Follow Us @literasi_smkn23jkt

Sabtu, 11 Mei 2019

Perjuangan Kehidupan Dari Masa Lalu Yang Gelap Menuju Masa Depan Yang Cerah dalam Novel Tentang Kamu Tere Liye


Disusun oleh Sri  Kurnia Wulandari


Judul Novel     : Tentang Kamu
Penulis             : Tere Liye ( Darwis )
Penerbit           : REPUBLIKA
Tahun Terbit    : 2016
Cetakan           : Pertama
Editor              : Triana Rahmawati
Harga              : Rp.79.000,00
Tebal Buku     : vi + 524 Halaman
Warna Buku    : Cokelat
ISBN               : 9786020822341
Kategori          : Romance

Tere Liye lahir di LahatIndonesia21 Mei1979; umur 39 tahun, dikenal sebagai penulis novel. Beberapa karyanya yang pernah diangkat ke layar kaca yaitu Hafalan Shalat Delisadan Moga Bunda Disayang Allah. Meskipun dia bisa meraih keberhasilan dalam dunia literasi Indonesia, kegiatan menulis cerita sekadar menjadi hobi karena sehari-hari ia masih bekerja kantoran sebagai akuntan. Tere Liye lahir pada 21 Mei 1979 dari keluarga sederhana. Orang tuanya petani biasa, Tere Liye tumbuh dewasa di pedalaman Sumatra. Tere Liye meyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di SDN 2 Kikim Timur dan SMPN 2 Kikim, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Lalu melanjutkan sekolahnya ke SMAN 9 Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Setelah lulus, ia meneruskan studinya ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kegiatannya setelah selesai kuliah banyak diisi dengan menulis buku-buku fiksi.
Novel Tentang Kamu Secara keseluruhan tema yang diangkat adalah menelusuri kehidupan seorang wanita untuk menemukan ahli waris  yang ia miliki. Berbagai tempat yang menjadi setting dalam novel ini adalah  London, Paris, Pulau Bungin Sumbawa, Surakarta, dan Jakarta. Novel yang mengharukan ini memiliki alur maju mundur dalam segi penceritaannya. Dan walau menggunakan bahasa dengan sastra yang cukup tinggi, namun masih bisa dipahami orang awam.
Berawal dari panggilan Sir Thompson yang merupakan senior di firma hukum Thompson & Co., kepada Zaman Zulkarnaen, Zaman diberikan kesempatan untuk mengisi kursi lawyer senior namun dengan syarat dapat ia dapat menyelesaikan pembagian warisan sebesar 19 triliun rupiah. Nilai tersebut nyaris menyaingi kekayaan Ratu Inggris. Harta itu tersimpan dalam 1% kepemilikan saham di salah satu perusahaan toiletries dunia. Pemilik warisan tersebut merupakan yang meninggal di salah satu panti jompo di Paris dan tidak ada data mengenai ahli warisnya. Dengan petunjuk dari buku harian Sri Ningsih yang didapat dari Madam Aimée yang merupakan pengurus panti jompo dimana Sri Ningsih meninggal. Zaman mulai menelusuri kehidupan Sri Ningsih. Perjalanan Zaman dimulai dengan mendatangi tempat di mana Sri Ningsih di lahirkan yaitu di Pulau Bungin. Ia menemui tetua di pulau itu yang menceritakan masa kecil Sri Ningsih mulai dari ditinggal mati ibunya ketika melahirkan dirinya, hingga ayahnya yang bernama Nugroho menikah lagi dan memiliki satu anak yang bernama Tilamuta. Pada suatu waktu, ayah Sri pergi melaut dan tak pernah kembali lagi. Sejak saat itu, ibu tiri Sri memperlakukan Sri dengan tidak manusiawi seperti memukul hingga tidak memberinya makanan. Musibah lain pun datang. Rumah Sri terbakar dan menyebabkan ibu tiri Sri meninggal. Akhirnya Sri dan adiknya Tilamuta tinggal di sebuah pondok pesantren di Surakarta.
Zaman melanjutkan pergi ke pondok pesantren di mana Sri dan Tilamulat pindah setelah rumah mereka kebakaran di Pulau Bungin. Zaman berkenalan dengan Ibu Nur’aini yang menceritakan masa remaja Sri, persahabatan yang hancur karena keirian hingga tentang pesantren yang di serang kelompok PKI yang menewaskan Tilamuta. Sri menjadi dilematis karena harus memilih kebenaran atau persahabatan. Zaman pergi ke Jakarta untuk mencari sisa-sisa kehidupan Sri dengan petunjuk dari Ibu Nur’aini. Sang ibu memberikan surat-surat yang pernah di kirim Sri. Dari surat tersebut, Zaman mengungkap kehidupan Sri di Jakarta, mulai bekerja sebagai pedagang kaki lima dengan gerobak, membuka rental mobil, sempat bangkrut hingga menjadi sopir bis, pekerja pabrik, hingga puncaknya membuka pabrik sabun sendiri dengan merk ‘Rahayu’. Semuanya ia lakukan di Jakarta hingga akhirnya ia memutuskan pergi ke London dengan meninggalkan pabriknya, pergi melupakan semuanya.
Kembali ke London, ingatan Zaman teringat foto Sri yang ada di kamar Sri di panti jompo. Di dalam foto itu Sri berdiri di depan bus dengan nomor rute 16. Pencarian tersebut mengantarkan Zaman bertemu Lucy yang menuntunnya mengunjungi kawasan Little India di London. Ia bertemu dengan Rajendra Khan, pemilik kios makanan halal yang setiap hari dikunjungi Zaman. Kemudian ia menelusuri kehidupan lain Sri tentang keluarga angkat Sri,  supir bus rute 16. Selain itu ia fakta baru ditemukan tentang kisah cinta Sri dan Hakan Karim, lalu kepergian anak Sri dan Hakan, hingga semua musibah yang dihadapi Sri dan yang membuatnya kabur ke Paris. Tidak ada keluarga yang dapat ditelusuri jejaknya. Harapan terakhirnya ialah menemukan surat warisan. Masalah mulai datang dari firma hukum A&Z Law yang mengajak Thompson & Co untuk bernegosiasi dengan membawa wanita yang mengaku mertua dan istri dari Tilamuta. Insting Zaman mengatakan ada yang tidak beres hingga ia mencari surat wasiat tersebut.
Buku ini memiliki keunggulan dalam gaya bahasa yang mudah dipahami, mampu membawa suasana bagi pembacanya, dipenuhi nasehat-nasehat kehidupan yang dapat diambil oleh pembaca, mengajarkan arti keikhlasan dan kerja keras. Cerita dalam buku ini membuat pembaca ingin terus membacanya sampai selesai dan juga susah ditebak endingnya. Sekali lagi, Tere Liye tidak pernah mengecewakan pembacanya, buku ini recomended sekali.
Terlepas dari keunggulan-keunggulannya, novel ini mempunyai kelemahannya juga, yakni Pandangan pembaca pertama ketika melihat sinopsis dengan setelah membaca isinya akan sangat berbeda. Di tengah novel ceritanya agak membuat pembaca merasa bosan karena alurnya yang terlalu berbelit-belit. Covernya kurang nyambung dengan cerita dan judul, banyak kesalahan penulisan, yang seharusnya Sri Ningsih, menjadi Sri Rahayu dan juga epilognya kurang seru karena diakhiri dengan terkejutnya Lucy yang mendapatkan harta warisan Sri Ningsih. Tapi ini memang ending yang tak terduga dan anti mainstream.
Kisah dalam novel ini mengajarkan agar kita bisa melakukan apapun walaupun itu menyakitkan. Kita pasti bisa melewati semuanya, termasuk juga segala ujian hidup. Tidak semua kebencian dibalas juga dengan kebencian, namun kita bisa membalasnya dengan kebaikan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar