Disusun Oleh :
Nuryani Juniarti
1. Muhammad Husein Mutahar lahir di Semarang, Jawa Tengah, 5 Agustus1916 atau lebih dikenal dengan nama H. Mutahar, adalah seorang komponis musikIndonesia, terutama untuk kategori lagu kebangsaan dan anak-anak.
Hobinya adalah dalam bidang Seni Suara serta Studi Agama Islam dan perbandingan
agama-agama serta organisasi kerohanian, baik di dunia Timur maupun Barat. H. Mutahar tidak menikah, namun mempunyai 8 anak semang (6
laki-laki dan 2 perempuan). Sebagian merupakan ”serahan” dari ibu mereka yang
janda atau bapak mereka beberapa waktu sebelum meninggal dunia. Ada pula
bapak/ibu yang sukarela menyerahkan anaknya untuk diakui sebagai anak sendiri.
Semua sudah berumah tangga dan mempunyai 15 orang cucu (7 laki-laki dan 8
perempuan).
2. Lagu
ciptaannya yang populer adalah hymneSyukur (diperkenalkan Januari 1945) dan mars Hari
Merdeka (1946). Karya
terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku , menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan
Indonesia. Lagu anak-anak ciptaannya, antara lain: "Gembira",
"Tepuk Tangan Silang-silang", "Mari Tepuk",
"Slamatlah", "Jangan Putus Asa", "Saat Berpisah",
dan "Hymne Pramuka".
3. Ia mengecap pendidikan setahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada periode 1946-1947, setelah tamat
dari MULO B (1934) dan AMS A-I (1938). Pada tahun 1945, Mutahar bekerja sebagai
Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Jogjakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di
Jogjakarta (1947).Selanjutnya, ia mendapat jabatan-jabatan yang meloncat-loncat
antardepartemen. Puncak kariernya barangkali adalah sebagai Duta Besar RI di Tahta Suci (Vatikan) (1969-1973).Ia diketahui menguasai paling tidak
enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya
adalah sebagai Penjabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974).
4. Ia
adalah salah seorang tokoh utama Pandu
Rakyat Indonesia. Ia juga dikenal anti-komunis. Ketika seluruh gerakan
kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Mutahar juga menjadi tokoh di dalamnya. Namanya juga
terkait dalam mendirikan dan membina Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), tim yang beranggotakan pelajar dari berbagai penjuru Indonesia yang bertugas mengibarkan Bendera Pusaka dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.
5. Sebagai
salah seorang ajudan Presiden, Mutahar diberi tugas menyusun upacara pengibaran
bendera ketika Republik Indonesia merayakan hari ulang tahun pertama
kemerdekaan, 17 Agustus 1946. Menurut pemikirannya, pengibaran bendera
sebaiknya dilakukan para pemuda yang mewakili daerah-daerah Indonesia. Ia lalu
memilih lima pemuda yang berdomisili di Yogyakarta (tiga laki-laki dan dua
perempuan) sebagai wakil daerah mereka.Pada tahun 1967, sebagai direktur
jenderal urusan pemuda dan Pramuka, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan,
Mutahar diminta Presiden Soeharto untuk menyusun tata cara pengibaran Bendera Pusaka. Tata cara pengibaran Bendera Pusaka disusunnya untuk
dikibarkan oleh satu pasukan yang dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 17
sebagai pengiring atau pemandu; kelompok 8 sebagai kelompok inti pembawa
bendera; kelompok 45 sebagai pengawal. Pembagian menjadi tiga kelompok tersebut
merupakan simbol dari tanggal Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia.
6. PERISTIWA itu terjadi
beberapa hari menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik
In-donesia pertama. Presiden Soekarno memanggil ajudannya, Mayor (Laut) M.
Husein Mutahar dan memberi tugas agar segera mempersiapkan upacara peringatan
Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1946, di halaman Istana
Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
7. Persatuan dan
kesatuan bangsa, wajib tetap dilestarikan kepada generasi penerus yang akan
menggantikan para pemimpin saat itu. “Simbol-simbol apa yang bisa diguna-kan?”
pikirnya. Pilihannya lalu jatuh pada pengibaran bendera pusaka. Mutahar
berpikir, pengi-baran lambang negara itu sebaiknya dilakukan oleh para pemuda
Indonesia.
Lima
orang itu, dalam pemikiran Mutahar, adalah simbol Pancasila.
Salah seorang pengibar bendera pu-saka 17 Agustus 1946 itu adalah Titik Dewi Atmono Suryo, pelajar SMA asal Sumatera Barat yang saat itu sedang menuntut ilmu dan tinggal di Yogyakarta. Sampai peringatan HUT Kemerdekaan ke-4 pada 17 Agustus 1948, pengibaran oleh lima pemuda dari berbagai daerah yang ada di Yogyakarta itu tetap dilaksanakan.Sekembalinya ibukota Republik Indo-nesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pe-ngibaran bendera pusaka dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu pengibar dibentuk dan diatur oleh Ru-mah Tangga Kepresidenan Rl sampai tahun 1966. Para pengibar bendera itu memang para pemuda, tapi belum mewakili yang ada dalam pikiran Mutahar.
Salah seorang pengibar bendera pu-saka 17 Agustus 1946 itu adalah Titik Dewi Atmono Suryo, pelajar SMA asal Sumatera Barat yang saat itu sedang menuntut ilmu dan tinggal di Yogyakarta. Sampai peringatan HUT Kemerdekaan ke-4 pada 17 Agustus 1948, pengibaran oleh lima pemuda dari berbagai daerah yang ada di Yogyakarta itu tetap dilaksanakan.Sekembalinya ibukota Republik Indo-nesia ke Jakarta, mulai tahun 1950 pe-ngibaran bendera pusaka dilaksanakan di Istana Merdeka Jakarta. Regu-regu pengibar dibentuk dan diatur oleh Ru-mah Tangga Kepresidenan Rl sampai tahun 1966. Para pengibar bendera itu memang para pemuda, tapi belum mewakili yang ada dalam pikiran Mutahar.
8. Mutahar
tidak lagi menangani pengibaran bendera pusaka sejak ibukota negara dipindahkan
dari Yogyakarta. Upacara Peringatan Proklamasi Kemer-dekaan diadakan di Istana
Merdeka Jakarta sejak 1950 sampai 1966. Ia pun seakan hilang bersama impiannya.
Na-mun, ia mendapat “kado ulang tahun ke-49” pada tanggal 5 Agustus 1966,
ketika ditunjuk menjadi Direktur Jenderal Uru-san Pemuda dan Pramuka (Dirjen
Uda-ka) di Departemen Pendidikan & Kebudayaan (P&K). Saat itulah, ia
kembali teringat pada gagasannya tahun 1946.
9. Mutahar
berpikir keras dan mencoba mensimulasikan keberadaan pemuda utusan daerah dalam
gagasannya, karena dihadapkan pada kenyataan saat itu bahwa belum mungkin untuk
mendatangkan mereka ke Jakarta. Akhirnya diperoleh jalan keluar dengan
melibatkan putra-putri daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota
Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran bendera pusaka.
10. Semula, Mutahar berencana untuk mengisi personil kelompok 45 (Pengawal) dengan
para taruna Akademi Ang-katan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) sebagai
wakil generasi muda ABRI. Tapi sayang, waktu liburan perku-liahan yang tidak
tepat dan masalah transportasi dari Magelang ke Jakarta menjadi kendala,
sehingga sulit terwujud.
11. Usul
lain untuk menggunakan anggota Pasukan Khusus ABRI seperti RPKAD (sekarang
Kopassus), PGT (sekarang Paskhas), Marinir dan Brimob, juga tidak mudah dalam
koordinasinya. Akhirnya, diambil jalan yang paling mudah yaitu dengan merekrut
anggota Pasukan Pengawal Presiden (Paswalpres), atau sekarang Paspampres, yang
bisa segera dikerahkan, apalagi sehari-hari mereka memang bertugas di
lingkungan Istana.
12. Pada
tanggal 17 Agustus 1968, apa yang tersirat dalam benak Husain Mutahar akhirnya
menjadi kenyataan. Setelah tahun sebelumnya diadakan ujicoba, maka pada tahun
1968 didatangkanlah pada pemuda utusan daerah dari seluruh Indonesia untuk
mengibar-kan bendera pusaka.
13. Selama
enam tahun, 1967-1972, bendera pusaka dikibarkan oleh para pemuda utusan daerah
dengan sebutan “Pa-sukan Penggerek Bendera”. Pada tahun 1973, Drs Idik Sulaeman
yang menjabat Kepala Dinas Pengembangan dan Latih-an di Departemen Pendidikan
dan Kebu-dayaan (P&K) dan membantu Husain Mutahar dalam pembinaan latihan
me-lontarkan suatu gagasan baru tentang nama pasukan pengibar bendera pusaka.
14. Mutahar
yang tak lain mantan pembina penegak Idik di Gerakan Pramuka setuju. Maka,
kemudian meluncurlah sebuah nama antik berbentuk akronim yang agak sukar
diucapkan bagi orang yang pertama kali menyebutnya: PASKIBRAKA, yang merupakan
singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Memang, Idik Sulaeman yang
memberi nama Paskibraka. Tapi pada hakekatnya penggagas Paskibraka tetaplah
Husein Mutahar, sehingga ia sangat pan-tas diberigelar “Bapak Paskibraka”.
15. Hari
Rabu, 9 Juni 2004, pukul 16.30 WIB, dalam usia 87 tahun di Jln. Damai No.20
Cipete, Jakarta Selatan. Dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Jeruk Purut,
Ja-karta Selatan. Sebetulnya, beliau berhak dimakamkan di Taman Pahlawan
Kalibata karena memiliki tanda kehormatan “Mahaputera” atas jasa menyelamatkan
bendera pusaka Merah Putih dan “Bintang Gerilya” atas jasanya ikut perang
gerilya tahun 1948-1949. Tetapi, beliau tidak mau, bahkan mengurus hal itu
kepada pengacara dengan membuat surat wasiat.
16. Husein Mutahar merupakan pengagas PASKIBRAKA yang
termasuk kedalam pahlawan Kemerdekaan. Pemikirannya untuk memilih para pemuda
Indonesia untuk mengibarkan bendera pusaka merupakan salah satu wujud
kepeduliannya bagi para pemuda Indonesia. Sebab menurutnya generasi penerus
bangsa Indonesia adalah para pemudanya sendiri agar dapat lebih menghargai
perjuangan pahlawan yang mempertaruhkan nyawa demi sebuah bendera. Dan rakyat
Indonesia patutnya bersyukur atas apa yang telah di berikan bagi pahlawannya
demi kemajuan Negara Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
DIAKSES
PADA 11 NOVEMBER 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar