Follow Us @literasi_smkn23jkt

Rabu, 24 April 2019

Antara sahabat dan cinta dari novel Hujan

Disusun oleh : Renaldo


Judul                         : Hujan
Penulis                      : Darwis Tere Liye
Penerbit                     : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit           :Januari 2016
ISBN                         : 9786020324784
Jumlah Halaman       : 320 Halaman
Berat Buku                : 500 gr
Dimensi                     : 13.5 cm x 20 cm
Kategori                    : Drama, Sci-Fi

Pendahuluan
Novel hujan ini berlatar Bumi pada tahun 2050. Berawal dari seorang gadis yang bernama Lail yang mendatangi sebuah pusat terapi saraf untu menghilangkan semua kenangan pahit dalam hidupnya dengan menggunakan sebuah teknologi canggih pada masa itu. Terapi dimulai dengan memindai peta seluruh saraf otak Lail dengan ditemani seorang fasilitator bernama Elijah. Lail harus menceritak kisahnya dengan menjawab pertanyaan Elijah. Terapi tersebut dilakukan di ruangan 4 x 4 m kubik yang terlihat didesain terlalu sederhana.

SINOPSIS
Cerita bermula ketika seorang gadis bernama Lail melakukan terapi untuk menghilangkan ingatan. Elijah, sang terapis bertanya pada Lail tentang ingatan apa yang ingin dia hapus. Lail menjawab bahwa ia ingin melupakan Hujan - yang akan memulai kisah panjang tentang Lail dan apa yang dialaminya kala hujan.
21 Mei 2042 bayi ke 10 miliar lahir ke dunia dan membawa sebuah pertanda kurang baik: jumlah manusia sudah terlalu banyak dan pertambahan penduduk tidak bisa dibendung. Para peneliti mencoba mencari solusi, tambah lagi krisis air memperparah keadaan. Tak di sangka, alam punya caranya sendiri untuk mengatasi masalah ini.
Kalau kita mengingat tentang letusan gunung purba Toba, yang nyaris saja memutuskan nyawa seluruh umat manusia di bumi, maka di tahun 2042 itu pula terjadi letusan yang sama dahsyatnya.Umat manusia hampir punah hanya dalam hitungan menit.
Lail yang masih sangat belia harus kehilangan ibunya dengan cara yang tragis di depan matanya sendiri. Ayahnya? Jauh lebih menyedihkan karena ayahnya bekerja di dekat pusat letusan sehingga bisa dipastikan bahwa Lail tidak akan bertemu lagi dengan mereka. Hujan pertama turun di adegan ini. Hujan yang membawa Lail pada kesedihan.
Dibalik bencana ini, Lail bertemu dengan orang-orang baru. Ia bertemu dengan Esok, yang ketika itu berusia 15 tahun. Lail sendiri berusia 13 tahun.
Tentang Esok, ibunya mengalami luka yang cukup parah akibat gempa vulkanik karena letusan gunung, sehingga kakinya harus di amputasi. Ayah Esok sudah tiada sejak lama. Yang menyedihkan adalah Esok harus kehilangan ke-4 kakaknya.
Semenjak kejadian itu, Esok berteman baik dengan Lail. Esok pun kini menjadi sosok yang sangat berharga untuk Lail. Mereka sangat dekat hingga ternyata -- Lail punya perasaan.
Hingga sebuah kabar memisahkan Esok dan Lail. Kabarnya, Esok akan diadopsi oleh orang kaya sementara Lail akan masuk ke panti sosial. Nasib memisahkan mereka berdua. Mereka memang terpisah tapi masih saling menghubungi, masih berbagi kabar.
Di panti sosial, Lail menemukan sahabat baru bernama Maryam, seorang anak yang memiliki selera humor, berjiwa sosial, dan memiliki cita-cita yang kuat. Di panti sosial mereka diasuh oleh seorang ibu yang tegas dan ketus. Di panti sosial inilah Lail dan Maryam tumbuh dewasa dan mengejar angan mereka yang sempat kelam karena bencana.
Ternyata Maryam tahu bahwa Lail punya perasaan untuk Esok. Maryam sering menggoda Lail tentang kedekatannya bersama Esok. Lail juga terlihat cemburu ketika Maryam menyebut-nyebut nama Claudia - adik angkat Esok.
Semakin hari, Esok semakin sulit dihubungi karena kesibukannya berkuliah dan mempersiapkan kelulusan.
Suatu hari Esok memberitahu Lail bahwa dia sedang dalam proyek pembuatan kapal yang bertujuan untuk membawa manusia keluar dari bumi karena semenjak letusan gunung purba itu, keadaan bumi semakin parah dan tidak layak lagi menjadi tempat hidup untuk manusia.
Esok juga membocorkan rahasia bahwa tidak semua orang boleh naik ke kapal itu. Esok memberitahu Lail bahwa dia punya satu tiket karena Esok adalah teknisi yang punya peranan penting dalam pembuatan kapal itu. Sisa tiketnya dipilih secara acak oleh mesin. Hanya mereka yang punya gen terbaik yang boleh ikut. Selebihnya mau tak mau harus tetap tinggal di bumi.
Suatu ketika, Lail bertemu dengan walikota. Walikota meminta Lail untuk memberikan tiket kepada Claudia. Ternyata, walikota tahun bahwa Esok punya dua tiket. Dan satu tiket lainnya akan diberikan Esok kepada orang yang dia cintai - Lail. Walikota tahu bahwa Esok pasti akan memberikan tiketnya kepada Lail. Tentu saja ini menjadi dilema untuk Lail.
Lail tidak menjawab apa-apa karena dia tidak tahu menahu tentang dua tiket milik Esok. Hanya Esok yang tahu. Dan sejauh ini belum ada kabar apa-apa dari Esok karena dia tidak bisa dihubungi.
Sehari sebelum kapal berangkat walikota menemui Lail kembali untuk mengucapkan terima kasih kepada Lail. Esok akhirnya mau memberikan satu tiketnya untuk Claudia. Padahal Lail tidak berbuat apa-apa! Lail masih juga belum menerima kabar dari Esok tentang tiket itu dan siapa yang akan pergi!
Akhirnya Lail mengambil kesimpulannya sendiri bahwa sesungguhnya Esok lebih mencintai Claudia daripada dirinya. Benar apa kata Maryam. Esok lebih mencintai Claudia. Lail pun patah hati.
Inilah yang membuat Lail pergi untuk terapi. Ia ingin menghilangkan ingatannya tentang hujan - tentang Esok.
Ternyata dugaan mereka salah! Esok tidak bisa dihubungi karena dia sedang membuat kloning otaknya. Memang satu tiket itu diberikan untuk Claudia, karena Esok tidak ikut naik ke kapal itu. Ia memilih untuk tinggal bersama Lail, orang yang dia cintai. Begitu mendengar kabar tentang Lail, esok langsung pergi ke tempat terapi.
Akan tetapi terapi dan operasi menghilangkan memori sudah terlanjur dijalankan dan sudah selesai. Apakah yang teradi beerikutnya? Apakah Lail telah melupakan Esok?

KELEBIHAN
Materi bahasa didalam novel ini cukup ringan dan mudah dipahami. Meski halamannya cukup tebal, namun dalam novel ini segala sesuatunya terasa pas. Alurnya tidak membosankan dan sudah sesuai dengan jalan cerita, tidak terasa di panjang-panjangkan atau dilambat-lambatkan. Bahkan di beberapa bagian ada yang dipercepat ceritanya. Jalan ceritanya sendiri tidak bisa ditebak sama sekali.
Banyak kejutan-kejutan yang terjadi dalam novel ini dan tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Misalnya adanya musim dingin berkepanjangan akibat efek gunung meletus. Kemudian karena campur tangan manusia, musim dingin ini berubah menjadi musim panas yang akhirnya menjadi malapetaka. Musim panas terjadi tanpa tahu kapan berakhirnya. Hujan juga tidak lagi turun ke bumi. Hal-hal seperti ini membuat imajinasi pembaca melambung tinggi.
Belum lagi dengan kecanggihan teknologi yang bisa membuat anting-anting sebagai pemandu online, sistem transportasi tanpa supir, alat komunikasi yang tertanam di tangan dan sebagainya. Semuanya terasa nyata dan pasti bisa terjadi di masa depan.
Tidak adanya daftar isi dan sinopsis di sampul belakang juga menjadi daya tarik tersendiri dalam novel ini. Hal ini akan membuat para pembacanya penasaran dan tidak ada pilihan lain selain terus membaca hingga akhir.
Tidak hanya itu saja, novel ini dirancang dengan kebahasaan yang bagus, sehingga dapat membuat pembacanya berimajinasi dan ikut merasakan yang dirasakan oleh setiap tokoh, terutama Lail. Seperti, kecanggihan teknologi, perpisahan dan kehilangan orang yang amat disayangi, tragedi kereta bawah tanah, peristiwa abu vulkanik, dll.

KEKURANGAN
Menurut saya, tokoh Lail dalam novel ini karakternya kurang kuat. Dia hanya seorang gadis lemah, cengeng dan tidak mempunyai inisiatif apa-apa. Keberhasilannya dalam berbagai hal di dalam cerita karena ajakan dari temannya Maryam. Tanpa Maryam, Lail tak akan bisa meraih apapun. Seharusnya sebagai tokoh utama, Tere Liye menempatkan Lail sebagai inisiator bukan tokoh yang mengikuti apapun kemauan temannya walaupun itu hasilnya baik juga.
Beberapa bagian dalam novel ini menyatakan kalimat “secanggih-canggihnya teknologi, tidak ada yang dapat menandingi kekuasaan Tuhan”. Hal itu dipahami oleh semua orang di dalam cerita. Namun demikian entah kenapa Tere Liye tidak menempatkan para tokoh di dalamnya untuk berdoa dan beribadah. Tidak ada satupun bahasan agama didalam novel ini, semuanya hanya membicarakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mulai dari awal hingga akhir halaman, saya bertanya-tanya kira-kira agama para tokoh ini apa?, ini terasa janggal sekali bagi saya.
Beberapa salah kata juga saya temui dalam novel ini, yang paling kentara dan bikin kening berkerut adalah tentang tugas pertama Lail dan Maryam. Di halaman 120 tertulis “Jika kalian bersedia, setelah menerima pin besok pagi, kalian akan ditugaskan segera di Sektor 3 selama liburan panjang”. Namun, dalam halaman 135 tertulis, “Pagi ini kami berangkat ke Sektor 4, Penugasan pertama dari organisasi”.  Sebenarnya Lail itu ditugaskan di sektor 3 atau 4? Semoga cetakan selanjutnya ada jawaban dan bisa diperbaiki.

PENUTUP
Terlepas dari beberapa kekurangan yang ada dalam novel ini, namun saya cukup puas setelah membacanya. Ada senyum yang terukir pasca membacanya dan ada beberapa yang tidak saya mengerti bahasa / maksud dari kata-kata dalam novel ini. Namun, efek dalam cerita novel hujan ini juga membekas hingga beberapa lama. Masih terbayang-bayang adegan-adegan yang terjadi dalam cerita dan membuat saya tidak bisa move on dalam beberapa hari. Yang pasti novel ini telah sukses membuat saya bermain imajinasi dunia masa depan. Jika direnungkan, ada banyak pelajaran tersirat dari cerita novel ini. Novel ini sangat bagus dan sangat direkomendasikan untuk dibaca siapa saja, terutama untuk yang senang berimajinasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar