Oleh: Maria Ekselin M
Bulutangkis adalah olahraga keluarga
yang juga diminati kedua orang tuanya. Dengan bakat dan lingkungan yang
mendukung, ia pun memulai karier bulutangkis di klub milik pamannya, PB Tunas
Tasikmalaya. Setelah berlatih selama 7 tahun di sana dan memenangkan kejuaraan bulutangkis
tingkat junior, padatahun 1985 ketika Susi menginjak kelas 2 SMP, ia pindah ke
Jakarta untuk lebih serius menjalani dunia bulutangkis.
Di Jakarta, Susy tinggal di asrama
dan bersekolah khusus untuk atlet. Sejak saat itu ia menjalani kehidupan remaja
yang berbeda dari remaja lain, karena ia tinggal di asrama. Suy pun mengaku kurang
pergaulan karena berteman dengan sesama atlet.
Jadwal latihan Susy sangat padat.
Enam hari dalam seminggu senin-sabtu. Sesi pertama berlangsung dari pukul 07.00
sampai 11.00 pagi, lalu setelah istirahat dan makan siang, disambung lagi dengan
sesi kedua mulai pukul 13.00 hingga 19.00. Peraturan tentang makan, jam tidur,
sampai tentang pakaian sangat ketat. Ia tidak boleh memakai sepatu dengan hak tinggi
agar kakinya terhindar dari kemungkinan cidera.
Pada awal kariernya ditahun 1989,
Susy sudah berhasil menjadi juara di Indonesia Open. Selain itu, berkat kegigihan
dan ketekunannya Susy berhasil turut serta menyumbangkan piala Sudirman pada tim
Indonesia untuk pertama kalinya dan belum pernah terulang sampai saat ini.
Ia pun mulai merajai kompetisi bulutangkis
wanita dunia dengan menjuarai All England sebanyak empat kali
(1990,1991,1993,1994) dan menjadi Juara Dunia pada tahun 1993.
Puncak karier Susy biasa dibilang
terjadi pada tahun 1992 ketika ia menjadi juara tunggal putrid di cabang bulutangkis
di Olimpiade Barcelona. Susy menjadi peraih emas pertama bagi Indonesia diajang
olimpiade. Uniknya, Alan Budikusuma yang merupakan pacarnya ketika itu, juga berhasil
menjadi juara ditunggal putra, sehingga media asing menjuluki meraka sebagai
“Pengantin Olimpiade”. Sebuah julukan yang menjadi kenyataan pada 9 Februari
1997.
Susy kembali berhasil meraih medali,
kali ini medali perunggu pada Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika Serikat. Selain
itu, Susy juga menorehkan prestosi dengan merebut Piala Ubertahun 1994 dan 1996
bersamatimUber Indonesia. Puluhangelareri Grand Prix juga berhasil ia raih sepanang
kariernya.
Susy dikenal sebagai pemain bulutangkis
yang tenang dan tanpa emosi ketika bertanding meskipun ia telah tertinggal jauh
dari lawannya. Semangat Susy yang pantang menyerah juga selalu berhasil membuat
para pendukungnya yakin bahwa Susy pastiakan berhasil.
Susy pensiun diusia 26 tahun
setelah ia menikah dengan pemain bulu tangkis tunggal putra, Alan Badrikusuma. Ia
dan Alan memulai kehidupan dari nol lagi, karena pemerintah dinilai kurang
memperhatikan kesejahterahan para mantan atlet. Ia pun mengaku tidak akan
mengizinkan ketiga anaknya untuk terjun di dunia bulutangkis maupun cabang
olahraga yang lain, mengingat nasib beberapa mantan atlet yang diabaikan oleh
pemerintah.
Salah satu usaha Susy adalah
membuka took di ITC Mega Grosir Cempaka Mas yang menjual berbagai macam pakaian
asal Cina, Hongkong, dan Korea, serta sebagian produk local. Usaha ini
dilakoninya sambil melaksanakan tugas utamanya sebagai ibu dari tiga orang
anak.
Susy Bersama Alan mendirikan
Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading sebagai pusat pelatihan bulutangkis. Mereka
berdua juga membuat raket dengan merek ASTEC ( Alan-Susy Technology) pada
pertengahan tahun 2002.
Walaupun Susy telah mendapat
puluhan gelar tingkat internasional, ada satu sikap yang tidak pernah hilang
dari dirinya. Ia selalu bersikap rendah hati dan terus berusaha unruk menjadi
lebih baik lagi. Baginya kekalahan bukan akhir dari segalanya, namun justru
kesempatan untuk memperbaiki kemampuan dan menghindarkan dari sikap sombong. Sungguh
satu sikap yang patut dicontoh oleh para generasi muda Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar