DISUSUN OLEH : ANISYHA LUTFIYAH JURNILIA
(
Pernyataan Umum )
Tsunami
adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut
secara vertical dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bias disebabkan
oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut,
longsor bawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat
merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah
tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang
tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500 – 100 km per jam. Setara dengan
kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1
meter. Laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah
laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga
sekitar 30 km per jam.
(
Urutan Sebab Akibat )
Tsunami
dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar
air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jjatuh
ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman
sejarah bebrapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika
meletusnya Gunung Krakatau. Gerakan vertical pada kerak bumi, dapat
mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan
terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi
gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan
gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut dimana gelombang terjadi,
dimana kecepatannya bias mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami
mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya
sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang
tsunami hanya bebrapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai
tinggi gelombangnya bisa mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan
jauh dari garis pantai dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan
bisa beberapa kilometer. Gempa yang menyebabkan tsunami yaitu Gempa bumi yang
berpusat di tengah laut dan dangkal ( 0 – 30 km ), Gempa bumi dengan kekuatan
sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter, Gempa bumi dengan pola sesar naik atau
sesar turun.
Gerakan
vertical ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak
terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng
benua. Tanah longsor yang terjadi di dasar laut serta runtuhan gunung api juga
dapat mengakibatkan gangguan air laut yang dapat menghasilkan tsunami. Gempa
yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan bumi. Akibatnya, dasar laut
naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan air laut yang berada di
atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda kosmis atau meteor yang
jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini cukup besar, dapat terjadi
tsumani yang tingginya mencapai ratusan meter.
Banyak
kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai
system peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian
tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai insitusi seismologi di
berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui
perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang terhubung dengan satelit.
Perekam tekanan di dasarlaut bersama-sama dengan perangkat yang mengapung di
laut buoy, dapat di gunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut
dalam. System sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan
awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawaii pada tahun 1920-an.
Kemudian, system yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya
tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika Serikat
membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke
jaringan data dan peringatan Internasional pada tahun 1965.
Pemerintah
Indonesia, dengan bantuan Negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem
Peringatan Dini Tsunami Indonesia ( Indonesian Tsunami Early Warning
System-InaTEWS). Sistem ini berpusat pada Badan Meteorlogi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan
peringatan tsunami jika terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami.
System yang ada sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan
dapat mengeluarkan 3 tingkat peringatan sesuai dengan hasil perhitungan Sistem
Pendukung Pengambilan Keputusan ( Decision Support System – DSS).
Wilayah di
sekeliling Samudra Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang
mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah
di sekeliling Samudra Hindia sedang membangun Indian Ocean Tsunami Warning
System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia.
Cara
penanggulangan tsunami yaitu melaksanakan evakuasi secara intensif,
melaksanakan pengelolaan pengungsi, melakukan terus pencarian orang hilang, dan
pengumpulan jenazah, membuka dan hidupkan jalur logistic dan lakukan resuplay
serta pendistribusian logistic yang diperlukan, membuka dan memulihkan jaringan
komunikasi antar daerah atau kota dan lain-lain.
Dampak
negative yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya.
Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta
menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air
bersih.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar