Follow Us @literasi_smkn23jkt

Minggu, 23 November 2014

SUSY SUSANTI : “Saya teh sekali-kali pengen juga merasakan kalah.”

Oleh: Maria Ekselin M

Lucia Fransiska Susy Susanti (Wang Lian Xiang) lahir pada 11 Februari 1971 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Perempuan yang akrab dipanggil Susy Susanti adalah salah satu pemain bulutangkis putrid terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Ia menyukai permainan bulutangkis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Bulutangkis adalah olahraga keluarga yang juga diminati kedua orang tuanya. Dengan bakat dan lingkungan yang mendukung, ia pun memulai karier bulutangkis di klub milik pamannya, PB Tunas Tasikmalaya. Setelah berlatih selama 7 tahun di sana dan memenangkan kejuaraan bulutangkis tingkat junior, padatahun 1985 ketika Susi menginjak kelas 2 SMP, ia pindah ke Jakarta untuk lebih serius menjalani dunia bulutangkis.

Di Jakarta, Susy tinggal di asrama dan bersekolah khusus untuk atlet. Sejak saat itu ia menjalani kehidupan remaja yang berbeda dari remaja lain, karena ia tinggal di asrama. Suy pun mengaku kurang pergaulan karena berteman dengan sesama atlet.

Jadwal latihan Susy sangat padat. Enam hari dalam seminggu senin-sabtu. Sesi pertama berlangsung dari pukul 07.00 sampai 11.00 pagi, lalu setelah istirahat dan makan siang, disambung lagi dengan sesi kedua mulai pukul 13.00 hingga 19.00. Peraturan tentang makan, jam tidur, sampai tentang pakaian sangat ketat. Ia tidak boleh memakai sepatu dengan hak tinggi agar kakinya terhindar dari kemungkinan cidera.

Pada awal kariernya ditahun 1989, Susy sudah berhasil menjadi juara di Indonesia Open. Selain itu, berkat kegigihan dan ketekunannya Susy berhasil turut serta menyumbangkan piala Sudirman pada tim Indonesia untuk pertama kalinya dan belum pernah terulang sampai saat ini.

Ia pun mulai merajai kompetisi bulutangkis wanita dunia dengan menjuarai All England sebanyak empat kali (1990,1991,1993,1994) dan menjadi Juara Dunia pada tahun 1993.

Puncak karier Susy biasa dibilang terjadi pada tahun 1992 ketika ia menjadi juara tunggal putrid di cabang bulutangkis di Olimpiade Barcelona. Susy menjadi peraih emas pertama bagi Indonesia diajang olimpiade. Uniknya, Alan Budikusuma yang merupakan pacarnya ketika itu, juga berhasil menjadi juara ditunggal putra, sehingga media asing menjuluki meraka sebagai “Pengantin Olimpiade”. Sebuah julukan yang menjadi kenyataan pada 9 Februari 1997.

Susy kembali berhasil meraih medali, kali ini medali perunggu pada Olimpiade 1996 di Atlanta, Amerika Serikat. Selain itu, Susy juga menorehkan prestosi dengan merebut Piala Ubertahun 1994 dan 1996 bersamatimUber Indonesia. Puluhangelareri Grand Prix juga berhasil ia raih sepanang kariernya.

Susy dikenal sebagai pemain bulutangkis yang tenang dan tanpa emosi ketika bertanding meskipun ia telah tertinggal jauh dari lawannya. Semangat Susy yang pantang menyerah juga selalu berhasil membuat para pendukungnya yakin bahwa Susy pastiakan berhasil.

Susy pensiun diusia 26 tahun setelah ia menikah dengan pemain bulu tangkis tunggal putra, Alan Badrikusuma. Ia dan Alan memulai kehidupan dari nol lagi, karena pemerintah dinilai kurang memperhatikan kesejahterahan para mantan atlet. Ia pun mengaku tidak akan mengizinkan ketiga anaknya untuk terjun di dunia bulutangkis maupun cabang olahraga yang lain, mengingat nasib beberapa mantan atlet yang diabaikan oleh pemerintah.

Salah satu usaha Susy adalah membuka took di ITC Mega Grosir Cempaka Mas yang menjual berbagai macam pakaian asal Cina, Hongkong, dan Korea, serta sebagian produk local. Usaha ini dilakoninya sambil melaksanakan tugas utamanya sebagai ibu dari tiga orang anak.

Susy Bersama Alan mendirikan Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading sebagai pusat pelatihan bulutangkis. Mereka berdua juga membuat raket dengan merek ASTEC ( Alan-Susy Technology) pada pertengahan tahun 2002.

Walaupun Susy telah mendapat puluhan gelar tingkat internasional, ada satu sikap yang tidak pernah hilang dari dirinya. Ia selalu bersikap rendah hati dan terus berusaha unruk menjadi lebih baik lagi. Baginya kekalahan bukan akhir dari segalanya, namun justru kesempatan untuk memperbaiki kemampuan dan menghindarkan dari sikap sombong. Sungguh satu sikap yang patut dicontoh oleh para generasi muda Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar