Disusun Oleh : Istito’ah
1. Hamzah
Fansuri adalah seorang cendikiawan, ulama tasawuf, sastrawan, dan budayawan
terkemuka. Ia diperkirakan telah menjadi penulis pada masa Kesultanan Aceh
diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Sayid al-Mukammal (1588-1604) dan
dapat ditarik bahwa Hamzah Fanshuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga
awal abad ke-17. Ia berasal dari Fansur yakni sebuah kota pantai di barat
Sumatera bagian utara, arah ke selatan daerah Aceh (sekarang sebagian masuk
dalam wilayah Sumatera Utara). Ciri khas negeri Fansur itu adalah penghasil
kapur barus yang sangat terkenal di dunia pada saat itu. Ia sering melakukan
perjalanan untuk menuntut ilmu, antara lain ke Kudus, Banten, Johor, Siam,
India, Persia, Irak, Mekah, Madinah, dan lain-lain. Setelah pengembaraannya
selesai, ia kembali ke Aceh dan mengajarkan ilmunya. Pada mulanya ia berdiam di
Barus lalu ke Banda Aceh, kemudian ia mendirikan dayah di Oboh, Singkil.
2.
Dari
syair dan dari namanya sendiri sudah sekian lama berdominasi di Fansur, dekat
Singkel, sehingga mereka dan turunan mereka pantas digelari Fansur. Konon
saudara Hamzah Fansuri bernama Ali Fansuri, ayah dari Abdur Rauf Singkel
Fansuri. Pada ahli cenderung memahami dari syair bahwa Hamzah Fansuri lahir di
tanah Syahrmawi, tapi tidak ada kesepakatan mereka dalam mengidentifikasikan
tanah Syahrmawi itu. Ada petunjuk tanah Aceh sendiri ada yang menunjuk Tanah
Siam, dan bahkan ada sarjana yang menunjuk Negeri Persia sebagai Tanah yang di
Aceh oleh nama Syamawi.
3. Hamzah
Fansuri termasuk orang yang sangat gemar dan mementingkan dalam mencari ilmu,
terutama ilmu agama, khususnya tasawuf. Untuk itu, ia tidak segan-segan
berpergian jauh dalam waktu lama untuk tujuan itu. Namun, perjalanannya tidak
hanya untuk mencari ilmu pengetahuan tetapi juga untuk kepentingan amalan
agama, terutama berkaitan dengan ajaran tasawuf yang dianutnya. Hamzah Fansuri
dapat dikatakan tokoh tasawuf dari Aceh yang membawa faham wahdatul wujud.
Ajaran Hamzah Fansuri ini banyak bersumber dari pemikiran Ibnu Arabi.
4. Pada
mulanya Hamzah Fansuri mempelajari ilmu tasawuf setelah menjadi anggota tarekat
Qadiriyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Jailani. Pengaruh Hamzah Fansuri
cepat tersebar di seluruh Nusantara terutama melalui pengajaran-pengajaran yang
beliau berikan selama perantauan ke berbagai tempat dan melalui karya-karyanya
yang tersebar di seluruh Asia Tenggara. Murid-muridnya pun tersebar pula di
mana-mana. Hamzah Fansuri tidak saja dikenal sebagai ulama tasawuf dan
sastrawan terkemuka tetapi juga seorang perintis dan pelopor pembaharuan yang
sangat besar bagi perkembangan kebudayaan Islam di Nusantara. Khususnya di
bidang kerohanian, keilmuan, filsafat, bahasa, dan sastra.
5. Beliau
juga telah berhasil meletakkan dasar-dasar puitika dan estetika Melayu.
Dasar-dasar puitika ini terekam dalam syair-syair Hamzah Fansuri yang diketahui
tidak kurang 32 untaian. Syair ini dianggap sebagai syair Melayu pertama yang
ditulis dalam bahasa Melayu, yaitu sajak empat baris dengan pola bunyi akhir
a-a-a-a pada setiap barisnya.
6. Selain
itu, beliau juga mempelopori penulisan risalah tasawuf atau keagamaan yang
demikian sistematis dan bersifat ilmiah, Ia telah memberikan sumbangan
pemikirannya pertama, sebagai penulis pertama kitab keilmuan dalam bahasa
Melayu. Contohnya syair Burung Pingai, Syair Dagang, Syair Pungguk, Syair
Sidang Faqir, Syair Ikan Tongkol, Syair Perahu. Selain itu terdapat juga
karangan-karangan beliau yang berbentuk kitab ilmiah yaitu: Asfarul ‘arifin fi
bayaani ‘ilmis suluki wa tauhid, Al- Muhtadi, Ruba’i Hamzah al- Fansuri.
7. Ia
telah berhasil mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa intelektual dan ekspresi
keilmuan yang hebat, beliau juga telah mempelopori penerapan metode takwil atau
hermeneutika kerohanian. Sebagai contoh, dalam tulisannya Rahasia Ahli
Makrifat, Hamzah Fansuri menyampaikan analisisnya dengan tajam dan dengan
landasan pengetahuan yang luas mencakup metafisika, teologi, logika,
epistemologi, dan estetika.
8. Dari
semua sumber yang ada, tidak diperoleh data kapan dan di mana beliau dilahirkan
dan kapan beliau wafat. Namun, menurut Azyumardi Azra, ada bukti bahwa beliau
hidup dan berjaya pada masa sebelum dan selama pemerintahan sultan Aceh,
‘Aladdin Ri’ayat Syah (berkuasa 997-1011 H./1589-1602 M.), diperkirakan dia
meninggal dunia sebelum 1016 H./1607 M. Sedangkan menurut Abdul Hadi W.M., yang
mengacu pada catatan Valentijn dan syair-syair dari Syekh Hamzah al-Fansuri
sendiri menyatakan bahwasanya Syekh Hamzah al-Fansuri masih mengalami dan
menikmati zaman terakhir dari kegemilangan kota Barus, dan menyaksikan pula
maraknya perkembangan kerajaan Aceh Darussalam.
9. Syeikh
Hamzah Fansuri adalah seorang yang memiliki banyak karya, karena karya-karya
nya maka beliau sangat pantas untuk dikenang dan dihormati oleh orang-orang di
seluruh dunia. Beliau juga dapat dijadikan sebagai tokoh dunia yang pantas
untuk diteladani karena beliau sudah meluangkan waktunya untuk membuat karya
yang begitu banyak agar bermanfaat dan memberi cahaya pada zamannya.
DAFTAR
PUSTAKA
(diakses pada 12/11/2015 )
(di akses pada 9/11/2015 )
( di akses pada 12/11/2015 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar