Follow Us @literasi_smkn23jkt

Minggu, 23 November 2014

D. Zawawi Imron : Sastrawan Dari Madura

Oleh Syifa Fauziah

D. Zawawi Imron
D. Zawawi Imron atau Cak Imron lahir di tengah-tengah keluarga petani yang sederhana, pada tahun 1945 (tidak pernah diketahui tanggal dan bulannya), “pokoknya saya lahir saat bulan Ramadhan zaman Jepang” katanya. Ia lahir di Kabupaten Sumenep tepatnya di Desa Batang-batang di ujung timur Pulau Madura. Ia hanya sempat mengecap  Pendidikan formal Sekolah Rakyat (SR, setara dengan SD) dan melanjutkan belajar di Pesantren Tradisional Lambicabbi, Kecamatan Gapura, Sumenep selama 18 bulan. Sesudah itu ia mengajar di Madrasah Ibtidiyah di desanya sambil terus otodidak.

Zawawi Imron memang dekat dan bersahabat dengan kemiskinan. Ia lahir dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga miskin, sehingga ia tidak bisa melanjutkan ke kota. Makanan sehari-harinya yaitu nasi geplek dengan ulam daun dadap. Zawawi pernah pula bekerja menjadi kuli pengangkut kantong daun siwalan dari gudang dan menaikannya ke atas truk.

Sebagai orang Madura yang masih terikat adat, Cak Imron mengalami masa kawin muda. Menurutnya, ia sudah dijodohkan sejak kecil oleh orang tuanya. Tapi mereka tidak saling mengenal. Naik sejenjeng perkawinan baru berusia 21 tahun, sedangkan istrinya berusia 13 tahun.

Zawawi pertama kali menulis puisi pada usia 17 tahun. Pertama kali Zawawi diberi kesempatan mengetik puisi-puisinya oleh Pak Sutama, Camat di tempatnya. Pak Sutama juga berjasa mengirimkan puisinya ke Mingguan Birawa (Surabaya) asuhan Penyair Jawa Suripan Sadihutama, dan pertama kali disiarkan tahun 1974.

Di awal kepenyiarannya Zawawi berhasil menerbitkan Semerbang Mayang (Kumpulan Puisi Sajak 1977), disusul Madura Akulah Lautan (Kumpulan Sajak 1978), Cempaka (Cerita Lisan Madura 1979), Ni Peri Tanjung Wulan (Cerita Lisan Madura 1980), Bulan Tertusuk Lalang (Kumpulan Sajak PN Balai Pustaka 1982), Nenek Moyangku Air Mata (1985), Cerita Emas (1986), Berlayar di Pamor Badik (1994), Bantalku Ombak, Selimuntu Angin (1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), Semerbak Wayang (1997), Madura Akulah Darahmu (1999), Unjuk Rasa Kepada Allah (1999), Gumam-Gumam Dari Dusun, Indonesia di Mata Seorang Santri (2000), Sate Rohani Dari Madura (2001), Bandung, Soto Sufi dari Madura (2002), Ku Jilat Manis Empedu (2003). Itulah beberapa karya D. Zawawi Imron.

Mengawali perjalanan kariernya pada tahun 1979 Zawawi memenangkan Sayembara Nasional menulis puisi yang diadakan “Perkumpulan Sahabat Pena Indonesia” dan mendapatkan hadiah dari Depdikbud RI tahun 1981 dalam lomba mengarang buku bacaan SD.

Tahun 1982, Subagyo Sastrawardoyo memilihnya sebagai salah satu penyair terbaik dalam acara Temu Penyair Muda Indonesia di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Bahkan kini ia, Penyair lulusan SR itu dipercayai mengajar di sebuah SMP Madura, dan mengajar menggambar di sebuah SD.

Pemberian Hadiah Bingkisan Sebagai Penghargaan
Penghargaan lainnya Zawawi dapatkan ketika kumpulkan sajaknya “Nenek Moyangku Air Mata” terpilih sebagai puisi terbaik Yayasan Buku Utama Depdikbud RI, 1985. Pada tahun 1980 kumplan sajaknya “Celurit Emas”  mendapatkan hadiah buku puisi terbaik dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Tahun 1995 sajaknya yang berjudul “Dialog Bukit Kambuja” keluar sebagai juara pertama lomba Nasional menulis puisi dalam rangka 50 tahun Kemerdekaan RI, dan akhirnya puisi “Bulan Tertusuk Lalang” menarik sutradara Garin Nugroho untuk membuat film ayar perak dengan judul yang sama.

Zawawi selain menulis puisi, ia juga menulis cerita rakyat, kolomnis diberbagai media cetak, Mubalig, Pelukis, dan kerap menghadiri seminar-seminar sastra, seperti yang terakhir ia hadirin dalam acara Jikfest di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2008. Aktifitasnya yang lain adalah pengajar di Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (IDIA), Preduan Sumenep, dan di Universitas Madura. Semua itu ia hasilkSSan dari kerja kerasnya sendiri.

Zawawi juga menjadi Anggota Dewan Pengasuh Pesantren Ilmu Giri (Yogyakarta). Zawawi banyak berceramah Agama sekligus membacakan sajaknya di Yogyakarta, ITS. Surakarta, UNHAS Makassar, IKIP Malang dan Balai Sidang Senayan Jakarta. Hingga kini, Zawawi Imron masih tinggal di Batang-batang, Madura, tanah kelahiran sekaligus sumber inspirasi bagi puisi-puisinya.



Beberapa puisi ciptaan D. Zawawi Imron

MADURA AKULAH DARAHMU
di atasmu, bongkahan batu yang bisu
tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
biar berguling diatas duri hati tak kan luka
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dari aku
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan airmatamu

seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,
sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua

si sini
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku

bila musim labuh hujan tak turun
kubasahi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi karapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu

aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan
dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenekmoyangku
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu.


BULAN TERTUSUK LALANG

bulan rebah
angin lelah di atas kandang

cicit-cicit kelelawar
menghimbau di ubun bukit
di mana kelak kujemput anak cucuku
menuntun sapi berpasang-pasang

angin termangu di pohon asam
bulan tertusuk lalang

tapi malam yang penuh belas kasihan
menerima semesta bayang-bayang
dengan mesra menidurkannya
dalam ranjang-ranjang nyanyian


diadaptasi dari :

http://kepadapuisi.blogspot.com/2012/10/bulan-tertusuk-lalang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar