Oleh: Dhina Tria Rusita
Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April
tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang
masih sangat taat pada adat istiadat. Masa kecil Kartini sangatlah sedih,
karena ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan setelah lulus sekolah
dasar. Akhirnya ia dinikahkan oleh orang tua nya dengan Raden Adipati
Joyodiningrat. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit
Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904.
Kartini pernah merasakan bangku sekolah
hingga tamat pendidikan dasar. Karakternya yang haus akan ilmu pengetahuan
membuatnya ingin terus melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi sayang,
ayahnya tidak memberi izin Kartini melanjutkan sekolah. Ia memohon diberikan
beasiswa sekolah di Belanda kepada Mr.J.H.Abendanon. Belum sempat permohonan
tersebut dikabulkan Kartini dinikahkan.
Kartini yang tidak boleh keluar dari rumah
sampai waktunya menikah, ia menghilangkan rasa bosan dengan menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk membaca buku ilmu pengetahuan. Kesukaannya membaca
berubah menjadi rutinitas harian. Bahkan, ia tidak segan untuk bertanya kepada
ayahnya bila ada hal yang tidak dimengertinya. Lambat laun pengetahuannya
bertambah dan wawasannya pun meluas. Ia juga mulai bergerk mengumpulkan teman-teman
wanitanya untuk diajarkan baca tulis dan ilmu pengetahuan lainnya.
Banyak karya dan pemikiran wanita Eropa
yang dikaguminya. Terlebih kebebasan mereka untuk bisa terus bersekolah. Timbul
keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hannya harus bisa
urusan “belakang” rumah tangga saja, tetapi wanita juga harus bisa dan punya
wawasan dan ilmu yang luas. Kartini pun mulai bergerak mengumpulkan teman-teman
wanitanya untuk diajarkan baca tulis.
R.A Kartini ikut dengan suaminya ke
Rembang setelah menikah, beruntung Kartini memiliki suami yang mendukung
cita-citanya, Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita
di Sebelah Timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Kartini merupakan seorang wanita Jawa
yang memiliki pendangan melebihi zamannya. Dia adalah salah satu wanita yang
menjadi pelopor emansipasi wanita di tanah Jawa.
Kartini merupakan seorang wanita Jawa yang memiliki pandangan
melebihi zamannya. Meski dia sendiri terbelenggu oleh zaman yang mengikatnya
dengan adat istiadat. Pada 17 September 1904, Kartini menghembuskan napas
terakhir di usia 25 tahun, setelah melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Kartini
dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya, kemudian didirikan sekolah wanita oleh
Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, nama sekolah tersebut adalah “Sekolah
Kartini”. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan
surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para temannya di Eropa,
buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “HABIS GELAP
TERBITLAH TERANG”. Sesuai kapres n0.108 tahun 1964 pada 2 Mei 1964, Kartini
resmi digelari pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia. Kapres ini juga
menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. W.R Supratman membuat lagu
berjudul “IBU KITA KARTINI” untuk mengenang jasa-jasanya.
Kartini termasuk anak yang patuh kepada orang tua nya, ia
juga anak yang rajin dan membacalah menjadi kegemarannya, maka timbullah
keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Ketenaran tidak membuat Kartini
menjadi menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja,
tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.
Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil
tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad dan perbuatannya.
Ide-ide besarnya telah mampu menggerakan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari
kebodohan yang tidak disadari pada masalalu.
Dengan keberaniannya dan pengorbanan yang tulus, ia mampu
mengunggah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan
upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang
disebut persamaan hak tersebut.
Diadaptasi dari :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar