Follow Us @literasi_smkn23jkt

Selasa, 05 Desember 2017

BJ Habibie - Bapak Teknologi dan Demokrasi Indonesia

Disusun Oleh : Endang Sari Lokananta
1. Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau lebih dikenal dengan sebutan BJ Habibie dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA. Tuti Marini Puspowardojo. Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare, Sulawesi Selatan.
2. Ketika masih menduduki sekolah dasar, ia harus kehilangan bapaknya yang meninggal dunia pada tanggal 3 September 1950 karena terkena serangan jantung saat sedang shalat Isya. Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual rumah serta kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama Habibie. Sepeninggal ayahnya, ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama Habibie. Habibie menikah dengan Hasri Ainun Besarie pada tanggal 12 Mei 1962 dan dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
3. Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB). Dengan dibiayai oleh ibunya.  Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin.
4. Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikah. Ia melanjutkan pendidikannya S-2 sampai S-3 ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman. Ia tinggal di Jerman bersama istrinya. Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.
5. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg. Pada tahun 1965-1969 ia bekerja sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian pada tahun 1969-1973 ia menjabat sebagai Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada Industri Komersial dan Militer. Atas kinerja dan kebrilianannya, pada tahun 1973, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB pada tahun 1978.
6. Pada 21 Mei 1998, Habibie resmi dilantik sebagai presiden Republik Indonesia yang ketiga. Ia menggantikan presiden sebelumnya, Soeharto yang mengundurkan diri karena desakan dari mahasiswa dan masyarakat di masa orde baru. Kondisi negara saat itu memang sedang kacau balau dan diperparah adanya krisis ekonomi.  Masa jabatan BJ Habibie sendiri akhirnya berakhir pada tanggal 20 Oktober 1999. Hal ini berarti ia menjadi presiden Indonesia dengan masa jabatan tersingkat, yaitu 1 tahun 5 bulan. Meski begitu, ia mampu membuat kebijakan dan memberikan kontribusi penting bagi negeri. Di antaranya yaitu membuat peraturan kebebasan beraspirasi bagi masyarat serta mampu menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
7. Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang pertama di Kawasan Asia Tenggara. Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000. Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL dan PT PINDAD. Industri-industri strategis ala Habibie (IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang, helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer. 
8. Untuk skala internasional, BJ Habibie terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif), Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi function, beberapa peluru kendali dan satelit.
9. Ketika mendapat amanah menjadi Presiden RI ke-3, kondisi ekonomi, sosial, stabilitas politik, dan keamanan di Indonesia berada di ujung tanduk “revolusi”. Dengan mengambil kebijakan yang salah serta pengelolaan ekonomi yang tidak tepat, maka Indonesia 1998 berpotensi masuk dalam era “chaos” ataupun revolusi berdarah. Untungnya di tahun 1998, Indonesia tidak masuk dalam era revolusi jilid - 2 namun hanya masuk dalam era reformasi.
10. Belajar dari kesalahan presiden pendahulunya, Jenderal Soeharto, Presiden Habibie memimpin Indonesia dengan cermat, cepat, telaten, rasional dan reformis. Habibie menunjukkan perhatiannya terhadap keinginan bangsa untuk lebih mengerti dan menerapkan prinsip umum demokrasi. Perhatiannya didasarkan pada pengamatan Habibie pada pemerintahan Orde Lama dan sebagai pejabat pada masa Orde Baru, dimana telah mengarahkan beliau untuk mempelajari situasi yang ada. Melalui proses yang sistematik, menyeluruh, dan menyatu, Habibie mengembangkan sebuah konsep yang lebih jelas, sebuah pengejewantahan dari proaktif dan prediksi preventive atas interpretasi dari demokrasi sebagai sebuah mesin politik. Konsep ini kemudian diimplementasikan dalam berbagai agenda politik, ekonomi, hukum dan keamanan seperti Kebebasan multi partai dalam pemilu (UU 2 tahun 1999), Undang Undang anti monopoli (UU 5 tahun 1999), Kebijakan Independensi BI agar bebas dari pengaruh Presiden (UU 23 tahun 1999), Kebebasan berkumpul dan berbicara, Pengakuan Hak Asasi Manusia (UU 39 tahun 1999), Kebebasan pers dan media, Usaha-usaha menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme atau dengan kata lain adalah pemerintahan yang baik dan bersih (Membuat UU Pemberantasan Tindak Korupsi pada tahun 1999), Penghormatan terhadap badan badan hukum dan berbagai institusi lainnya yang dibentuk atas prinsip demokrasi, Pembebasan tahanan-tahanan politik tanpa syarat, Pemisahan Kesatuan Polisi dari Angkatan Bersenjata.
11. Karena “demokratis”-nya Habibie, maka iapun memberikan opsi referendum bagi rakyat Timor-Timur untuk menentukan sikap masa depannya. Habibie sebagai Presiden RI memberikan opsi referendum kepada rakyat Timor-Timur mengingat bahwa Timor-Timur tidak masuk dalam peta wilayah Indonesia sejak deklarasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara yuridis, wilayah kesatuan negara Indonesai sejak 17 Agustus 1945 adalah wilayah bekas kekuasaan kolonialisme Belanda yakni dari Sabang (Aceh) hingga Merauke (Irian Jaya/ Papua). Ketika Indonesia merdeka, Timor-Timur merupakan wilayah jajahan Portugis, dan bergabung bersama Indonesia dengan dukungan kontak senjata. Bagi sebagian orang menganggap bahwa masuknya militer Indonesia di Timor-Timur merupakan bentuk neo-kolonialisme baru (penjajahan modern) dari Indonesia pada tahun 1975.
12. Sejak era reformasi 1998, tampaknya hanya Habibie yang menjadi presiden yang benar-benar sukses mengelola ekonomi dengan baik. Dalam kondisi yang amburadul, kacau balau baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan tiada hari tanpa demonstrasi, Habibie mampu membawa ekonomi Indonesia yang lebih baik. Meskipun Presiden Singapura Lee Kuan Yeew berusaha mendiskritkan kemampuan Habibie untuk memimpin Indonesia, tapi Habibie menunjukkan bukti. Ketika banyak orang yang menyangsikan bahwa Habibie mampu bertahan selama 3 hari sebagai Presiden, namun semua dapat dilalui. Lalu, pihak-pihak yang tidak suka dengan Habibie pun menyampaikan opini bahwa Habibie tidak mampu bertahan lebih dari 100 hari. Sekali lagi, Habibie membuktikan bahwa ia mampu memimpin Indonesia dalam kondisi kritis.

13. Dari nilai tukar rupiah Rp 15000 per dollar diawal jabatannya, Habibie mampu membawa nilai tukar rupiah ke posisi Rp 7000 per dollar. Ketika inflasi mencapai 76% pada periode Januari-September 1998, setahun kemudian Habibie mampu mengendalikan harga barang dan jasa dengan kenaikan 2% pada periode Januari-September 1999. Indeks IHSG naik dari 200 poin menjadi 588 poin setelah 17 bulan memimpin. Disisi lain, Habibie masih sangat mempercayai tokoh-tokoh Orba duduk di kabinetnya, padahal masyarakat menuntut reformasi. Dan tampaknya, Habibie memang menempatkan dirinya sebagai Presiden Transisi, bukan Presiden yang Reformis.


Daftar Pustaka :
https://notepam.com/biografi-bj-habibie/ diakses pada 16 November 2017




Tidak ada komentar:

Posting Komentar