Disusun Oleh : Refiana Ayu Saputri
Judul : Hujan
Penulis : Tere
Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Umum
Tahun terbit : 2016
Tempat terbit :
Jakarta
Tebal buku : 320 halaman 20 cm
Harga buku : 79.500
Novel Hujan ini
menceritakan tentang kisah dua tokoh utamanya yang bernama Lail dan Esok. Kedua
tokoh ini dipertemukan pasca terjadi bencana gunung meletus tahun 2042. Efek
dari Gunung meletus ini teramat dahsyat, disamping telah meluluhkan lantakkan
sebagian besar isi bumi, bencana alam ini hanya menyisakan 10% manusia di bumi
dan juga mengacaukan iklim serta cuaca bumi.
Tokoh laki-laki
bernama Esok atau yang bernama lengkap Soke Bahtera ini digambarkan sebagai
anak muda yang jenius dan pintar. Pada usia 16 tahun harus pindah ke ibukota
melanjutkan sekolah dan berhasil menciptakan mobil terbang yang pertama.
Sementara tokoh wanita yang bernama Lail memiliki karakter sebagai gadis
sederhana yang hidup di panti sosial dan akhirnya menjadi seorang relawan
kemanusiaan dan bersekolah di sekolah perawat.
Lail ternyata
mempunyai perasaan lebih pada Esok. Perasaan ini ia pendam bertahun-tahun
lamanya, tanpa pernah bisa mengungkapkannya. Sedangkan Esok tidak pernah punya
waktu lebih untuk menghubungi atau menemani Lail karena kesibukannya.
Mengambil latar
tahun 2042-2050, novel ini mengandung genre science-fiction yang dibumbui oleh
kisah roman percintaan remaja. Didalamnya diceritakan tentang dunia di masa
depan dengan teknologi yang sangat canggih. Ilmu pengetahuan dan teknologi
sudah menggantikan peran manusia. Manusia sangat dimanja, dimana tak perlu lagi
memasak, menjahit baju, bepergian dengan sopir dan lain sebagainya. Namun
manusia tidak bisa meninggalkan kodratnya yang memiliki rasa cinta, benci,
rindu, sedih, senang dan sebagainya. Hal-hal Inilah yang menjadi konflik
jalannya cerita.
Cerita dimulai
dengan peristiwa kedatangan Lail ke Pusat Terapi Saraf untuk memodifikasi
ingatannya. Ketika ditanya apa yang ingin dilupakan, Lail menjawab “aku ingin
melupakan hujan” . Ceritapun bergulir. Dengan dibantu oleh Elijah seorang
paramedis senior, Lail menceritakan seluruh kisah hidupnya sejak peristiwa
bencana alam tersebut hingga saat dia mendatangi pusat terapi syaraf tersebut.
Cerita kemudian
bergulir dengan sangat apik dan membuat ending yang sangat-sangat tidak
mengecewakan.
Materi bahasa
didalam novel ini cukup ringan dan mudah dipahami. Meski halamannya cukup tebal
Namun dalam novel ini segala sesuatunya terasa pas. Alurnya tidak membosankan
dan sudah sesuai dengan jalan cerita, tidak terasa di panjang-panjangkan atau
dilambat-lambatkan. Bahkan di beberapa bagian ada yang dipercepat ceritanya.
Jalan ceritanya senfiri tidak bisa ditebak sama sekali.
Banyak
kejutan-kejutan yang terjadi dalam novel ini dan tidak pernah dibayangkan
sebelumnya. Misalnya adanya musim dingin berkepanjangan akibat efek gunung
meletus. Kemudian karena campur tangan manusia, musim dingin ini berubah
menjadi musim panas yang akhirnya menjadi malapetaka. Musim panas terjadi tanpa
tahu kapan berakhirnya. Hujan juga tidak lagi turun ke bumi. Hal-hal seperti
ini membuat imajinasi pembaca melambung tinggi.
Belum lagi
dengan kecanggihan teknologi yang bisa membuat anting-anting sebagai pemandu
online, sistem transportasi tanpa supir, alat komunikasi yang tertanam di tangan
dan sebagainya. Semuanya terasa nyata dan pasti bisa terjadi di masa depan.
Tidak adanya
daftar isi dan sinopsis di sampul belakang juga menjadi daya tarik tersendiri
dalam novel ini. Hal ini akan membuat para pembacanya penasaran dan tidak ada
pilihan lain selain terus membaca hingga akhir.
Menurut saya,
tokoh Lail dalam novel ini karakternya kurang kuat. Dia hanya seorang gadis
lemah, cengeng dan tidak mempunyai inisiatif apa-apa. Keberhasilannya dalam
berbagai hal di dalam cerita karena ajakan dari temannya Maryam. Tanpa Maryam,
Lail tak akan bisa meraih apapun. Seharusnya sebagai tokoh utama, Tere Liye
menempatkan Lail sebagai inisiator bukan tokoh yang mengikuti apapun kemauan
temannya walaupun itu hasilnya baik juga.
Beberapa bagian
dalam novel ini menyatakan kalimat “secanggih-canggihnya teknologi, tidak ada
yang dapat menandingi kekuasaan Tuhan”. Hal itu dipahami oleh semua orang di
dalam cerita. Namun demikian entah kenapa Tere Liye tidak menempatkan para
tokoh di dalamnya untuk berdoa dan beribadah. Tidak ada satupun bahasan agama
didalam novel ini, semuanya hanya membicarakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mulai dari awal hingga akhir halaman, saya bertanya-tanya kira-kira agama para
tokoh ini apa za?, ini terasa janggal sekali bagi saya.
Beberapa typo
juga saya temui dalam novel ini, yang paling kentara dan bikin kening berkerut
adalah tentang tugas pertama Lail dan Maryam. Di halaman 120 tertulis “Jika
kalian bersedia, setelah menerima pin besok pagi, kalian akan ditugaskan segera
di Sektor 3 selama liburan panjang”. Namun, dalam halaman 135 tertulis, “Pagi
ini kami berangkat ke Sektor 4, Penugasan pertama dari organisasi”. Sebenarnya Lail itu ditugaskan di sektor 3
atau 4? Semoga cetakan selanjutnya ada jawaban dan bisa diperbaiki.
Terlepas dari
beberapa kekurangan yang ada dalam novel ini, namun saya cukup puas setelah
membacanya. Ada senyum yang terukir pasca membacanya. Efek dalam cerita novel
hujan ini juga membekas hingga beberapa lama. Masih terbayang-bayang
adegan-adegan yang terjadi dalam cerita dan membuat saya tidak bisa move on
dalam seminggu. Yang pasti novel ini telah sukses membuat saya bermain
imajinasi dunia masa depan.
Jika
direnungkan, ada banyak pelajaran tersirat dari cerita novel ini. Novel ini
sangat bagus dan sangat direkomendasikan untuk dibaca siapa saja. Jika kalian
ingin membeli dan membacanya, silakan beli di toko buku terdekekat atau bisa
juga di e-commerce.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar