Laskar
Pelangi : Impian dari Kemauan untuk Pendidikan
Disusun oleh : Yasinta Alviani
Judul : Laskar Pelangi
Tahun : 2008
Sutradara : Riri Riza
Pemain : 1. Ikal (Zulfani)
2. Lintang (Ferdian)
3. Mahar (Verrys Yamarno)
Orientasi
Film
Laskar Pelangi ini adalah film asal indonesia bergenre drama dan dirilis pada
tanggal 26 September 2008. Film ini terinspirasi dari pengalaman yang di tulis
dalam buku dengan judul yang serupa dan film ini diproduksi oleh Miles Films dan Mizan Production. Pemain utama dalam film ini ada 10 pemain, tetapi
di bagian awal, film ini memusatkan pada sosok Ikal. Film yang berdurasi 125
menit ini berkisah tentang kehidupan kalangan pinggiran, di salah satu pulau
terkaya Indonesia, Belitung. Film ini mengisahkan perjuangan 2 orang guru yang
berjuang agar sekolahnya tidak ditutup. Berjuang bersama 10 murid yang memiliki
keistimewaan dan keunikan masing-masing, mereka menemui beraneka tantangan yang
menekan dan hampir mematahkan semangat. Rintangan dan tantangan pun datang
menguji semangat mereka. Kisah tentang perjuangan, persahabatan, semangat
menggapai mimpi mereka.
Tafsiran 1
Berawal
terjadi di desa Gantung, Belitung Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah
terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau siswa baru tidak mencapai
10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan. Semua orang
khawatir akan kondisi sekolah tersebut. Namun,
tiba-tiba sesaat sebelum kepala sekolah hendak berpidato menutup sekolah Harun
dan ibunya datang untuk mendaftarkan Harun ke sekolah tersebut. Sontak semua
anak dan guru di sekolah tersebut bersorak gembira menyambut Harun. Ke 10 murid
dengan keunikan dan keistimewaan masing-masing terobsesi untuk berjuang
mempertahankan sekolah mereka.
Tafsiran 2
Film
Laskar Pelangi ini sekaligus menjadi sindiran bagi pemerintah yang perlu
membenahi pendidikan di Indonesia agar merata, dan sindiran bagi masyarakat bahwa
setiap warga masyarakat Indonesia dalam kondisi apapun berhak mendapatkan
sebuah pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan tingkatannya. Hal ini
terlihat ketika Sekolah Muhammadiyah akan terancam dibubarkan.
Tafsiran 3
Sejak
saat itulah cerita mereka dimulai. Bersama Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong,
Syahdan, Kucai, Borek, Trapani, dan Harun mereka bersemangat untuk sekolah demi
meraih cita-cita yang sangat tinggi. Nama Laskar Pelangi diberikan oleh guru
mereka yang bernama Bu Muslimah (Cut Mini). Ibu Muslimah memberikan nama Laskar
Pelangi karena kesukaan mereka terhadap Pelangi dan semangat mereka untuk bersekolah
demi meraih cita-cita mereka yang sangat tinggi. Dengan nama itu mereka menjadi
semakin bersemangat untuk menjadi orang sukses. Banyak hal yang telah dilakukan
oleh mereka dan berhasil mengharumkan nama desa mereka. Seperti Lintang yang
memenangkan lomba cerdas cermat, Mahar yang memenangkan lomba karnaval 17 Agustus.
Film Laskar Pelangi diwarnai dengan kesenangan, tertawa, dan menangis bersama. Akhirnya
dikisahkan 12 tahun kemudian setelah mereka semua dewasa dan Ikal yang berjuang
di luar pulau Belitung kembali ke kampungnya dengan membawa kesuksesan yang membuat
semua guru dan desa Gantung menjadi bangga.
Tafsiran 4
Dalam
film Laskar Pelangi sikap moral yang disarankan adalah semangat juang karena film
Laskar Pelangi lebih menonjolkan sisi semangat anak-anak dalam menggapai
cita-citanya dalam kesederhanaan. Perbedaan yang ada diantara mereka justru
menjadi warna dalam persahabatan. Mereka dapat membuktikan bahwa keterbatasan
yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat mereka terpacu
untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik. Penokohan dalam film Laskar
Pelangi benar-benar sangat professional. Tentunya ini menjadi film yang penuh
inspirasi terutama bagi anak-anak di kota agar tetap bersemangat dalam
pendidikan. Hal itu tergambar pada kondisi yang mengisahkan bagaimana usaha
Lintang yang harus menempuh jarak hingga 80 km untuk tiba di sekolah dari
rumahnya. Tokoh Harun yang memerankan anak yang tidak normal sangatlah bagus,
sehingga menarik perhatian banyak penikmat film. Kepolosan, keluguan, dan
kecerdikan anak-anak yang hidup dalah keterbatasan membuat daya tarik sendiri
bagi penonton saat menonton film tersebut.
Tafsiran 5
Film
ala Denias, Senandung di atas awan yang
dirilis pada tahun 2006 ternyata
menular juga pada film Laskar Pelangi, hanya saja film Laskar Pelangi lebih baru dan menceritakan 2 orang
guru bersama 10 murid yang berjuang agar sekolahnya tidak ditutup. Kedua karya
ini mempunyai pola cerita yang menyandingkan keduanya dalam satu lini yang
sama. Anak pinggiran yang berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Tafsiran 6
Film
semacam inilah yang ditawarkan Laskar Pelangi pada penonton yang mereka sasar,
tidak lain untuk membuktikan bahwa bukan karena fasilitas yang menunjang yang
akhirnya dapat membuat seseorang sukses maupun pintar, namun kemauan dan kerja keraslah
yang dapat mengabulkan setiap impian. Film ini dapat ditujukan untuk para
anak-anak bangsa yang memiliki semangat juang yang besar.
Evaluasi
Film
ini telah ditonton oleh 4,6 juta penonton. Film ini juga mendapatkan komentar
positif dari Bapak Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun 2009 film ini memperoleh penghargaan dalam
kategori Indonesia Movie Awards dan juga pemenang dalam kategori Asian Film
Awards.
Film
ini tidak luput dari ulasan negatif yang memiliki beberapa kekurangan. Salah
satunya kisah di novel dengan kisah di film tidak selaras. Di bagian awal, film
ini memusatkan pada sosok Ikal, kemudian di bagian berikutnya lebih memusatkan
10 anak tersebut.
Rangkuman
Film
Laskar Pelangi ini adalah kisah nyata dari penulis Andrea Hirata yang berperan
menjadi tokoh “aku” dalam cerita ini dan 9 temannya yang berjuang mempertahankan
sekolah mereka. Perjuangan yang penuh dengan rintangan mereka menghadapi dengan
sikap persahabatan dan semangat pantang menyerah. Jadi, film ini telah menginspirasi
terutama bagi anak-anak Indonesia agar tetap bersemangat dalam menempuh
pendidikan. Maka film ini layak untuk ditonton karena memiliki nilai perjuangan
yang patut kita jadikan motivasi diri dan dapat di tiru oleh setiap orang.
Daftar Pustaka :
Diakses pada 13 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar