Disusun
oleh : Novi Yana
Pernyataan
Umum
Kebakaran
hutan dapat didefinisikan sebagai pembakaran yang tidak tertahan dan menyebar
secara bebas dan mengonsumsi bahan bakar yang tersedia di hutan,antara lain
terdiri dari serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati, dan lain-lain.
Istilah Kebakaran hutan di dalam Ensiklopedia Kehutanan Indonesia disebut juga
Api Hutan. Selanjutnya dijelaskan bahwa Kebakaran Hutan atau Api Hutan adalah
Api Liar yang terjadi di dalam hutan, yang membakar sebagian atau seluruh
komponen hutan.
Dikenal
ada 3 macam kebakaran hutan, Jenis-jenis kebakaran hutan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- Api Permukaan atau Kebakaran Permukaan
yaitu kebakaran yang terjadi pada lantai hutan dan membakar seresah, kayu-kayu
kering dan tanaman bawah. Sifat api permukaan cepat merambat, nyalanya
besar dan panas, namun cepat padam. Dalam kenyataannya semua tipe
kebakaran berasal dari api permukaan.
- Api Tajuk atau Kebakaran Tajuk yaitu
kebakaran yang membakar seluruh tajuk tanaman pokok terutama pada
jenis-jenis hutan yang daunnya mudah terbakar. Apabila tajuk hutan cukup
rapat, maka api yang terjadi cepat merambat dari satu tajuk ke tajuk yang
lain. Hal ini tidak terjadi apabila tajuk-tajuk pohon penyusun tidak
saling bersentuhan.
- Api Tanah adalah api yang membakar
lapisan organik yang dibawah lantai hutan. Oleh karena sedikit udara dan
bahan organik ini, kebakaran yang terjadi tidak ditandai dengan adanya
nyala api. Penyebaran api juga sangat lambat, bahan api tertahan dalam
waktu yang lama pada suatu tempat.
Sebab
Akibat
Proses
Terjadinya Kebakaran Hutan
Api
sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk mengubah
lingkungan hidup dan sumberdaya alam dimulai pada pertengahan hingga akhir
zaman Paleolitik, 1.400.000-700.000 tahun lalu. Sejak manusia mengenal dan
menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi
perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan, meningkatkan
kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir satwa liar,
berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya (Soeriaatmadja, 1997).
Analisis
terhadap arang dari tanah Kalimantan menunjukkan bahwa hutan telah terbakar
secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500 tahun yang lalu. Kebakaran besar
kemungkinan terjadi secara alamiah selama periode iklim yang lebih kering dari
iklim saat itu. Namun, manusia juga telah membakar hutan lebih dari 10 ribu
tahun yang lalu untuk mempermudah perburuan dan membuka lahan pertanian.
Catatan tertulis satu abad yang lalu dan sejarah lisan dari masyarakat yang
tinggal di hutan membenarkan bahwa kebakaran hutan bukanlah hal yang baru bagi
hutan Indonesia (Schweithelm, J. dan D. Glover,
1999).
Menurut
Danny (2001), penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan Timur
adalah karena aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh
kejadian alam. Proses kebakaran alami menurut Soeriaatmadja (1997), bisa
terjadi karena sambaran petir, benturan longsuran batu, singkapan batu bara,
dan tumpukan srasahan. Namun menurut Saharjo dan Husaeni (1998), kebakaran
karena proses alam tersebut sangat kecil dan untuk kasus Kalimatan kurang dari
1 %.
Kebakaran
hutan besar terpicu pula oleh munculnya fenomena iklim El-Nino seperti
kebakaran yang terjadi pada tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 (Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998). Perkembangan kebakaran tersebut juga
memperlihatkan terjadinya perluasan penyebaran lokasi kebakaran yang tidak
hanya di Kalimantan Timur, tetapi hampir di seluruh propinsi, serta tidak hanya
terjadi di kawasan hutan tetapi juga di lahan non hutan
1. Upaya
Pencegahan
Upaya
yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan antara lain
(Soemarsono, 1997):
a) Memantapkan
kelembagaan dengan membentuk dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan
dan Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak
serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan HTI.
b) Melengkapi
perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan.
c) Melengkapi
perangkat keras berupa peralatan
pencegah dan pemadam kebakaran hutan.
d) Melakukan
pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga BUMN dan
perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
e) Kampanye
dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran hutan.
f) Pemberian
pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan Transmigrasi), Kanwil
Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Negara Lingkungan
Hidup.
g) Dalam
setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan,
selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
2. Upaya Penanggulangan
Disamping
melakukan pencegahan, pemerintah juga nelakukan penanggulangan melalui berbagai
kegiatan antara lain (Soemarsono, 1997):
(a) Memberdayakan
posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta melakukan pembinaan
mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
(b) Mobilitas
semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di
jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun
perusahaan-perusahaan.
(c) Meningkatkan
koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui PUSDALKARHUTNAS dan
di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan
lahan.
(d) Meminta
bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain: pasukan BOMBA dari
Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; Bantuan pesawat AT
130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung; Bantuan
masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea Selatan,
Cina dan lain-lain.
Sumber
:
- https://himka1polban.wordpress.com/chemlib/makalah/makalah-kebakaran-hutan/
- https://jurnalbumi.com/kebakaran-hutan/
- http://ballzblog13.blogspot.co.id/2014/02/pengertian-kebakaran-hutan_22.html
Diakses
pada Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar