Disusun Oleh : Aletha Risye Nurdianti
Judul
: Aksara Hujan
Penulis:
Ariqy Raihan
Penerbit:
Mediakita
Tahun
Terbit: Cetakan Pertama, 2018
Halaman:
200
Harga
: 60.500
Saat melihat buku Aksara Hujan di rak toko buku dan
melihat nama penulisnya, saya teringat dengan tulisan di Storial.co. Ya, saya
mengenal Ariqy Raihan lewat platform menulis tersebut. Saya lupa pernah membaca
tulisannya yang berjudul apa, tetapi saya ingat kalau tulisannya bagus dan saya
suka. Karena alasan itu dan karena sedang ingin beromantis-romantis ria, saya
memilih untuk membawa pulang buku ini.
Di antara rinai hujan yang jatuh di sepanjang
perjalanan, aku menitipkan sepotong rindu pada langit. Menyematkan semoga;
berharap di muara perjalanan ini aku menemukanmu. Lelah selalu mendera; hanya
itu caranya aku menautkan rasa dan menguntainya dalam kata.
Tuhan telah menitipkan tulang rusukku pada seseorang
yang telah dipilih-Nya. Entah siapa. Namun aku percaya, kita ditakdirkan
mendayung perasaan menuju samudra yang sama. Meskipun harus melupakan detik dan
tanggal, itu baik-baik saja. Karena aku mencintaimu, diam-diam; dalam-dalam.
Blurb di sampul belakang terasa sangat puitis dan
menarik hati. Hujan memang identik dengan puisi, perasaan yang terpendam, dan
segala hal yang tak mampu disampaikan. Saya sudah menyiapkan diri untuk membaca
kumpulan puisi atau tulisan yang membuat diri ini menjadi melankolis.
Sayang sekali, saat membaca Aksara Hujan, kesan
puitis itu tidak begitu terasa. Entah mengapa, kata-kata puitis yang muncul di
buku ini tidak terlalu mengena. Saya malah seperti sedang mendengar curhatan
teman kuliah yang memendam cintanya dalam-dalam kepada seseorang.
Dulu waktu saya kuliah, saya sempat mengikuti
beberapa blog atau akun tumblr yang berisi puisi atau prosa-prosa romantis
penuh makna khas mahasiswa. Sebut saja Azhar Nurun Ala, Kurniawan Gunadi, dan
Ijonk (Muhammad Adi Nugroho). Entah karena waktu itu masih mahasiswa dan
merasakan hal yang sama atau karena tulisan mereka yang memang bagus, rasanya
mengenaaaa banget. Hal yang tidak saya dapatkan di buku ini.
Bukan berarti isi buku ini jelek atau payah, tetapi
apa yaa, seperti ada sesuatu yang kurang. Bagi saya sih kurang mengena. Saya
tidak tahu apakah itu karena sekarang saya bukan mahasiswa lagi dan sudah lama
meninggalkan perasaan-perasaan itu atau karena hal lainnya.
Isi dari Aksara Hujan sendiri adalah kumpulan
curhatan 'Aku' dari bulan Februari 2015 hingga Desember 2016. Benang merahnya
tentu saja tentang Hujan. Hujan dan pencarian akan ‘seseorang’ yang dapat
melengkapi hidup.
Ketika ‘seseorang’ itu muncul bersama Hujan, si Aku
malah tak sanggup mengungkapkan dan akhirnya tenggelam dalam diam. Kemudian, si
Aku merasa gamang memilih antara yang sudah lama ditinggalkan dan tak pernah
menaruh perhatian atau dengan yang sering muncul dan mengusik pikiran.
Sebagai perempuan, jujur saya sedikit gemas dengan
si ‘Aku’. Terlepas tulisan ini murni khayalan atau berangkat dari kisah nyata
yang ‘dipoles’, saya benar-benar gemas dengan lelaki yang diam-diam saja
padahal menyimpan rasa pada seorang perempuan dan malah tenggelam dalam
kebingungannya tanpa pergerakan apa-apa.
Ya, kalau beneran suka dan yakin, cobalah usahakan
supaya bisa bersanding dengannya di pelaminan, hehehe. (Maaf ya, para cowok.
Ini sebenarnya ujaran jujur dari seorang perempuan.) Ya, tetapi saya juga
berusaha memahami bahwa melangkah lebih jauh ke jenjang pernikahan juga butuh
pertimbangan dan persiapan yang panjang.
Nah, kan, malah nyambung-nyambung ke pernikahan
segala. Intinya, sih, saya berekspektasi cukup tinggi dengan buku ini karena
saya membaca tulisan Ariqy di Storial.co itu bagus. Selain Aksara Hujan, ada
Senja Pertama dan Lampion Senja karya penulis yang telah diterbitkan.
Mudah-mudahan karya selanjutnya lebih mantap lagi.
Di
antara rinai hujan yang jatuh di sepanjang perjalanan, aku menitipkan sepotong
rindu pada langit. Menyematkan semoga; berharap di muara perjalanan ini aku
menemukanmu. Lelah selalu mendera; hanya itu caranya aku menautkan rasa dan
menguntainya dalam kata.
Tuhan
telah menitipkan tulang rusukku pada seseorang yang telah dipilih-Nya. Entah
siapa. Namun aku percaya, kita ditakdirkan mendayung perasaan menuju samudra
yang sama. Meskipun harus melupakan detik dan tanggal, itu baik-baik saja.
Karena
aku mencintaimu, diam-diam; dalam-dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar