Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck : Asal mula kata“ Bang Hayati Lelah Bang“.
Siswa
Mei 29, 2017
0 Comments
Disusun Oleh: Puspa Mayangsari
Judul film : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Sutradara : Sunil Soraya.
Penulis : Dony Dhirgantoro dan Imam Tantowi.
Produser : Ram Soraya dan Sunil Soraya.
Berdasarkan : Novel “Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck” karya Buya Hamka.
Pemeran : Pevita Pearce sebagai Hayati
Herjunot Ali
sebagai Zainuddin
Reza Rahardian
sebagai Aziz
Randy Nidji
sebagai Muluk
Arzetti Bilbina
sebagai Ibu Muluk
Kevin Andrean sebagai Sophian
Jajang C. Noer sebagai Mande Jamilah
Niniek L. Karim
sebagai Mak Base
Musra Dahrizal
Katik Rajo Mangkuto sebagai Datuk Hayati
Produksi : Soraya Intercine Films.
Orientasi
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah film drama roman
Indonesia tahun 2013 yang diadaptasi dari novel roman karya Buya Hamka dengan
judul yang sama. Film ini antara lain dibintangi oleh Herjunot Ali, Pevita
Pearce, dan Reza Rahardian yang notabene merupakan aktor dan aktris yang tengah
populer. Film arahan Sunil Soraya ini berhasil menduduki peringkat teratas
sebagai film paling banyak ditonton sepanjang tahun 2013.Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck mengisahkan romantisme dalam konsep oposisi biner (hal-hal yang
berlawanan) dalam bentuk kisah cinta sepasang kekasih dengan perbedaan latar
belakang sosial yang sangat berbeda sehingga menghalangi hubungan cinta
keduanya hingga berakhir kematian.Dikisahkan, tahun 1930-an dari tanah
kelahirannya Makassar, Zainuddin (Herjunot Ali) berlayar menuju kamung halaman
ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Disana, ia bertemu dengan Hayati (Pevita
Pearce), seorang gadis cantik jelita yang menjadi bunga di desanya. Zainuddin
yang memendam perasaan pada Hayati seketika menjadi pujangga dengan kata-kata
yang mampu menusuk perasaan wanita yang memiliki kecantikan alami tersebut
melalui rangkaian kata indah yang ia karang sendiri.
Tafsiran
Setelah disuguhi alur romantisme, penonton kemudian diajak
untuk memasuki konflik, yaitu ketika hubungan berbeda budaya ini ditentang oleh
para ninik-mamak Hayati dan juga para tetua suku karena Zainuddin dianggap
bukan seorang yang berdarah Minang. Selain itu, Zainuddin bukan termasuk
seorang pria mapan sehingga dianggap tidak cocok untuk dijadikan sebagai
sandaran hidup Hayati. Pada akhirnya para tetua memustuskan agar Zainuddin
segera angkat kaki dari Batipuh dan tidak berhubungan lagi dengan Hayati. Hal
tersebut memang merupakan hal yang lumrah terjadi di kehidupan nyata pada zaman
dahulu, dimana adat istiadat masih dipegang amat teguh oleh masyarakat. Sebelum
meninggalkan Batipuh, Zainuddin dan Hayati mengucapkan janji setia akan
menjalani hidup bersama di suatu saat nanti. Mereka mengucapkan ikrar di sebuah
danau tempat Zainuddin biasa menulis.
Janji setia itu mengukuhkan seberapa besar cinta diantara keduanya, meski semua
orang menentang, cinta diantara keduanya tak goyah dan tetap terjaga. Terdapat
sifat Zainuddin yang patut ditiru oleh para kaum muda, yaitu ketika Zainuddin
memutuskan untuk berjuang, pergi dari ranah Minang dan merantau ke tanah Jawa
demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainuddin bekerja keras membuka
lembaran baru hidupnya dan tidak terpuruk dalam kesedihan akibat berpisah
dengan Hayati. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal dengan karya-karya
masyhur dan diterima masyarakat seluruh Nusantara. Unsur dramatis kembali dimunculkan
saat sebuah kenyataan menghantam Zainuddin yang tengah bergelimangan harta dan
kemasyhuran. Dalam sebuah pertunjukkan opera, Zainuddin bertemu dengan Hayati,
kali ini bersama Aziz, suaminya—hasil dari pernikahan paksa karena harta dan
kecantikan. Pernikahan harta dan kecantikan bertemu dengan cinta suci yang tak
lekang oleh waktu. Pada akhirnya kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian
terberatnya, dalam sebuah tragedi pelayaran kapal Van Der Wijck.
Evaluasi
Film berdurasi 165 menit ini menyuguhkan backsoundlagu-lagu
yang terkesan kurang serasi dengan plot film dikarenakan instrument modern yang
digunakan sehingga terdengar kekinian. Special effect saat kapal tenggelam
dapat dikatakan seadanya dan tenggelamnya pun tak jelas apa penyebabnya padahal
judul film adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, seharusnya diperjelas apa
penyebab tenggelamnya kapal tersebut agar lebih dramatis. Dengan
mengesampingkan kekurangan tersebut, film ini tetap memiliki daya tarik dari
segi dialog yang cenderung puitis yang menjadi penghibur untuk para penonton.
Romantisme dan kisah cinta suci yang tak lekang oleh waktu yang terdapat dalam
film ini pun dapat menyentuh hati para penonton. Penonton seakan-akan ikut
terbawa alur cerita film tersebut sehingga membuat para penonton berlinang air
mata. Suasana tahun 1930-an pun dapat mengingatkan penonton pada sejarah
Indonesia para era sebelum kemerdekaan.
Rangkuman
Menurut paparan diatas film ini sangat sangat untuk ditonton
karna banyak unsur daerah, adat istiadat,dan banyak lagi. Apalagi kita yang
kurang akan nilai kedaerahan yang kita tau khususnya di Negara kita Indonesia.