Kemacetan lalu lintas merupakan fenomena yang
hampir setiap hari terjadi di mana saja dan kapan saja. Kemacetan lalu lintas
menjadi permasalahan sehari-hari yang di temukan di pasar, sekolah, terminal
bus, lampu merah, dan persimpangan jalan raya maupun persimpangan rel kereta
api. Kemacetan yang paling parah terjadi di kota-kota besar seperti di Jakarta,
Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makassar, Palembang, Denpasar, Jogjakarta
dan kota-kota besar lainnya yang ada di Indonesia.
Definisi Kemacetan Lalu Lintas
Kemacetan adalah
kondisi di mana arus lalu lintas yang lewat pada arus jalan yang di tinjau
melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas
ruas jalan tersebut mendekati atau melebihi 0 Km/jam sehingga menyebabkan
terjadinya antrian kendaraan. Pada saat terjadinya kemacetan, nilai derajat
kejenuhan pada ruas jalan akan di tinjau di mana kemacetan akan terjadi bila
nilai derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5. (MKJI, 1997)
Jika arus lalu
lintas mendekati kapasitas, kemacetan akan terjadi. Kemacetan semakin meningkat
apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama
lain. Kemacetan total apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak lambat. (
Ofyar Z Tamin, 2000)
Penyebab Terjadinya Kemacetan Lalu Lintas
Beberapa pendapat ilmiah yang sudah di terima
masyarakat umum tentang penyebab kemacetan antara lain kurangnya ruas jalan,
banyaknya mobil pribadi, kurangnya angkutan umum dan tidak di tegakkannya
peraturan lalu lintas.
Faktor penyebab Kemacetan
1. Infrastruktur jalan
Banyak
kemacetan yang disebabkan karena kendaraan terjebak oleh kerusakan jalan. Di
titik-titik yang rusak terpaksa pengendara memperlambat laju untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan. Apabila jalan tersebut sempit maka otomatis
antrian kendaraan akan membuat kemacetan yang panjang. Kerusakan jalan ini
disebabkan antara lain tidak adanya saluran drainase, setiap musim hujan air
tidak bisa mengalir dari badan jalan sehingga menyebabkan permukaan jalan
menjadi rusak. Oleh sebab itu pembangunan drainase yang baik cukup signifikan
mengurangi kemacetan.
2. Gali menggali lubang
Hobi
pembangunan utilitas dengan menggali pinggiran jalan menyumbang penyebab
kemacetan. Hampir setiap dua atau
tiga bulan sekali sering di jumpai penggalian kabel, serat optik, listrik dan
sejenisnya. Dampak dari penggalian itu selain mengganggu arus lalu lintas pada
saat pekerjaan berlangsung juga setelah pekerjaan selesai. Biasanya bekas
galian di tutup sekenanya sehingga pengendara cenderung menghindari tempat itu.
Lajur kiri yang seharusnya aman untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda motor
menjadi tidak nyaman lagi. Bahkan angkot dan kendaraan umum bergeser ke tengah
pada saat ngetem. Penertiban proyek gali menggali ini
harus diperketat agar kemacetan bisa berkurang.
3.
Rekayasa
lalu lintas
Tidak tertatanya
jalur untuk putar balik, persimpangan dan penataan arah ikut menyumbang
kemacetan. Beberapa putaran balik yang dikelola polisi cepek membuat jalan menjadi semrawut.
Di beberapa tempat bahkan tembok jalan di hancurkan untuk membuat jalur putar
balik. Posisi putaran balik menjadi tidak terkendali sehingga bersinggungan
dengan persimpangan. Banyaknya persimpangan jalan yang tidak teratur alurnya
membuat kemacetan di saat-saat jam padat. Sebenarnya apabila dipersimpangan tersebut
tersedia lampu lalu lintas maka kemacetan dapat di kurangi. Biaya memperbaiki
lampu lalu lintas lebih murah daripada membuat jalan terusan baru. Rekayasa
lalu lintas perlu dilakukan di jalur-jalur tertentu seperti pembatasan jam dan
penataan jalur satu arah.
4. Parkir di badan jalan
Definisi
parkir di badan jalan bukan hanya berlaku pada angkutan umum yang ngetem tetapi juga pada parkir liar
kendaraan pribadi. Biasanya pemilik kendaraan memilih memarkir di sepanjang
jalan karena malas masuk ke tempat parkir resmi atau karena tempat parkir
memang terbatas. Walaupun hanya satu atau dua kendaraan yang parkir, namun pada
saat jam sibuk membuat laju kendaraan lain menjadi lambat sehingga
mengakibatkan kemacetan. Apalagi di tempat-tempat tertentu yang parkirnya
memakan hampir seluruh badan jalan, maka laju kendaraan lain bisa terhambat
sama sekali. Seharusnya kita semua
memiliki kesadaran untuk tidak parkir di sepanjang jalan demi kepentingan
bersama.
5. Menyebrang jalan tidak pada
tempatnya
Yang ini
bekaitan dengan sikap dan perilaku. Banyak para penyebrang jalan yang seenaknya
menyebrang tidak pada tempatnya. Menyedihkannya lagi, “pelaku-pelaku”-nya tidak
memandang status sosial pendidikan dan pekerjaan. Kalau di tempat yang memang
tidak di sediakan sarana penyebrangan hal ini dapat di maklumi. Namun di beberapa tempat yang jelas-jelas ada zebra cross apalagi jembatan
penyebrangan masih banyak yang tidak memanfaatkannya. Bahkan di tempat kampus
dan kantor terkenal yang notabene-nya
tempat orang berpendidikan banyak yang menyebrang jalan sembarangan. Pengendara
harus ekstra hati-hati dan berjalan pelan agar tidak menabrak si penyebrang sehingga
dapat menyebabkan kemacetan.
6. Menunggu angkutan umum sembarangan
Perilaku
yang ini adalah akibat simbolis mutualisme antara penumpang dan angkutan umum.
Selama ini angkutan umum yang menaik-turunkan penumpang sembarangan di kenai
denda resmi maupun tidak resmi, namun pihak penumpang selalu aman, padahal justru
penumpang itulah yang seharusnya di kenai sanksi. Angkutan umum tentu saja
berusaha mencari penumpang, di manapun, kapanpun dan akan melakukan apapun
termasuk berhenti sembarangan. Penumpanglah yang seharusnya memposisikan diri
sehingga angkutan umum akan mengikuti keinginan penumpang yang turun tidak di
depan halte dan dapat menyebabkan kemacetan.
7. Pedagang Kaki Lima
Yang ini
berkaitan dengan sikap, perilaku dan kesadaran. Masih banyak para pedagang
nakal yang nekat tetap berjualan di pinggir jalan atau di jalur pejalan kaki.
Padahal pihak kepolisian sudah sering sekali melakukan razia untuk menertibkan
para pedagang kaki lima, tetapi mereka tetap berjualan lagi di pinggir jalan. Mungkin,
akibat kurangnya lokasi atau tempat khusus untuk mereka berdagang membuat para
pedagang tersebut tetap nekat untuk berjualan di pinggir jalan. Ulah para
pedagang nakal ini lah yang turut serta ikut menyumbang kemacetan.
8.
Penambahan
jumlah kendaraan yang tidak di sertai dengan penambahan ruas jalan
Akibat dari
penambahan jumlah kendaraan meningkat dengan pesat sementara pertambahan jalan
tidak ada pertambahan yang signifikan, hal ini dapat menimbulkan kemacetan yang
cukup panjang apalagi jika jalan yang dilalui adalah jalan yang menuju ke tempat
rekreasi dan jalan raya arteri. Pasti jalan tersebut akan mengalami kemacetan.
Pemerintah seharusnya lebih tegas lagi dalam menegakkan peraturan tentang
kepemilikan kendaraan pribadi sehingga jumlah kendaraan tidak melebihi jumlah
ruas jalan yang tersedia.
9.
Jakarta
sebagai Ibukota Negara
Jakarta sebagai
Ibukota Republik Indonesia diapit oleh beberapa daerah seperti Bogor, Bekasi,
Tanggerang, dan Depok. Di mana banyak masyarakat atau penduduk yang bertempat
tinggal di daerah-daerah tersebut bekerja di Jakarta. Bisa dibayangkan kalau sebagian
besar dari mereka menggunakan kendaraan ditambah dengan penduduk Jakarta yang
terus bertambah. Jakarta jadi membludak
dan akibatnya kemacetan terjadi di mana-mana. Sebenarnya pemerintah sudah
menyiapkan kendaraan umum seperti Busway tetapi, jumlah busway yang terdapat
juga kurang memadai sehingga banyak masyarakat yang beranggapan “lebih baik
membawa kendaraan pribadi daripada
menggunakan kendaraan umum”.
Ok
BalasHapus