Oleh : Ahmad Fauzi
1. Pernyataan Umum
Hujan meteor adalah fenomena astronomi yang terjadi ketika sejumlah meteor terlihat bersinar pada langit malam. Meteor ini terjadi karena adanya serpihan benda luar angkasa yang
dinamakan meteoroid,
yang memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi. Ukuran meteor
umumnya hanya sebesar sebutir pasir,
dan hampir semuanya hancur sebelum mencapai permukaan Bumi. Serpihan yang
mencapai permukaan Bumi disebut meteorit.
Hujan meteor umumnya terjadi ketika Bumi melintasi dekat orbit sebuahkomet dan melalui serpihannya.
Komet
yang mendekat matahari selalu melepaskan gas dan debu yang tampak sebagai ekor
komet. Debu-debu komet itu yang tertinggal di sepanjang lintasan orbitnya
merupakan gugusan meteoroid yang bisa menyebabkan hujan meteor di bumi bila
bumi melintasi lintasan komet tersebut. Dampak hujan meteor terhadap bumi
antara lain berupa ionisasi di ionosfer dan penumpukan aerosol di stratosfer.
Menurut
penelitian, gugusan meteoroid itu sifatnya berbeda-beda tergantung umurnya. Ada yang masih padat
tetapi terkonsentrasi di sekitar inti komet sehingga hanya akan menyebabkan
hujan meteor periodik, sesuai dengan waktu kehadiran komet mendekat bumi.
Golongan ini diwakili oleh hujan meteor Draconids (pada awal Oktober) tahun
1933, 1946 dan 1985 yang disebabkan oleh komet Giacobini-Zinner.
Golongan
ke dua gugusan meteoroid tipis di sepanjang lintasannya, tetapi di dekat
kometnya kerapatannya tinggi, misalnya gugusan meteoroid Leonids (penyebab
hujan meteor 14-19 November) yang disebabkan oleh komet Tempel-Tuttle. Golongan
ke tiga adalah gugusan meteoroid yang tersebar merata di sepanjang lintasannya
yang menyebabkan hujan meteor yang hampir seragam intensitasnya setiap tahun,
misalnya hujan meteor Geminids (11-16 Desember) yang disebabkan oleh komet yang
telah mati, asteroid Phaethon. Makin tua umurnya gugusan meteorid itu makin
tipis dan akhirnya tidak menunjukkan lagi gejala hujan meteor.
Beberapa
hujan meteor telah diidentifikasikan berkaitan dengan komet yang masih aktif,
seperti hujan meteor Eta Aquarids (3-10 Mei) dan Perseids (7-15 Agustus)
yang masing-masing disebabkan oleh komet Halley dan Swift-Tuttle. Beberapa
lainnya dikaitkan dengan komet yang telah hancur, seperti hujan meteor
Andromedids (5-23 November) akibat komet Biela yang telah hancur, atau komet
yang telah mati, seperti hujan meteor Geminids yang diakibatkan oleh komet mati
yang tinggal intinya berupa asteroid Phaethon. Dan beberapa hujan meteor
lainnya belum diketahui komet-komet penyebabnya seperti hujan meteor
Quadrantids 2 – 5 Januari.
Orbit
Komet
Untuk
mengetahui komet-komet penyebab hujan meteor maka orbit (lintasan) komet-komet
periodik dianalisis dan dicari yang mempunyai kemungkinan menyebabkan hujan
meteor di bumi. Ini kemudian dibandingkan dengan hujan meteor yang terdeteksi
oleh Meteor Wind Radar (MWR) di Serpong (dioperasikan secara kerjasama antara
LAPAN, BPPT, dan Universitas Kyoto). Pendekatan yang dilakukan agak berbeda
dari yang biasa dilakukan para peneliti sebelumnya yang mengkaji elemen orbit
meteoroid dan membandingkannya dengan elemen orbit komet. Cara seperti itu
rumit dan memerlukan data pengamatan hujan meteor secara visual, fotografi,
atau pemantauan TV untuk menentukan arah datangnya meteor. Cara itu tidak
mungkin dilakukan bila hanya menggunakan data MWR.
Dengan pendekatan
itu dapat didentifikasikan kembali hujan meteor utama yang memang telah
diketahui komet penyebabnya. Maka dengan pendekatan serupa itu pula hujan-hujan
meteor lainnya yang terdeteksi MWR di Serpong diidentifikasi dan dikaitkan
dengan komet yang mungkin menyebabkannya.
Karakteristik
orbit benda-benda langit mengitari matahari dinyatakan oleh elemen-elemen
orbitnya yang menyatakan secara spesifik bentuk kelonjongan orbit, posisi
terdekat dan terjauh terhadap matahari, kemiringan bidang orbitnya terhadap
bidang ekliptika (bidang orbit bumi), dan posisi titik perpotongan orbitnya
pada bidang ekliptika. Dengan menganalisis elemen-elemen orbit komet dapat
ditentukan komet-komet apa saja lintasannya dekat dengan orbit bumi. Demikian
juga dapat ditentukan kapan akan terjadi hujan meteor bila bumi melintasi orbit
komet tersebut. Dari analisis itu diketahui bahwa antara 1 Januari dan 1 April
bumi paling sedikit bertemu dengan lintasan komet, sedangkan antara 1 Oktober –
1 Desember terbanyak.
Dari
153 komet periodik yang saya pelajari, diketahui bahwa 33 komet mempunyai orbit
yang melintas dekat orbit bumi. Kemudian dengan menganalisis jarak terdekat
ke-33 orbit komet itu, disimpulkan bahwa secara teoritik komet yang menyebabkan
atau berpotensi menyebabkan hujan meteor sebanyak 21 komet dengan kemungkinan
menyebabkan 30 kali hujan meteor setiap tahun.
2.
Urutan Sebab dan Akibat Hujan Meteor
Menurut
pengamatan radar meteor di Serpong diketahui bahwa jumlah meteor yang memasuki
bumi secara umum naik turun secara periodik (sinusoidal). Pola umum itu diduga
kuat disebabkan oleh meteor sporadik akibat masuknya debu-debu antarplanet
(meteoroid) yang bervariasi akibat perubahan lintang bumi pada kedudukan
“haluan” sepanjang orbit bumi. “Haluan” bumi dalam hal ini adalah titik
terdepan pada bola bumi selama beredar di orbitnya yang terletak pada bidang
ekliptika. Perubahan lintang “haluan” bumi disebabkan oleh kemiringan equator
23,5o terhadap
ekliptika.
Di
samping pola umum itu di dapati juga ada kenaikan jumlah meteor secara mendadak
pada waktu-waktu tertentu. Kenaikan mendadak itu disebabkan oleh hujan meteor,
terutama akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer Bumi. Setidaknya dijumpai
adanya 25 kali hujan meteor dalam satu tahun, sebagian diantaranya “baru”
(belum/tidak terkenal). Dari identifikasi hujan meteor tersebut, 18 titik
lintasan komet yang menyebabkan 19 kali hujan meteor. Sekali hujan meteor
mungkin disebabkan oleh lebih dari satu lintasan komet yang berdekatan.
Demikian juga sebuah komet mungkin menyebabkan dua kali hujan meteor.
Hujan meteor
utama yang telah lama diketahui komet penyebabnya juga terlihat jelas pada pada
data MWR: Hujan meteor Eta Aquarids (oleh komet Halley) tampak pada tanggal 2 –
9 Mei. Hujan meteor Perseids (oleh komet Swift-Tuttle) tampak pada tanggal 7 –
15 Agustus. Hujan Meteor Taurids (komet Encke) tampak pada tanggal 3 – 9
November.
Pada
tanggal 6 Mei bumi melintasi orbit komet Halley yang lintasannya berada pada
jarak 10,5 juta km di “bawah” (selatan) bidang ekliptika (bidang orbit bumi).
Karena sebaran debu-debu komet itu melebar, bumi akan merasakan hujan meteor
sebelum tanggal 6 Mei dan beberapa hari sesudahnya. Hujan meteor Eta Aquarids
memang biasa terjadi pada tanggal 3 – 10 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 –
5 Mei. Dan data MWR menunjukkan bahwa hujan meteor itu terjadi antara tanggal 2
– 9 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 mei.
Data pengamatan
hujan meteor menunjukkan adanya beberapa puncak pada hujan meteor Eta Aquarids
ini dan juga Orionids. Variasi jumlah meteor itu menunjukkan bahwa distribusi
debu-debu komet Halley itu tidak merata.
Lintasan
komet Swift-Tuttle (yang diduga akan menabrak bumi pada tahun 2026) merupakan
yang terdekat dengan bumi dan nyaris tepat memotong orbit bumi. Lintasannya
berada di belahan utara (“atas”) orbit bumi pada jarak sekitar 2 juta km. Bumi
memotong lintasan komet Swift-Tuttle pada tanggal 13 Agustus. Ini akan menyebabkan
bumi mengalami hujan meteor sekitar tanggal 13 Agustus. Memang, hujan meteor
Perseids biasanya terjadi antara tanggal 7 – 15 Agustus dengan puncaknya pada
tanggal 12 – 13 Agustus. Data MWR menunjukkan adanya hujan meteor pada tanggal
7 – 15 Agustus dengan dua puncak utama, tanggal 10 dan 15 Agustus. Menurut
Lindblad & Porubcan (1994) adanya dua puncak hujan meteor Perseid bisa
disebabkan karena orbit gugus meteoroid lama bergeser dari orbit gugus
meteoroid baru.
Pada
tanggal 1 November bumi melintasi orbit komet Encke yang berada pada ketinggian
29 juta km di “atas” orbit bumi. Ini menyebabkan hujan meteor yang
dihasilkannya terutama terjadi sesudah tanggal 1 November ketika bumi melintas
di dekat gugusan meteoroidnya. Hujan meteor yang terdeteksi oleh MWR terjadi
pada tanggal 3 – 9 November. Biasanya hujan meteor Taurids memang teramati
antara tanggal 23 Oktober dan 20 November dengan puncaknya pada tanggal 4 – 7
November.
Hal
yang menarik, komet Hartley juga mempunyai kemungkinan besar memberikan kontribusi
hujan meteor 3 – 9 November itu. Jarak lintasannya ke orbit bumi lebih dekat
(5,5 juta km) dari pada lintasan komet Encke (28 juta km). Melihat jarak
terdekatnya terjadi pada tanggal 5 November, komet ini menyebabkan hujan meteor
terutama sesudah tanggal 5 November. Jadi, hujan meteor 3 – 9 November yang
terdeteksi MWR disebabkan oleh dua komet: Encke dan Hartley
Hujan meteor ini merupakan sebuah
fenomena alam yang bisa diprediksikan kapan terjadinya. Hal ini dimungkinkan
karena para ilmuwan sudah mampu menganalisa tentang penyebab terjadinya hujan
meteor yang terjadi secara periodik. Meski pun wilayah yang terkena hujan
meteor ini tidak selalu sama, namun pola waktu kapan peristiwa itu berlangsung
sudah bisa diramalkan.
Penyebab terjadinya hujan meteor ini
adalah diakibatkan adanya pertemuan lintasan orbit komet dan lintasan orbit
bumi. Di mana hal ini terjadi karena lintasan orbit membentuk konsep elips,
yang memungkinkan adanya pertemuan waktu kedua orbit saling berdekatan.
Pada saat berdekatan itulah, volume
meteor yang masuk ke atmostfir bumi mengalami peningkatan secara pesat.
Sehingga hal ini yang menyebabkan terjadinya hujan meteor di sebagian wilayah
bumi.
Dari perhitungan lintasan orbit bumi dan
komet, bisa diketahui waktu yang memungkinkan volume terjadinya hujan meteor
meningkat. Biasanya, hujan meteor akan sering terjadi pada 1 Oktober hingga 1
Desember. Hal itu terjadi karena pada waktu tersebut, orbit bumi dan komet akan
saling berdekatan atau bertemu.
Sementara pada tanggal 1 Januari hingga 1
April, biasanya interval hujan meteor sangat jarang terjadi. Kondisi ini
terjadi karena pada rentang waktu tersebut, lintasan orbit bumi dan komet dalam
posisi yang saling berjauhan.
Sumber dari :
https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/20/komet-komet-penyebab-hujan-meteor/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar