Oleh:
Suharyani
Rudy Hartono Kurniawan lahir
pada 18 Agustus 1949 di Surabya, Jawa Timur. Nama Rudy dalam bahasa China: Nio Hap Liang. Dia merupakan anak ketiga
dari sembilan bersaudara yang lahir dari pasangan Zulkarnain dan Endang
Suryaningsih. Dia memiliki dua orang kakak yang bernama Freddy Harsono dan
Diana Veronica, serta memiliki enam orang adik. Rudy menganut agama Kristen Protestan.
Orang tuanya tinggal di Jalan Kaliasi 49 (sekarang Jalan Basuki Rahmat),
Surabaya, Jawa Timur dan bekerja sebagai penjahit pakaian pria dan mempunyai
usaha pemrosesan susu sapi di Wonokromo, Jawa Timur.
Seperti anak-anak seumuran
lainnya, Rudy kecil juga tertarik dengan berbagai macam olahraga. Sejak SD, terutama
atletik dan renang. Pada masa SMP dia juga berkecimpung di olahraga bola voli
dan pada masa SMA dia adalah pemain sepak bola yang handal. Tapi dari semua
olahraga yang diikutinya, keinginan terbesarnya akhirnya hanya jatuh pada
permainan bulutangkis. Pada usia 9 tahun, dia sudah menunjukkan bakatnya di
bulutangkis. Tetapi, ayahnya baru menyadarinya ketika dia sudah berumur 11
tahun.
Sebelum itu, Rudy hanya
berlatih di Jalan raya di depan kantor PLN di Surabaya yang sebelumnya dikenal
dengan jalan Gemblongan. Dia berlatih hanya pada hari Minggu dari pagi hingga
pukul 10 malam. Setelah merasa cukup, dia memutuskan untuk mengikuti
kompetisi-kompetisi kecil di sekitar Surabaya yang pada masa itu hanya
diterangi oleh lampu petromax. Setelah ayahnya menyadari bakat anaknya, maka
Rudy kecil mulai dilatih secara sistematik pada Asoiasi Bulutangkis Oke dengan
pola latihan yang ditentukan ayahnya.
Program kepelatihannya di tekankan pada empat hal utama yaitu: kecepatan,
pengaturan napas, konsistensi permainan dan sifat agresif dalam menjemput
target. Pada saat itu asosiasi tempat ayah Rudy melatih hanya mempunyai latihan
di gudang gerbang kereta api di PJKA Karangmenjangan. Dia merasa bahwa tempat
latihan ayahnya jauh lebih baik dari tempat latihan sebelumnya karena ruangan
gedung telah memakai cahaya lampu
listrik sehingga dia tetap bisa berlatih dengan maksimal.
Setelah beberapa lama
bergabung dengan grup ayahnya, akhirnya Rudy memutuskan untuk pindah ke grup
bulutangkis yang lebih besar yaitu Rajawali Group yang telah banyak
menghasilkan pemain bulutangkis dunia. Namun, setelah mendapat masukan ayahnya.
Ia mengakui bahwa jika ingin kemampuan dan kariernya di bulutangkis meningkat
maka dia harus pindah ke tempat latihan yang lebih baik. Oleh karena itu, Rudy lantas
bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup di akhir 1965.
Setelah bergabung dengan Pusat Pelatihan Nasional untuk Thomas Cup,
kemampuannya meningkat pesat.
Rudy telah menjadi bagian
dari Thomas Cup yang menang pada 1967. Setahun kemudian, di usia 18 tahun dia
meraih juara pertama di Kejuaraan All
England mengalahkan pemain Malaysia, Tan Aik Huang dengan skor 15-12 dan 15-9.
Dia kemudian menjadi juara di tahun-tahun berikutnya hingga 1974. Namun,
nampaknya kedigdayaannya tidak berlangsung lama. Pada 1975, dia kalah dari
Svend Pri. Tetapi, gelar juara All England dia rebut kembali pada 1976. Pada
tahun yang sama, tanggal 28 Agustus setelah memperoleh gelar juaranya ke 8
dalam kompetisi All England Rudy Hartono
menikahi Jane Anwar dan di karuniai dua orang anak yaitu Christoper Hartono dan
Chistine Hartini Kurniawan. Bersama tim Indonesia, Rudy menjuarai Thomas Cup
pada 1970, 1973, dan 1976. Setelah absen selama dua tahun, dia tampil kembali
pada Kejuaraan Dunia Bulutangkis II di Jakarta pada tahun 1980. Semula
dimaksudkan sebagai pendamping, ternyata secara mengagumkan Rudy keluar sebagai
juara. Berhadapan dengan Liem Swing King di final, pada usia 31 tahun dia
membuktikan dirinya sebagai maestro tangguh. Dia dijuluki sebagai ‘Wonder Boy’,
karena sampai saat ini belum ada satu pun atlet bulutangkis dunia yang
mengalahkan rekor prestasinya dengan 8 kali menjuarai kompetisi bulutangkis
tertua di dunia yaitu All England.
Berikut ini adalah daftar
perstasi Rudy Hartono: Juara tunggal putra All England 8 kali (1968, 1969,
1070, 1971, 1972, 1973, 1974, dan 1976), Runner Up All England disektor ganda
putra tahun 1971, Runner Up All England (1975,1978), Juara bersama Tim Thomas Cup Indonesia 4 kali (1970, 1973,
1976, 1979), Runner Up bersama Tim Thomas 2 kali (1967,1982), Juara dunia Cup
Championship 1980, Juara Denmark open 3 kali (1971, 1972, 1974), Juara Canadian
open 2 kali (1969, 1971), Juara US Open 1969, Juara Japan open 1981, Juara
cabang olahraga percobaan pada olimpiade 1972 di Munich. Selain itu, Rudy juga
memperoleh banyak penghargaan dari dalam maupun luar negeri seperti Asian
Heroes, Time Magazine tahun 2006, Tercatat dalam Guiness Book Of World Records
tahun 1982, Olahragawan terbaik SIWO/PWI pada tahun 1969 dan 1974, IBF
Distinguished Service Awards 1985, IBF Herbert Scheele Trophy 1986, Honorary
Diploma tahun 1987 dari The International Committee’s “Fair Play” Award, dan Tanda Kehormatan Republik
Indonesia Jasa Utama.
Pada tahun 1971, Rudy
Hartono pernah mencoba dunia akting dengan bermain di layar lebar bersama Poppy
Dharsono dalam film yang berjudul “Matinya Seorang Bidadari”. Dan kemudian di
tahun 1986, dia menerbitkan bukunya yang berjudul “Rajawali Dengan Jurus Padi”
dalam bukunya tersebut Rudy menuliskan kisah perjalanan hidupnya.
Dan pada tahun 1982, Rudy
Hartono menggantungkan raketnya sekaligus menutup masa keatletannya. Bahkan,
pada tahun 1988 dia sudah tidak bisa lagi bermain bulutangkis walaupun hanya
latihan ringan saja, dikarenakan operasi jantung yang telah dia jalani di
Australia. Meskipun itu, Rudy tetap terlibat dalam olahraga yang dia tekuni
semenjak kecil ini, walau hanya dari pinggir lapangan. Olahragawan terbaik
SIWO/PWI tahun 1969 dan 1974 ini menjadi Ketua Bidang Pembinaan PB PBSI dalam
kurun waktu 1981-1985 dibawah kepengurusan Ferry Sonneville. Selain itu, dengan
materi yang dimilikinya, ditunjang oleh hubungan yang luas dengan banyak
pengusaha, dan hasil kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta
dia mengembangkan bisnis. Peternakan sapi perah di Sukabumi adalah awal mulanya
dia bergerak dalam bisnis susu. Dia juga
bergerak dalam bisnis alat olahraga dengan mengageni merk Mikasa, Ascot, dan
Yonex. Kemudian melalui Havilah Citra Foootwear yang didirikan pada tahun 1996,
dia mengimpor berbagai macam pakaian olahraga. Selain itu, Rudy pun pernah
menjadi pengusaha di merek Top 1. Dan berkat nama besarnya di dunia
bulutangkis, United Nations Development (UNDP) menunjuk dirinya sebagai duta
bangsa untuk Indonesia.
Rudy Hartono adalah salah
satu orang yang sangat berkontribusi besar dalam mengharumkan nama Indonesia
dimata dunia Internasional lewat permainan bulutangkisnya. Puluhan gelar telah dia
dapatkan, bahkan belum ada atlet yang mampu menandinginya. Berbagai penghargaan
dari Internasional juga pernah dia dapatkan. Rudy Hartono juga sukses mencetak
pemain-pemain muda berbakat lainnya, seperti Alan Budi Kusuma yang sukses
meraih gelar juara di Olimpiade Barcelona tahun 1992. Meskipun Rudy Hartono
adalah seorang pembulutangkis yang hebat, dia tetap rendah hati dan tidak
pernah bersikap sombong.
Artikel ini diadaptasi dari:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar