Disusun
oleh : Rani Wulandari
Pernyataan
Umum:
Pada tanggal 13 dan 14 November lalu, masyarakat dunia
disuguhi fenomena langit berupa bulan super (supermoon).
Istilah “supermoon” pertama kali
dikemukakan oleh astrolog Richard Nolle pada tahun 1979. Satelit alami terbesar
di tata surya menurut ukuran planet yang diorbitnya, dengan diameter 27%,
kepadatan 60%, dan masa 2,23% dari bumi adalah bulan. Benda langit ini mampu
memantulkan cahaya dari matahari sehingga pada malam hari bulan nampak
bersinar.
Urutan
Sebab-Akibat 1:
Akibat jarak bulan dekat dengan bumi inilah yang
menyebabkan bulan terlihat lebih besar dari biasanya. Istilah supermoon merujuk pada bulan purnama
yang bertepatan dengan posisi terdekat atau perigee.
Pada tanggal 14 November 2016 pukul 18.24, bulan mencapai titik terdekatnya
dengan bumi yaitu berjarak sekitar 356.508 km. Sebelumnya, bumi belum pernah
berada sedekat ini dengan bulan purnama sejak 26 Januari 1948 yang berjarak 3
mil lebih dekat daripada supermoon
pada bulan November lalu.
Urutan
Sebab-Akibat 2:
Karena ukuran orbit bulan bervariasi dari waktu ke waktu,
setiap bulannya perigee tidak selalu
berada pada jarak yang sama dari bumi. Sedangkan fenomena supermoon terdekat dengan bumi, akan terjadi hanya di tahun 2052
yakni berjarak 221.472 mil dari bumi.
Urutan
Sebab-Akibat 3:
Supermoon kadang
dihubungkan dengan bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami,
dan lain-lain. Itu karena waktu terjadinya supermoon
hampir selalu berdekatan dengan terjadinya suatu bencana tertentu. Namun, supermoon tidak cukup kuat untuk
mempengaruhi permukaan tanah. Pengaruh dari fenomena ini hanyalah naiknya
permukaan laut sekitar beberapa inci dari beberapa daerah tertentu. Dalam hal
ini masyarakat tak perlu cemas, justru ini menjadikan momentum berharga bagi
kita untuk melihat dan mengabadikan fenomena langka ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Diakses
pada tanggal 17 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar