Oleh: Risma Noviana
Mudik adalah
kegiatan perantau/ pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Kata mudik berasal
dari sandi kata bahasa Jawa ngoko yaitu mulih
dilik yang berarti pulang sebentar. Mudik di Indonesia identik
dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan
misalnya menjelang Lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul
dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan
orang tua. Transportasi yang digunakan antara lain : pesawat terbang,
kereta api, kapal laut, bus, dan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda
motor, bahkan truk dapat digunakan untuk mudik.
Penyebab
terjadinya mudik di dasari dengan faktor utamanya adalah menjelang hari raya
besar keagamaan misalnya menjelang Lebaran. Atau libur
panjang sekolah akhir semester.
Terjadinya
kemacetan saat mudik adalah dampak mudik yang paling utama, karena selain
karena banyak masyarakat yang mudik menggunakan kendaraannya. Banyak juga
terdapat “Pasar Tumpah” yang menyebabkan kemacetan lalu lintas saat mudik,
karena menghalangi jalan pemudik dengan kegiatan jual-beli pasar tersebut.
Akibat
lain yang terjadi saat mudik adalah banyaknya angka kecelakaan lalulintas. Dari
tahun ke tahun, terus meningkat angka kecelakaan. Kecelakaan paling banyak
ialah pengendara sepeda motor. Faktor kecelakaan banyak disebabkan oleh faktor
manusia, kendaraan, jalan raya, dan cuaca. Walaupun angka kecelakaan tinggi,
para pemudik tidak takut dengan bahaya yang mengancam.
Mudik
Lebaran, di samping menimbulkan dampak negatif, juga banyak dampak positifnya. Pertama,
dampak ekonomi. Mudik para perantau telah menimbulkan dampak positif bagi
ekonomi di kampung halaman. Mereka pulang dengan membawa uang dan berbelanja
telah mendorong perputaran ekonomi yang tinggi di kampung, sehingga para
petani, nelayan dan pemerintah daerah mendapat manfaat ekonomi. Mereka menyewa
hotel dan penginapan, telah mendorong kemajuan kampung halaman karena membuka
dan memajukan bisnis penginapan dan hotel. Belum lagi, pemudik memberi sedekah,
zakat fitrah dan zakat harta (mal) kepada keluarga dan penduduk di kampung
halaman mereka.
Kedua, silaturahim (hubungan kasih sayang) antara pemudik dan penduduk kampung terbangun kembali, yang selama hampir satu tahun tidak pernah bertemu. Ini sangat positif untuk memelihara, merawat dan menjaga bangunan kebersamaan satu kampung.
Kedua, silaturahim (hubungan kasih sayang) antara pemudik dan penduduk kampung terbangun kembali, yang selama hampir satu tahun tidak pernah bertemu. Ini sangat positif untuk memelihara, merawat dan menjaga bangunan kebersamaan satu kampung.
Ketiga,
persatuan dan kesatuan terjaga dan terpelihara. Bangsa Indonesia yang amat
tinggi rasa keagamaan (religiusitas)-nya, telah memberi andil yang besar untuk
menjaga, merawat dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan seluruh bangsa
Indonesia melalui medium silaturahim Idul Fitri. Hal ini, tidak bisa dinilai
dengan pengorbanan harta dan tenaga yang dilakukan para pemudik.
Keempat, pengamalan agama. Peristiwa mudik Lebaran, juga mempunyai dampak positif dalam pengamalan ajaran Islam. Karena di tengah kemajuan yang membawa manusia kepada perilaku individualistik, yang enggan berhubungan dengan pihak lain dan merasa terganggu, melalui medium silaturahim Idul Fitri dalam rangka hubungan manusia (hablun minannaas) tetap diamalkan, dan bahkan telah menjadi budaya seluruh bangsa Indonesia.
Kelima, secara sosiologis, mudik Lebaran mendekatkan si perantau yang sudah sukses dengan mereka yang masih berdomisi di kampung halaman seperti orang tua, famili dan teman-teman. Peristiwa mudik, bisa memperbaharui kembali hubungan sosial dengan masyarakat sekampung, yang tentu berdampak positif dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Keempat, pengamalan agama. Peristiwa mudik Lebaran, juga mempunyai dampak positif dalam pengamalan ajaran Islam. Karena di tengah kemajuan yang membawa manusia kepada perilaku individualistik, yang enggan berhubungan dengan pihak lain dan merasa terganggu, melalui medium silaturahim Idul Fitri dalam rangka hubungan manusia (hablun minannaas) tetap diamalkan, dan bahkan telah menjadi budaya seluruh bangsa Indonesia.
Kelima, secara sosiologis, mudik Lebaran mendekatkan si perantau yang sudah sukses dengan mereka yang masih berdomisi di kampung halaman seperti orang tua, famili dan teman-teman. Peristiwa mudik, bisa memperbaharui kembali hubungan sosial dengan masyarakat sekampung, yang tentu berdampak positif dalam memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Mudik
Lebaran yang sudah menjadi budaya, diakui atau tidak, mempunyai dampak negatif.
Pertama, konsumerisme, pamer kemewahan, boros dan berbagai perilaku yang tidak
sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam dan tujuan puasa itu sendiri. Di mana
hasil puasa selama sebulan penuh, seharusnya semakin menghadirkan ketakwaan
yaitu kedekatan kepada Allah dan sesama manusia yang sebagian besar masih
mengalami kesulitan hidup. Mereka masih dihimpit kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan.
Kedua,
bisa mengundang cemburu dan iri hati para penduduk kampung. Pulangnya para
pemudik untuk berlebaran di kampung halaman, dengan memamerkan kemewahan
misalnya mobil yang bagus, baju dan sepatu yang baru, bisa menimbulkan
'cultural shock' (goncangan budaya). Di mana orang-orang kampung atau desa
meniru dan mengikuti cara hidup orang kota yang pulang kampung, misalnya
berutang dan atau menjual harta benda seperti tanah untuk membeli motor, mobil
dan sebagainya sebagai asesori kemewahan.
Bisa juga orang-orang kampung terutama anak-anak muda, laki-laki dan perempuan merantau, dalam rangka mengikuti jejak para pemudik. Untuk mendapatkan harta dan kemewahan, mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dan harta, supaya tahun berikutnya, mereka juga bisa mudik dan menampilkan kekayaan dan kemewahan seperti saudara-saudaranya yang mudik tahun lalu.
Ketiga, memacu urbanisasi dan migrasi. Mudik Lebaran, juga bisa berdampak negatif yang memacu peningkatan urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kampung atau desa ke berbagai kota di Indonesia. Selain itu, juga dapat mendorong meningkatnya migrasi, yaitu perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam sejarah mudik Lebaran, sudah terbukti bahwa usai mudik lebaran, semakin banyak orang kampung yang melakukan urbanisasi, meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan di kota.
Bisa juga orang-orang kampung terutama anak-anak muda, laki-laki dan perempuan merantau, dalam rangka mengikuti jejak para pemudik. Untuk mendapatkan harta dan kemewahan, mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dan harta, supaya tahun berikutnya, mereka juga bisa mudik dan menampilkan kekayaan dan kemewahan seperti saudara-saudaranya yang mudik tahun lalu.
Ketiga, memacu urbanisasi dan migrasi. Mudik Lebaran, juga bisa berdampak negatif yang memacu peningkatan urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari kampung atau desa ke berbagai kota di Indonesia. Selain itu, juga dapat mendorong meningkatnya migrasi, yaitu perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam sejarah mudik Lebaran, sudah terbukti bahwa usai mudik lebaran, semakin banyak orang kampung yang melakukan urbanisasi, meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan di kota.
Diadaptasi
dari :
dampak-positifnya
makna-mudik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar