan pemerintahdan pengembang. Ada juga institusi yang menentang penggusuran
paksa dan memilikipanduan pemukiman kembali yang sangat baik bagi proyek-proyek
yang berdampakpenggusuran. Akan tetapi, panduan tersebut seringkali terlupakan
di lapangan.
Berikut beberapa akibat dari
penggusuran :
1. Penggusuran sebagai akibat konflik bersenjata. Operasi
keamanan yang dilakukan pemerintah Indonesia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
menyebabakan lebih dari 100.000 orang kehilangan tempat tinggal. Sejak
pertengahan tahun 2000, 5.200 warga
sipil dihancurkan dan 3.500 rumah lainnya dibakar dalam konflik bersenjata.
Pada bulan Juli 2003, operasi militer di Papua menyebabkan seribu pendududk
kehilangan tempat tinggal, serta
rusaknya rumah dan hasil pertanian mereka. Sementara di Timor Timur Pemerintah
Indonesia menolak bertanggungjawab atas kerusakan 50% perumahan dan membayar
ganti rugi kepada para korban kekerasan di negara baru itu yang terjadi pada
1999.
2. Pengusuran sebagai akibat konflik sumber daya alam. Pada 29
November hingga 4 Desember 2005 aparat kepolisian setempat menggusur secara
paksa penduduk di desa Kontu, Kab. Muna,
Sulawesi Tenggara. Tindakan ini menyebabkan 150 rumah terbakar dan dihancurkan,
25 warga terluka, serta ratusan warga (termasuk perempuan dan anak-anak)
terpaksa hidup di gedung pertemuan desa. Penggusuran dan penangkapan warga
sudah dilakukan oleh Pemkab Muna sejak akhir Desember 2002. Masyarakat dituduh
telah mendududki lahan yang tidak sah, yang ditetapkan pemerintah sebagai hutan
lindung. Padahal masyarakat telah menetap di kawasan tersebut lama sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai
hutan lindung. Lahan tersebut bahkan telah lama dikelola dan ditanami tanaman
jati oleh masyarakat
Solusi untuk masalah ini
pemerintah memberi beberapa pilihan yaitu diantaranya :
1. Uang
ganti rugi
Yaitu pemberian uang atas rumah yang di
gususr.
2. Pemindahan
warga ke rusun .
Warga akan dipindahkan ke rusun yang sudah
disiapkan oleh pemerintah.
sumber : jakarta 2 mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar