Disusun Oleh : Lasmiati
Judul Film :
Guru Bangsa Tjokroaminoto
Tahun Produksi : 2015
Sutradara :
Garin Nugroho
Pemain :
Reza Rahadian sebagai Tjokroaminoto
Putri Ayudya sebagai Istri Tjokroaminoto
Christine Hakim sebagai Mbok Tambeng
Chelsea Islan sebagai Stella
Deva Mahenra sebagai Soekarno
Ibnu Jamil
sebagai Agus Salim
Orientasi :
“Guru
Bangsa Tjokroaminoto“ merupakan film dokumenter yang bergenre drama, biografi.
Film berdurasi sekitar 2,5 jam ini mengisahkan tentang hidup-juang salah satu
tokoh pioneer pergerakan modern Indonesia, Haji Oemar Said Tjokroaminoto yang
melawan penjajahan, juga menyamakan hak dan martabat masyarakat Indonesia yang
terjajah. Tjokroaminoto lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang
keislaman yang kuat. Tjokro berani meninggalkan status kebangsawanannya dan
bekerja sebagai kuli pelabuhan
untuk merasakan penderitaan sebagai rakyat jelata. Reza Rahadian sebagai
pemeran sosok Tjokroaminoto mengaku harus melakukan riset terlebih dahulu untuk
memainkan perannya. Garin Nugroho sebagai sutradara berhasil menggandeng rumah
produksi Pic[k]Lock untuk proses produksi filmnya.
Tafsiran 1 :
Kisah dimulai dengan Tjokro kecil
yan melihat penderitaan pekerja-pekerja perkebunan kapas yang dianiaya oleh
mandor-mandor Belanda. Pada era Hindia Belanda kemiskinan masih nampak dan
banyak rakyat yang tidak mengenyam pendidikan. Kegelisahan Tjokro terhadap
keadaan juga diperlihatkannya di sekolah, ia terkenal berani, berkomitmen dan
berkemauan tinggi. Sementara itu narasi-narasi agama islam yang kuat tentang
“hijrah” pada akhirnya berperan membentuk karakter dan kesadaran Tjokro terhadap
posisi pribumi terhadap kolonial. Dan ketika beranjak dewasa, Tjokro pun mulai
bertindak.
Tafsiran 2 :
Tjokro terkenal suka berpindah-pindah
dari satu kota ke kota lain atau hijrah. Disaat itulah beliau akhinya dapat
mengenal suatu pergerakan atau sebuah organisasi yang akhirnya mengantarkan
beliau ke satu titik pemikiran bahwa bangsa ini harus memimpin dirinya sendiri.
Disaat itu juga beliau membangun sebuah perkumpulan atau organisasi bernama
Sarekat Islam.
Tafsiran 3 :
Film
ini sungguh kaya makna, banyak pelajaran yang bisa kita ambil setelah
menontonnya termasuk konsep hijrah dan iqra. Hijrah bukan hanya berpindah dari
tempat yang buruk ke tempat yang baik namun lebih luas, konsep hijrah menurut
Tjokroaminoto adalah emansipasi mental dan fisik dari yang terjajah menjadi
yang merdeka. Iqra bukan hanya sekedar membaca tulisan belaka, namun membaca
yang dimaksud disini adalah membaca situasi dan kondisi sekitar yang nantinya
kita gunakan sebagi pertimbangan dalam bertindak.
Tafsiran 4 :
Judul
“Guru Bangsa” dapat dijabarkan secara harfiah bahwa selain sebagai tokoh pergerakan
nasional, Tjokroaminoto juga sebagai guru dari para tokoh bangsa. Rumah Tjokro
di Gang Paneleh Surabaya seolah menjadi inkubator bagi calon-calon tokoh
perjuangan bangsa ke depan. Mulai dari Agus Salim, Semaoen, Dharsono, Musso,
hingga Kusno (Soekarno). Tjokro terkenal sebgai kaum intelek yang pandai
bersiasat, ahli mesin dan hukum. Ia juga penulis surat kabar yang kritis,
orator ulung yang mampu menyihir ribuan orang dari mimbar pidato.
Tafsiran
5 :
Jika dibandingkan dengan film “Sang
Kiai” atau “Sang Pencerah”, film ini lebih menarik untuk ditonton. Karena
menyajikan kebaikan nilai islami yang kental meskipun merupakan film pergerakan
nasional. Dikemas dengan artistik dan visual yang serius membuat penonton hanyut
dibawa ke era Hindia Belanda. Film ini ditujukan untuk semua umur mulai dari
anak-anak, remaja hingga dewasa. Bertujuan meningkatkan rasa nasionalisme
terhadap tanah air dan meningkatkan rasa cinta terhadap para pahlawan.
Evaluasi :
Setiap perjalanan hidup seseorang
pasti selalu ada pelajaran yang bisa diambil, termasuk perjalanan hidup tokoh
besar Tjokroaminoto yang tak lepas dari makna dan pembelajaran. Melalui film
ini, Garin Nugroho menyampaikan jutaan makna mulai dari agama, nasionalisme,
kekeluargaan, bermasyarakat, dan perjuangan. Inilah titik istimewa dari film
ini yaitu kaya makna.
Reza Rahadian yang memerankan tokoh
Tjokroaminoto berhasil membuktikan bahwa ia adalah aktor hebat dan serba bisa.
Meskipun aktingnya tak semaksimal dalam film “Habibie dan Ainun”, namun ia
mampu membuat penonton seperti melihat sosok Tjokroaminoto dalam dirinya. Film
ini menggandeng para pemain ternama yang aktingnya tak perlu diragukan seperti
Christine Hakim dan Didi Petet.
Dari sisi teknikal dan artistik,
“Guru Bangsa Tjokroaminoto” juga sangat memanjakan mata dan telinga. Kota-kota
bersejarah seperti Ambarawa, Semarang dan Yogyakarta ditampilkan untuk
menghidupkan kembali suasana kota lama, lengkap dengan trem dan mobil-mobil
pada masa itu. Penggunaan tone dan kamera serta sinematografinya juga sangat
indah. Dipadu dengan set artistik, kostum dan make up yang detail, kesemuanya cukup berhasil menggambarkan
kondisi Jawa awal abad 20. Tidak cukup lewat visual, musik latar juga cukup
megah namun wajar. Tapi yang lebih menarik yaitu adanya lagu-lagu masa itu yang
ditampilkan melalui mimik dan adegan yang indah dan romantik. Seperti lagu
“Terang Bulan” yang dinyanyikan Reza Rahadian dan Putri Ayudya.
Tak ada gading yang tak retak.
Begitupun dengan film ini. Banyak dianalisis oleh para pemerhati sejarah, ada
beberapa tokoh sejarah penting yang absen yang sebenarnya masih berkaitan
dengan sosok Tjokroaminoto. Sebut saja, Kartosoewirjo, misalnya. Selain itu,
ada juga yang mengkritik alur film ini. Mereka menilai ada beberapa adegan
penting dalam sejarah yang tidak disampaikan dalam film, padahal durasi ini
tergolong lama yaitu 2,5 jam.
Film ini memakan waktu 2,5 tahun.
Riset sosok Tjokroaminoto dilakukan selama 1,5 tahun untuk mengumpulkan
informasi dan karya autentik Tjokroaminoto. Khususnya yang tersimpan di luar
negeri seperti Australia dan Leiden. Proses pengambilan gambar dilakukan selama
dua bulan dan proses persiapan selama satu bulan.
Film yang dikemas dengan artistik
dan visual yang indah ini rupanya memakan dana sebesar Rp15 M. Detail properti
yang ditampilkan seperti trem kuno, mobil kuno, dan bangunan kuno serta busana
kuno pada era Hindia Belanda cukup membuat anggran film ini membesar. Namun,
kualitas film ini seakan membuktikan biaya produksi dari film ini sendiri.
Antusias para remaja untuk menonton
“Guru Bangsa Tjokroaminoto” meningkat meskipun tidak sebesar menonton film
remaja lainnya. Meskipun begitu, pada Festival Film Indonesia tahun 2015, “Guru
Bangsa Tjokroaminoto” berhasil merebut tiga piala sekaligus yaitu kategori
Penata Busana Terbaik, Penata Artistik Terbaik dan Sinematografi terbaik.
Rangkuman :
Kebangsawanan Tjokroaminoto tak
membuatnya lupa untuk peduli terhadap sesama. Berkat sifat kritisnya,
berdirilah Sarekat Islam sebagai organisasi pergerakan nasional yang menerapkan
adanya persamaan hak dan martabat rakyat. Meskipun sempat mendapatkan ancaman
penjara dari pemerintah Belanda, namun Tjokro tidak pernah takut. Bahkan
diakhir hayatnya Tjokro masih berjuang untuk mempertahankan perjuangannya.
Melalui sosok Tjokroaminoto terdapat
pesan moral yang bisa kita ambil yaitu adanya kemauan untuk berubah atau
hijrah, kerendahan hati dan kepedulian terhadap sesama, keteguhan dan keberanian
untuk memberontak kekerasan, menjadikan pribadi yang mandiri yaitu pribadi yang
berdiri diatas kaki sendiri, kemurahan hati untuk selalu membagikan ilmunya, menjadi
pribadi yang selalu dekat dengan agama dan senantiasa melandaskan prinsip agama
dalam setiap tindakan.
Film yang mengandung unsur
pendidikan dan penyadaran ini, sarat akan makna dan pesan sejarah. Layak
ditonton oleh para aktivis, guru dan pelajar khususnya dan semua umur pada
umumnya. Sangat direkomendasikan untuk ditonton, karena dari 2,5 jam Anda bisa
mendapatkan banyak pelajaran yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Dikemas dengan artistik dan visual yang digarap dengan serius
membuat Anda tidak akan bosan saat menontonnya. Tak hanya sebatas nilai sejarah
didalamnya namun adapula nilai kekeluargaan, nilai kemasyarakatan dan nilai
keagamaan.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar