Disusun oleh :
Finka Erianty
1. Beliau lahir di Kwitang, pada 11 Mei 1914. Ia biasa
dikenal dengan panggilan Maing, ia
salah satu sang maestro musik legendaris di Indonesia. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya. Pak Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi dan piawai
melagukan syair-syair yang bernapaskan islam.
2. Maing disekolahkan ayahnya di sebuah sekolah Kristen HIS
Idenburg, Menteng. Nama panggilannya di sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian
ayahnya merasa khawatir kalau nantinya bersifat kebelanda-belandaan. Kemudian
ia dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang. Setelah lulus, Maing masuk
sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri.
3. Setelah tamat MULO, Maing bekerja di Socony Service
Station sebagai kasir dengan gaji 30 gulden sebulan, sehingga dia sanggup
menabung untuk membeli biola. Namun, pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang
cocok baginya, sehingga ia pindah pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai
penjual piringan hitam produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan
Noordwijk Jakarta.
4. Selama bekerja sebagai penjual piringan hitam, Maing
banyak berkenalan dengan artis pentas, film, musik, dan penyanyi, di antaranya
Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah. Pada 1936, Maing memasuki perkumpulan
orkes musik Lief Jawa sebagai pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa.
5. Tahun 1934, Belanda membentuk Nederlands Indische Radio
Omroep Maatshappi dan orkes musik Lief Java mendapat kesempatan untuk mengisi
acara siaran musik. Tapi maing mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu barat,
kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri. Lagu ciptaannya kemudian direkam ke
dalam piringan hitam di Singapura. Orkes musiknya punya sebuah lagu pembukaan
yang mereka namakan Sweet Jaya Iskandar. Lagu tersebut tanpa pemberitahuan
maupun basa-basi dijadikan lagu pembukaan siaran radio NIROM, sehingga grup
musik Maing mengajukan protes, namun protes mereka tidak digubris oleh direktur
NIROM.
6. Pada periode tahun 1936-1937, Maing mulai mempelajari
berbagai jenis lagu tradisional dan lagu barat. Ini terlibat pada beberapa
ciptaannya dalam periode tersebut. Kemudian lagu ciptaannya “Bunga Mawar dari
mayangan” dan “Duduk Termenung” dijadikan tema lagu untuk film “Terang Bulan”.
Awal Perang Dunia II tahun 1940 mulai mempengaruhi kehidupan di Hindia-Belanda.
Radio NIROM mulai membatasi acara siaran musiknya, sehingga beberapa orang
Indonesia di Betawi mulai membuat radio sendiri dengan nama Vereneging
Oostersche Radio Omroep berlokasi di Kramat Raya.
7. Tiap malam minggu orkes Lief Java mengadakan siaran
khusus dengan penyanyi antara lain Annie Landouw. Karena Maing sangat gemar
memainkan berbagai jenis alat musik, suatu waktu dia diberi hadiah sebuah
saksofon oleh kawannya yang ternyata menderita penyakit paru-paru. Setelah doketer
menjelaskan pada Maing, lalu alat tiup tersebut dimusnahkan. Tapi, mulai saat
itu pula penyakit paru-paru mengganggu Maing.
8. Ketika Maing membentuk organisasi Perikatan radio
Ketimuran (PRK), pihak Belanda memintanya untuk memimpin orkes studio ketimuran
yang berlokasi di Bandung. Sebuah lagu ciptaannya berbahasa Belanda tapi
memiliki intonasi Timur yakni lagu “Als de orchideen bloeien”. Lagu ini
kemudian direkam oleh perusahaan piringan hitam His Master Voice (HMV). Kelak
lagu ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Bila
Anggrek Mulai Berbunga”.
9. Tahun 1940, Maing menikah dengan penyanyi kroncong Bulis
binti Empi. Lalu, pada Maret 1942, saat jepang menduduki seluruh Indonesia,
Radio NIROM dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti nama Kireina Jawa.
Saat itu Maing mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu perjuangan antara
lain “Indonesia Tanah Pusaka”.
10. Setelah Perang Dunia II, ciptaan Maing terus mengalir,
antara lain “Jauh di Mata di Hati Jangan” (1947) dan “Halo-halo Bandung”
(1948). Ketika itu Maing dan istrinya pindah ke Bandung, dan ketika berada di
Bandung selatan, ayah Maing di Jakarta Meninggal. Lalu ia pergi ke Jakarta,
saat itu ayahnya sudah beberapa hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi
makan ayahnya dan telah lalu, mengilhaminya untuk menciptakan lagu “Gugur
Bunga”.
11. Lagu-lagu ciptaan lainnya mengenai masa perjuangan yang
bergaya romantic tanpa mengurangi nilai-nilai semangat perjuangan. Lagu hiburan
popular yang kental bernafaskan cinta pun sampai-sampai diberi suasana kisah
perjuangan kemerdekaan.
12. Sampai pada lagu ciptaan yang ke 100-an, Maing masih
merasa puas dan belum bahagia. Malah, lagu ciptaanya yang ke-103 tidak sempat
diberi judul dan syair, hingga Maing alias Ismail Marzuki komponis besar
Indonesia itu meutup mata selamanya pada 25 Mei 1958.
daftar pustaka :
http://www.biografi.com/2011/11/biografi-ismail-marzuki-sang-maestro.html diakses pada : Senin, 16 November 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Ismail_Marzuki diakses pada : Senin, 16 November 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar