Disusun Oleh : Citra Hafsari
Pernyatan Umum :
Hujan meteor adalah fenomena astronomi yang terjadi ketika
sejumlah meteor terlihat bersinar pada langit malam. Meteor ini terjadi karena adanya serpihan benda luar angkasa yang dinamakan meteoroid, yang memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi.
Ukuran meteor umumnya hanya sebesar sebutir pasir, dan hampir semuanya hancur sebelum mencapai permukaan Bumi.
Serpihan yang mencapai permukaan Bumi disebut meteorit. Hujan meteor umumnya terjadi ketika Bumi melintasi dekat orbit sebuahkomet dan melalui serpihannya.
Komet yang mendekat matahari selalu melepaskan
gas dan debu yang tampak sebagai ekor komet. Debu-debu komet itu yang
tertinggal di sepanjang lintasan orbitnya merupakan gugusan meteoroid yang bisa
menyebabkan hujan meteor di bumi bila bumi melintasi lintasan komet tersebut.
Dampak hujan meteor terhadap bumi antara lain berupa ionisasi di ionosfer dan
penumpukan aerosol di stratosfer.
Menurut penelitian, gugusan meteoroid itu
sifatnya berbeda-beda tergantung umurnya.Ada yang
masih padat tetapi terkonsentrasi di sekitar inti komet sehingga hanya akan
menyebabkan hujan meteor periodik, sesuai dengan waktu kehadiran komet mendekat
bumi. Golongan ini diwakili oleh hujan meteor Draconids (pada awal Oktober)
tahun 1933, 1946 dan 1985 yang disebabkan oleh komet Giacobini-Zinner.
Golongan ke dua gugusan meteoroid tipis di
sepanjang lintasannya, tetapi di dekat kometnya kerapatannya tinggi, misalnya
gugusan meteoroid Leonids (penyebab hujan meteor 14-19 November) yang
disebabkan oleh komet Tempel-Tuttle. Golongan ke tiga adalah gugusan meteoroid
yang tersebar merata di sepanjang lintasannya yang menyebabkan hujan meteor
yang hampir seragam intensitasnya setiap tahun, misalnya hujan meteor Geminids
(11-16 Desember) yang disebabkan oleh komet yang telah mati, asteroid Phaethon.
Makin tua umurnya gugusan meteorid itu makin tipis dan akhirnya tidak
menunjukkan lagi gejala hujan meteor.
Beberapa hujan meteor telah diidentifikasikan
berkaitan dengan komet yang masih aktif, seperti hujan meteor Eta Aquarids
(3-10 Mei) dan Perseids (7-15 Agustus) yang masing-masing disebabkan oleh
komet Halley dan Swift-Tuttle. Beberapa lainnya dikaitkan dengan komet yang telah
hancur, seperti hujan meteor Andromedids (5-23 November) akibat komet Biela
yang telah hancur, atau komet yang telah mati, seperti hujan meteor Geminids
yang diakibatkan oleh komet mati yang tinggal intinya berupa asteroid Phaethon.
Dan beberapa hujan meteor lainnya belum diketahui komet-komet penyebabnya
seperti hujan meteor Quadrantids 2 – 5 Januari.
Orbit
Komet
Untuk mengetahui komet-komet penyebab hujan
meteor maka orbit (lintasan) komet-komet periodik dianalisis dan dicari yang
mempunyai kemungkinan menyebabkan hujan meteor di bumi. Ini kemudian
dibandingkan dengan hujan meteor yang terdeteksi oleh Meteor Wind Radar (MWR)
di Serpong (dioperasikan secara kerjasama antara LAPAN, BPPT, dan Universitas
Kyoto). Pendekatan yang dilakukan agak berbeda dari yang biasa dilakukan para
peneliti sebelumnya yang mengkaji elemen orbit meteoroid dan membandingkannya
dengan elemen orbit komet. Cara seperti itu rumit dan memerlukan data
pengamatan hujan meteor secara visual, fotografi, atau pemantauan TV untuk
menentukan arah datangnya meteor. Cara itu tidak mungkin dilakukan bila hanya
menggunakan data MWR.
Dengan pendekatan itu dapat didentifikasikan kembali hujan meteor
utama yang memang telah diketahui komet penyebabnya. Maka dengan pendekatan
serupa itu pula hujan-hujan meteor lainnya yang terdeteksi MWR di Serpong
diidentifikasi dan dikaitkan dengan komet yang mungkin menyebabkannya.
Karakteristik orbit benda-benda langit mengitari
matahari dinyatakan oleh elemen-elemen orbitnya yang menyatakan secara spesifik
bentuk kelonjongan orbit, posisi terdekat dan terjauh terhadap matahari,
kemiringan bidang orbitnya terhadap bidang ekliptika (bidang orbit bumi), dan
posisi titik perpotongan orbitnya pada bidang ekliptika. Dengan menganalisis
elemen-elemen orbit komet dapat ditentukan komet-komet apa saja lintasannya
dekat dengan orbit bumi. Demikian juga dapat ditentukan kapan akan terjadi
hujan meteor bila bumi melintasi orbit komet tersebut. Dari analisis itu
diketahui bahwa antara 1 Januari dan 1 April bumi paling sedikit bertemu dengan
lintasan komet, sedangkan antara 1 Oktober – 1 Desember terbanyak.
Dari 153 komet periodik yang saya pelajari,
diketahui bahwa 33 komet mempunyai orbit yang melintas dekat orbit bumi.
Kemudian dengan menganalisis jarak terdekat ke-33 orbit komet itu, disimpulkan
bahwa secara teoritik komet yang menyebabkan atau berpotensi menyebabkan hujan
meteor sebanyak 21 komet dengan kemungkinan menyebabkan 30 kali hujan meteor
setiap tahun.
Urutan
Sebab dan Akibat Hujan Meteor :
Menurut pengamatan radar meteor di Serpong
diketahui bahwa jumlah meteor yang memasuki bumi secara umum naik turun secara
periodik (sinusoidal). Pola umum itu diduga kuat disebabkan oleh meteor
sporadik akibat masuknya debu-debu antarplanet (meteoroid) yang bervariasi
akibat perubahan lintang bumi pada kedudukan “haluan” sepanjang orbit bumi.
“Haluan” bumi dalam hal ini adalah titik terdepan pada bola bumi selama beredar
di orbitnya yang terletak pada bidang ekliptika. Perubahan lintang “haluan”
bumi disebabkan oleh kemiringan equator 23,5o terhadap ekliptika.
Di samping pola umum itu di dapati juga ada
kenaikan jumlah meteor secara mendadak pada waktu-waktu tertentu. Kenaikan
mendadak itu disebabkan oleh hujan meteor, terutama akibat masuknya debu-debu
komet ke atmosfer Bumi. Setidaknya dijumpai adanya 25 kali hujan meteor dalam
satu tahun, sebagian diantaranya “baru” (belum/tidak terkenal). Dari
identifikasi hujan meteor tersebut, 18 titik lintasan komet yang menyebabkan 19
kali hujan meteor. Sekali hujan meteor mungkin disebabkan oleh lebih dari satu
lintasan komet yang berdekatan. Demikian juga sebuah komet mungkin menyebabkan
dua kali hujan meteor.
Hujan meteor utama yang telah lama diketahui
komet penyebabnya juga terlihat jelas pada pada data MWR: Hujan meteor Eta
Aquarids (oleh komet Halley) tampak pada tanggal 2 – 9 Mei. Hujan meteor
Perseids (oleh komet Swift-Tuttle) tampak pada tanggal 7 – 15 Agustus. Hujan
Meteor Taurids (komet Encke) tampak pada tanggal 3 – 9 November.
Pada tanggal 6 Mei bumi melintasi orbit komet
Halley yang lintasannya berada pada jarak 10,5 juta km di “bawah” (selatan)
bidang ekliptika (bidang orbit bumi). Karena sebaran debu-debu komet itu
melebar, bumi akan merasakan hujan meteor sebelum tanggal 6 Mei dan beberapa
hari sesudahnya. Hujan meteor Eta Aquarids memang biasa terjadi pada tanggal 3
– 10 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 – 5 Mei. Dan data MWR menunjukkan
bahwa hujan meteor itu terjadi antara tanggal 2 – 9 Mei dengan puncaknya pada
tanggal 4 mei.
Data pengamatan hujan meteor menunjukkan adanya
beberapa puncak pada hujan meteor Eta Aquarids ini dan juga Orionids. Variasi
jumlah meteor itu menunjukkan bahwa distribusi debu-debu komet Halley itu tidak
merata.
Lintasan komet Swift-Tuttle (yang diduga akan
menabrak bumi pada tahun 2026) merupakan yang terdekat dengan bumi dan nyaris
tepat memotong orbit bumi. Lintasannya berada di belahan utara (“atas”) orbit
bumi pada jarak sekitar 2 juta km. Bumi memotong lintasan komet Swift-Tuttle
pada tanggal 13 Agustus. Ini akan menyebabkan bumi mengalami hujan meteor
sekitar tanggal 13 Agustus. Memang, hujan meteor Perseids biasanya terjadi
antara tanggal 7 – 15 Agustus dengan puncaknya pada tanggal 12 – 13 Agustus.
Data MWR menunjukkan adanya hujan meteor pada tanggal 7 – 15 Agustus dengan dua
puncak utama, tanggal 10 dan 15 Agustus. Menurut Lindblad & Porubcan (1994)
adanya dua puncak hujan meteor Perseid bisa disebabkan karena orbit gugus
meteoroid lama bergeser dari orbit gugus meteoroid baru.
Pada tanggal 1 November bumi melintasi orbit
komet Encke yang berada pada ketinggian 29 juta km di “atas” orbit bumi. Ini
menyebabkan hujan meteor yang dihasilkannya terutama terjadi sesudah tanggal 1
November ketika bumi melintas di dekat gugusan meteoroidnya. Hujan meteor yang
terdeteksi oleh MWR terjadi pada tanggal 3 – 9 November. Biasanya hujan meteor
Taurids memang teramati antara tanggal 23 Oktober dan 20 November dengan
puncaknya pada tanggal 4 – 7 November.
Hal yang menarik, komet Hartley juga mempunyai
kemungkinan besar memberikan kontribusi hujan meteor 3 – 9 November itu. Jarak
lintasannya ke orbit bumi lebih dekat (5,5 juta km) dari pada lintasan komet
Encke (28 juta km). Melihat jarak terdekatnya terjadi pada tanggal 5 November,
komet ini menyebabkan hujan meteor terutama sesudah tanggal 5 November. Jadi,
hujan meteor 3 – 9 November yang terdeteksi MWR disebabkan oleh dua komet:
Encke dan Hartley
Hujan meteor ini merupakan sebuah fenomena alam yang bisa
diprediksikan kapan terjadinya. Hal ini dimungkinkan karena para ilmuwan sudah
mampu menganalisa tentang penyebab terjadinya hujan meteor yang terjadi secara
periodik. Meski pun wilayah yang terkena hujan meteor ini tidak selalu sama,
namun pola waktu kapan peristiwa itu berlangsung sudah bisa diramalkan.
Penyebab terjadinya hujan meteor ini adalah diakibatkan adanya
pertemuan lintasan orbit komet dan lintasan orbit bumi. Di mana hal ini terjadi
karena lintasan orbit membentuk konsep elips, yang memungkinkan adanya
pertemuan waktu kedua orbit saling berdekatan.
Pada saat berdekatan itulah, volume meteor yang masuk ke atmostfir
bumi mengalami peningkatan secara pesat. Sehingga hal ini yang menyebabkan
terjadinya hujan meteor di sebagian wilayah bumi.
Dari perhitungan lintasan orbit bumi dan komet, bisa diketahui
waktu yang memungkinkan volume terjadinya hujan meteor meningkat. Biasanya,
hujan meteor akan sering terjadi pada 1 Oktober hingga 1 Desember. Hal itu terjadi
karena pada waktu tersebut, orbit bumi dan komet akan saling berdekatan atau
bertemu.
Sementara pada tanggal 1 Januari hingga 1 April, biasanya interval
hujan meteor sangat jarang terjadi. Kondisi ini terjadi karena pada rentang
waktu tersebut, lintasan orbit bumi dan komet dalam posisi yang saling
berjauhan.
Artikel 1 :Penyebab Hujan Meteor
Hujan meteor adalah sebuah peristiwa alam, dimana pada saat itu terdapat
meteor yang meluncur masuk ke dalam atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat
banyak. Biasanya, hal tersebut bisa dijumpai ketika langit dalam kondisi gelap
atau malam hari dan didukung oleh cuaca yang cerah.
Peristiwa tersebut
dinamakan hujan meteor mengingat jumlah batuan meteor yang bertebaran di langit
menciptakan fenomena alam seperti curahan air hujan. Hal ini karena memang
jumlah meteor tersebut sangat banyak dan memijarkan cahaya sebagai akibat
terbakarnya batu meteor tersebut karena peristiwa pergesekan dengan lapisan
atmosfir. Gesekan itulah yang memicu munculnya api pijar yang nampak indah
ketika terlihat dari bumi.
Hujan meteor ini
tidak terlalu membahayakan bagi penduduk di bumi. Oleh karenanya, ketika
fenomena ini terjadi banyak orang yang berusaha untuk bisa melihatnya secara
langsung. Sebab, ketika peristiwa tersebut berlangsung, mampu menciptakan
pemandangan yang menakjubkan seperti dalam sebuah pesta kembang api dalam
perayaan tahun baru.
Langit malam yang
biasanya gelap dan hanya diterangi oleh cahaya bintang dan bulan, menjadi
nampak semarak oleh luncuran batu meteor yang beterbangan ke berbagai arah.
Bahkan, dari atas bumi proses luncuran batu meteor tersebut seakan-akan nampak
berasal dari satu titik luncur yang sama. Padahal, dalam kenyataannya batu-batu
tersebut beterbangan dari titik luncur yang berbeda-beda.
Artikel 2 : Penyebab Hujan Meteor
Hujan meteor ini merupakan sebuah fenomena alam yang bisa
diprediksikan kapan terjadinya. Hal ini dimungkinkan karena para ilmuwan sudah
mampu menganalisa tentang penyebab terjadinya hujan meteor yang terjadi secara
periodik. Meski pun wilayah yang terkena hujan meteor ini tidak selalu sama,
namun pola waktu kapan peristiwa itu berlangsung sudah bisa diramalkan.
Penyebab terjadinya hujan meteor ini adalah diakibatkan adanya
pertemuan lintasan orbit komet dan lintasan orbit bumi. Di mana hal ini terjadi
karena lintasan orbit membentuk konsep elips, yang memungkinkan adanya
pertemuan waktu kedua orbit saling berdekatan.
Pada saat berdekatan itulah, volume meteor yang masuk ke
atmostfir bumi mengalami peningkatan secara pesat. Sehingga hal ini yang
menyebabkan terjadinya hujan meteor di sebagian wilayah bumi.
Dari perhitungan lintasan orbit bumi dan komet, bisa diketahui
waktu yang memungkinkan volume terjadinya hujan meteor meningkat. Biasanya, hujan
meteor akan sering terjadi pada 1 Oktober hingga 1 Desember. Hal itu terjadi
karena pada waktu tersebut, orbit bumi dan komet akan saling berdekatan atau
bertemu.
Sementara pada tanggal 1 Januari hingga 1 April, biasanya
interval hujan meteor sangat jarang terjadi. Kondisi ini terjadi karena pada
rentang waktu tersebut, lintasan orbit bumi dan komet dalam posisi yang saling
berjauhan.
Penelitian tentang komet dapat memberikan kontribusi penting
dalam mempelajari dampak lingkungan antariksa terhadap atmosfer bumi. Salah
satu dampak yang ditimbulkan komet yang melintas dekat bumi adalah hujan meteor
akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer bumi. Setiap tanggal 7 – 15 Agustus
Bumi kita biasa dihujani oleh debu-debu komet Swift-Tuttle yang menyebabkan
hujan meteor besar yang dikenal sebagai hujan meteor Perseid. Di samping itu
banyak lagi hujan meteor yang berasosiasi dengan komet-komet yang melintas
dekat Bumi.
Komet yang mendekat matahari selalu melepaskan gas dan debu yang
tampak sebagai ekor komet. Debu-debu komet itu yang tertinggal di sepanjang
lintasan orbitnya merupakan gugusan meteoroid yang bisa menyebabkan hujan
meteor di bumi bila bumi melintasi lintasan komet tersebut. Dampak hujan meteor
terhadap bumi antara lain berupa ionisasi di ionosfer dan penumpukan aerosol di
stratosfer.
Menurut penelitian, gugusan meteoroid itu sifatnya berbeda-beda
tergantung umurnya. Ada yang masih padat tetapi terkonsentrasi di sekitar inti
komet sehingga hanya akan menyebabkan hujan meteor periodik, sesuai dengan
waktu kehadiran komet mendekat bumi. Golongan ini diwakili oleh hujan meteor
Draconids (pada awal Oktober) tahun 1933, 1946 dan 1985 yang disebabkan oleh
komet Giacobini-Zinner.
Golongan ke dua gugusan meteoroid tipis di sepanjang
lintasannya, tetapi di dekat kometnya kerapatannya tinggi, misalnya gugusan
meteoroid Leonids (penyebab hujan meteor 14-19 November) yang disebabkan oleh
komet Tempel-Tuttle. Golongan ke tiga adalah gugusan meteoroid yang tersebar
merata di sepanjang lintasannya yang menyebabkan hujan meteor yang hampir
seragam intensitasnya setiap tahun, misalnya hujan meteor Geminids (11-16
Desember) yang disebabkan oleh komet yang telah mati, asteroid Phaethon. Makin
tua umurnya gugusan meteorid itu makin tipis dan akhirnya tidak menunjukkan
lagi gejala hujan meteor.
Beberapa hujan meteor telah diidentifikasikan berkaitan dengan
komet yang masih aktif, seperti hujan meteor Eta Aquarids (3-10 Mei) dan
Perseids (7-15 Agustus) yang masing-masing disebabkan oleh komet Halley dan
Swift-Tuttle. Beberapa lainnya dikaitkan dengan komet yang telah hancur,
seperti hujan meteor Andromedids (5-23 November) akibat komet Biela yang telah
hancur, atau komet yang telah mati, seperti hujan meteor Geminids yang
diakibatkan oleh komet mati yang tinggal intinya berupa asteroid Phaethon. Dan
beberapa hujan meteor lainnya belum diketahui komet-komet penyebabnya seperti
hujan meteor Quadrantids 2 – 5 Januari.
Orbit Komet
Untuk mengetahui komet-komet penyebab hujan meteor maka orbit
(lintasan) komet-komet periodik dianalisis dan dicari yang mempunyai
kemungkinan menyebabkan hujan meteor di bumi. Ini kemudian dibandingkan dengan
hujan meteor yang terdeteksi oleh Meteor Wind Radar (MWR) di Serpong
(dioperasikan secara kerjasama antara LAPAN, BPPT, dan Universitas Kyoto).
Pendekatan yang dilakukan agak berbeda dari yang biasa dilakukan para peneliti
sebelumnya yang mengkaji elemen orbit meteoroid dan membandingkannya dengan elemen
orbit komet. Cara seperti itu rumit dan memerlukan data pengamatan hujan meteor
secara visual, fotografi, atau pemantauan TV untuk menentukan arah datangnya
meteor. Cara itu tidak mungkin dilakukan bila hanya menggunakan data MWR.
Dengan pendekatan itu dapat didentifikasikan kembali hujan
meteor utama yang memang telah diketahui komet penyebabnya. Maka dengan
pendekatan serupa itu pula hujan-hujan meteor lainnya yang terdeteksi MWR di
Serpong diidentifikasi dan dikaitkan dengan komet yang mungkin menyebabkannya.
Karakteristik orbit benda-benda langit mengitari matahari
dinyatakan oleh elemen-elemen orbitnya yang menyatakan secara spesifik bentuk
kelonjongan orbit, posisi terdekat dan terjauh terhadap matahari, kemiringan
bidang orbitnya terhadap bidang ekliptika (bidang orbit bumi), dan posisi titik
perpotongan orbitnya pada bidang ekliptika. Dengan menganalisis elemen-elemen
orbit komet dapat ditentukan komet-komet apa saja lintasannya dekat dengan
orbit bumi. Demikian juga dapat ditentukan kapan akan terjadi hujan meteor bila
bumi melintasi orbit komet tersebut. Dari analisis itu diketahui bahwa antara 1
Januari dan 1 April bumi paling sedikit bertemu dengan lintasan komet,
sedangkan antara 1 Oktober – 1 Desember terbanyak.
Dari 153 komet periodik yang saya pelajari, diketahui bahwa 33
komet mempunyai orbit yang melintas dekat orbit bumi. Kemudian dengan
menganalisis jarak terdekat ke-33 orbit komet itu, disimpulkan bahwa secara
teoritik komet yang menyebabkan atau berpotensi menyebabkan hujan meteor sebanyak
21 komet dengan kemungkinan menyebabkan 30 kali hujan meteor setiap tahun.
Penyebab Hujan Meteor
Menurut pengamatan radar
meteor di Serpong diketahui bahwa jumlah meteor yang memasuki bumi secara umum
naik turun secara periodik (sinusoidal). Pola umum itu diduga kuat disebabkan
oleh meteor sporadik akibat masuknya debu-debu antarplanet (meteoroid) yang
bervariasi akibat perubahan lintang bumi pada kedudukan “haluan” sepanjang
orbit bumi. “Haluan” bumi dalam hal ini adalah titik terdepan pada bola bumi selama
beredar di orbitnya yang terletak pada bidang ekliptika. Perubahan lintang
“haluan” bumi disebabkan oleh kemiringan equator 23,5o terhadap ekliptika.
Di samping pola umum itu di dapati juga ada kenaikan jumlah
meteor secara mendadak pada waktu-waktu tertentu. Kenaikan mendadak itu
disebabkan oleh hujan meteor, terutama akibat masuknya debu-debu komet ke
atmosfer Bumi. Setidaknya dijumpai adanya 25 kali hujan meteor dalam satu
tahun, sebagian diantaranya “baru” (belum/tidak terkenal). Dari identifikasi
hujan meteor tersebut, 18 titik lintasan komet yang menyebabkan 19 kali hujan
meteor. Sekali hujan meteor mungkin disebabkan oleh lebih dari satu lintasan
komet yang berdekatan. Demikian juga sebuah komet mungkin menyebabkan dua kali
hujan meteor.
Hujan meteor utama yang telah lama diketahui komet penyebabnya
juga terlihat jelas pada pada data MWR: Hujan meteor Eta Aquarids (oleh komet
Halley) tampak pada tanggal 2 – 9 Mei. Hujan meteor Perseids (oleh komet
Swift-Tuttle) tampak pada tanggal 7 – 15 Agustus. Hujan Meteor Taurids (komet
Encke) tampak pada tanggal 3 – 9 November.
Pada tanggal 6 Mei bumi melintasi orbit komet Halley yang
lintasannya berada pada jarak 10,5 juta km di “bawah” (selatan) bidang
ekliptika (bidang orbit bumi). Karena sebaran debu-debu komet itu melebar, bumi
akan merasakan hujan meteor sebelum tanggal 6 Mei dan beberapa hari sesudahnya.
Hujan meteor Eta Aquarids memang biasa terjadi pada tanggal 3 – 10 Mei dengan
puncaknya pada tanggal 4 – 5 Mei. Dan data MWR menunjukkan bahwa hujan meteor
itu terjadi antara tanggal 2 – 9 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 mei.
Data pengamatan hujan meteor menunjukkan adanya beberapa puncak
pada hujan meteor Eta Aquarids ini dan juga Orionids. Variasi jumlah meteor itu
menunjukkan bahwa distribusi debu-debu komet Halley itu tidak merata.
Lintasan komet Swift-Tuttle (yang diduga akan menabrak bumi pada
tahun 2026) merupakan yang terdekat dengan bumi dan nyaris tepat memotong orbit
bumi. Lintasannya berada di belahan utara (“atas”) orbit bumi pada jarak sekitar
2 juta km. Bumi memotong lintasan komet Swift-Tuttle pada tanggal 13 Agustus.
Ini akan menyebabkan bumi mengalami hujan meteor sekitar tanggal 13 Agustus.
Memang, hujan meteor Perseids biasanya terjadi antara tanggal 7 – 15 Agustus
dengan puncaknya pada tanggal 12 – 13 Agustus. Data MWR menunjukkan adanya
hujan meteor pada tanggal 7 – 15 Agustus dengan dua puncak utama, tanggal 10
dan 15 Agustus. Menurut Lindblad & Porubcan (1994) adanya dua puncak hujan
meteor Perseid bisa disebabkan karena orbit gugus meteoroid lama bergeser dari
orbit gugus meteoroid baru.
Pada tanggal 1 November bumi melintasi orbit komet Encke yang
berada pada ketinggian 29 juta km di “atas” orbit bumi. Ini menyebabkan hujan
meteor yang dihasilkannya terutama terjadi sesudah tanggal 1 November ketika
bumi melintas di dekat gugusan meteoroidnya. Hujan meteor yang terdeteksi oleh
MWR terjadi pada tanggal 3 – 9 November. Biasanya hujan meteor Taurids memang
teramati antara tanggal 23 Oktober dan 20 November dengan puncaknya pada tanggal
4 – 7 November.
Hal yang menarik, komet Hartley juga mempunyai kemungkinan besar
memberikan kontribusi hujan meteor 3 – 9 November itu. Jarak lintasannya ke
orbit bumi lebih dekat (5,5 juta km) dari pada lintasan komet Encke (28 juta
km). Melihat jarak terdekatnya terjadi pada tanggal 5 November, komet ini
menyebabkan hujan meteor terutama sesudah tanggal 5 November. Jadi, hujan
meteor 3 – 9 November yang terdeteksi MWR disebabkan oleh dua komet: Encke dan
Hartley.
Sumber
dari :
https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/20/komet-komet-penyebab-hujan-meteor/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar