Disusun oleh : Dani Triyanto
Judul : Tuhan Maha Asyik
Penulis : Sujiwo Tejo & M.N. Kamba
Penerbit : Penerbit Imania
Tahun Terbit : Oktober 2018
Jumlah Halaman : 245 Halaman
Penulis : Sujiwo Tejo & M.N. Kamba
Penerbit : Penerbit Imania
Tahun Terbit : Oktober 2018
Jumlah Halaman : 245 Halaman
M
|
EMBACA
buku Tuhan Maha Asyik karya Sujiwo Tejo dan Buya M.N. kamba persis seperti
dongeng-dongeng yang ada di Bali. Kisah tentang Tuhan yang ada di setiap
tempat. Tuhan yang bisa berwajah apa saja. Dan apa pun yang terjadi atas
kehendak Tuhan pula. Manusia hanya melakukan akting, begitulah istilah yang
dipopulerkan Sujiwo Tejo.
Kisah seorang sanyasin atau yogi atau
disebut pendeta saja supaya lebih mudah dipahami di negeri ini. Orang suci itu
sedang menuju Himalaya. Di sebuah sawah di pinggiran desa yang tenang dan
sejuk, sanyasin ini menuju pematang sawah. Apa yang dilakukannya? Ia kebelet
buang air alias pipis. Ia tak melihat ada orang di sawah itu, jadi tenang saja:
jongkok dan Cur..Cur...Asyik.
Belum tuntas Cur-curnya tiba-tiba
sanyasin itu dipukul orang dari belakang. Yang memukul itu pemilik sawah, yang
tadi bersembunyi. Pemilik sawah rupanya kesal karena banyak hasil tanaman yang
hilang dicuri orang. Dia lalu menjebak siapa pencuri itu. Ketika dilihatnya ada
orang berjongkok, pemilik sawah mengira orang itulah pencurinya. Usai memukul,
petani itu pun memaki: “Inilah hadiah bagi pencuri. Sudah sebulan lebih saya
berjaga-jaga, ternyata kamu pencurinya.”
Dipukul sedemikian keras, sanyasin
itu berteriak kesakitan. Dia pun menoleh ke belakang, Siapa yang memukulnya.
Tiba-tiba petani itu kaget setelah melihat siapa yang dipukulnya. Petani itu
langsung memeluk orang suci itu sambil meminta maaf. “Saya kira anda
pencurinya, ternyata Anda orang suci, maafkan saya,” Ujar petani itu.
“Anda tidak salah, wahai petani yang
perkasa. Yang memukul saya itu bukan anda,” kata sanyasin.
“Saya tidak mengerti maksud Tuan,
bukankah saya yang baru saja memukul tuan?” Petani itu malah bingung.
“Bukan, bukan Anda yang memukul
saya. Bukankah Anda berpikir bahwa yang anda pukul tadi adalah seorang pencuri
dan Anda tidak berpikir bahwa yang Anda pukul itu adalah seorang sanyasin? Jadi,
Anda tidak memukul sanyasin.”
Petani itu makin bingung dan
menjawab: “Ya saya mengerti, tetapi bagaimanapun Andalah yang saya pukul.
Ampunilah saya dan beritahulah apa yang perlu saya lakukan sekarang untuk
menebus kesalahan itu.”
Sanyasin merenung sejenak dan
kemudian berkata, “Lakukan apa saja yang Anda anggap baik.”
Petani itu membawa sanyasin ke
klinik kesehatan, karena ada luka bekas pukulan. Sanyasin dirawat di sana, dan
para perawat meladeni dengan baik. Termasuk membawakan susu kepada sang sanyasin.
Suatu saat sanyasin itu berkata
kepada yang membawakan susu, “Anda ini orangnya aneh. Di tengah sawah, Anda
memukul saya dan memberikan rasa sakit pada saya, tetapi di sini Anda
memberikan saya minuman susu yang segar. Anda betul-betul aneh.”
Si pembawa susu kaget bukan main.
Dia bukanlah yang memukul sanyasin itu. Dia hanyalah perawat yang memang
tugasnya melayani orang sakit. Dia selalu berkata: “Bukan saya yang memukul
Anda, yang memukul Anda orang lain.”
“Tidak, selain anda, siapakah yang
bisa datang memukul saya di tengah sawah itu? Mengapa Anda memukul saya, hanya
Anda yang tahu rahasianya. Lalu, kenapa Anda membawakan saya susu, Anda sendiri
yang tahu rahasianya,” kata sanyasin.
Perawat itu semakin bingung. Ia tak
mengerti apa yang terjadi. Memang apa yang sebenarnya terjadi? Sanyasin itu
sudah sedemikian percanyanya bahwa semua ini pekerjaan Tuhan, semua campur
tangan Tuhan, manusia hanya melakukan akting. Sebagai orang suci, ia percaya
bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini atas kehendak Tuhan. Ketika petani
memukul, sanyasin melihatnya sebagai Tuhan yang datang memukul. Ketika perawat
membawakan susu, sanyasin melihat Tuhan sendiri yang melakukannya. Ke mana pun
dia pergi, wajah Tuhan selalu ia lihat di sembarang orang dan makluk. Tuhan bisa
menghukum dan sebaliknya Tuhan bisa begitu welas asih, tergantung karma atau
akting yang sedang dilakukan seseorang. Tuhan Yang Maha Asyik.
Dan di buku ini, Sujiwo Tejo dan
Buya M.N. Kamba menampilkan dialog-dialog cerdas (dan perlu direnungkan) lewat anak
kecil. Misalnya, bagaimana sang dalang bisa berbuat apa saja untuk wayangnya.
Kita tahu “dalang semesta” itu tentu saja Tuhan, yang tak terbayangkan, tak
berwujud, tak beragama karenna pasti Tuhan itu ada sebelum agama-agama ada. Ada
pun “Wayang” itu adalah kita, penulis buki ini, saya, dan Anda.
Buku yang asyik karena membicarakan
“wajah Tuhan” dengan cara memuliakan Tuhan Yang Maha Asyik. Perlu pengetahuan
bahasa jawa untuk memahami beberapa bagian dalam buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar