Follow Us @literasi_smkn23jkt

Rabu, 17 Mei 2017

“Guru Bangsa Tjokroaminoto” : Kaya Rasa Kaya Makna


Disusun Oleh    : Lasmiati
 

Judul Film                 : Guru Bangsa Tjokroaminoto
Tahun Produksi         : 2015
Sutradara                  : Garin Nugroho
Pemain                      : Reza Rahadian sebagai Tjokroaminoto
                                    Putri Ayudya sebagai Istri Tjokroaminoto
                                    Christine Hakim sebagai Mbok Tambeng
                                    Chelsea Islan sebagai Stella
    Deva Mahenra sebagai Soekarno
    Ibnu Jamil sebagai Agus Salim
Orientasi       

“Guru Bangsa Tjokroaminoto“ merupakan film dokumenter yang bergenre drama, biografi. Film berdurasi sekitar 2,5 jam ini mengisahkan tentang hidup-juang salah satu tokoh pioneer pergerakan modern Indonesia, Haji Oemar Said Tjokroaminoto yang melawan penjajahan, juga menyamakan hak dan martabat masyarakat Indonesia yang terjajah. Tjokroaminoto lahir dari kaum bangsawan Jawa dengan latar belakang keislaman yang kuat. Tjokro berani meninggalkan status kebangsawanannya dan bekerja sebagai kuli pelabuhan untuk merasakan penderitaan sebagai rakyat jelata. Reza Rahadian sebagai pemeran sosok Tjokroaminoto mengaku harus melakukan riset terlebih dahulu untuk memainkan perannya. Garin Nugroho sebagai sutradara berhasil menggandeng rumah produksi Pic[k]Lock untuk proses produksi filmnya.

Tafsiran 1      :

            Kisah dimulai dengan Tjokro kecil yan melihat penderitaan pekerja-pekerja perkebunan kapas yang dianiaya oleh mandor-mandor Belanda. Pada era Hindia Belanda kemiskinan masih nampak dan banyak rakyat yang tidak mengenyam pendidikan. Kegelisahan Tjokro terhadap keadaan juga diperlihatkannya di sekolah, ia terkenal berani, berkomitmen dan berkemauan tinggi. Sementara itu narasi-narasi agama islam yang kuat tentang “hijrah” pada akhirnya berperan membentuk karakter dan kesadaran Tjokro terhadap posisi pribumi terhadap kolonial. Dan ketika beranjak dewasa, Tjokro pun mulai bertindak. 

Tafsiran 2     

            Tjokro terkenal suka berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain atau hijrah. Disaat itulah beliau akhinya dapat mengenal suatu pergerakan atau sebuah organisasi yang akhirnya mengantarkan beliau ke satu titik pemikiran bahwa bangsa ini harus memimpin dirinya sendiri. Disaat itu juga beliau membangun sebuah perkumpulan atau organisasi bernama Sarekat Islam. 

Tafsiran 3     

Film ini sungguh kaya makna, banyak pelajaran yang bisa kita ambil setelah menontonnya termasuk konsep hijrah dan iqra. Hijrah bukan hanya berpindah dari tempat yang buruk ke tempat yang baik namun lebih luas, konsep hijrah menurut Tjokroaminoto adalah emansipasi mental dan fisik dari yang terjajah menjadi yang merdeka. Iqra bukan hanya sekedar membaca tulisan belaka, namun membaca yang dimaksud disini adalah membaca situasi dan kondisi sekitar yang nantinya kita gunakan sebagi pertimbangan dalam bertindak. 

Tafsiran 4     

Judul “Guru Bangsa” dapat dijabarkan secara harfiah bahwa selain sebagai tokoh pergerakan nasional, Tjokroaminoto juga sebagai guru dari para tokoh bangsa. Rumah Tjokro di Gang Paneleh Surabaya seolah menjadi inkubator bagi calon-calon tokoh perjuangan bangsa ke depan. Mulai dari Agus Salim, Semaoen, Dharsono, Musso, hingga Kusno (Soekarno). Tjokro terkenal sebgai kaum intelek yang pandai bersiasat, ahli mesin dan hukum. Ia juga penulis surat kabar yang kritis, orator ulung yang mampu menyihir ribuan orang dari mimbar pidato.

Tafsiran 5     

            Jika dibandingkan dengan film “Sang Kiai” atau “Sang Pencerah”, film ini lebih menarik untuk ditonton. Karena menyajikan kebaikan nilai islami yang kental meskipun merupakan film pergerakan nasional. Dikemas dengan artistik dan visual yang serius membuat penonton hanyut dibawa ke era Hindia Belanda. Film ini ditujukan untuk semua umur mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Bertujuan meningkatkan rasa nasionalisme terhadap tanah air dan meningkatkan rasa cinta terhadap para pahlawan. 

Evaluasi       

            Setiap perjalanan hidup seseorang pasti selalu ada pelajaran yang bisa diambil, termasuk perjalanan hidup tokoh besar Tjokroaminoto yang tak lepas dari makna dan pembelajaran. Melalui film ini, Garin Nugroho menyampaikan jutaan makna mulai dari agama, nasionalisme, kekeluargaan, bermasyarakat, dan perjuangan. Inilah titik istimewa dari film ini yaitu kaya makna.
            Reza Rahadian yang memerankan tokoh Tjokroaminoto berhasil membuktikan bahwa ia adalah aktor hebat dan serba bisa. Meskipun aktingnya tak semaksimal dalam film “Habibie dan Ainun”, namun ia mampu membuat penonton seperti melihat sosok Tjokroaminoto dalam dirinya. Film ini menggandeng para pemain ternama yang aktingnya tak perlu diragukan seperti Christine Hakim dan Didi Petet.      
            Dari sisi teknikal dan artistik, “Guru Bangsa Tjokroaminoto” juga sangat memanjakan mata dan telinga. Kota-kota bersejarah seperti Ambarawa, Semarang dan Yogyakarta ditampilkan untuk menghidupkan kembali suasana kota lama, lengkap dengan trem dan mobil-mobil pada masa itu. Penggunaan tone dan kamera serta sinematografinya juga sangat indah. Dipadu dengan set artistik, kostum dan make up yang detail, kesemuanya cukup berhasil menggambarkan kondisi Jawa awal abad 20. Tidak cukup lewat visual, musik latar juga cukup megah namun wajar. Tapi yang lebih menarik yaitu adanya lagu-lagu masa itu yang ditampilkan melalui mimik dan adegan yang indah dan romantik. Seperti lagu “Terang Bulan” yang dinyanyikan Reza Rahadian dan Putri Ayudya.
            Tak ada gading yang tak retak. Begitupun dengan film ini. Banyak dianalisis oleh para pemerhati sejarah, ada beberapa tokoh sejarah penting yang absen yang sebenarnya masih berkaitan dengan sosok Tjokroaminoto. Sebut saja, Kartosoewirjo, misalnya. Selain itu, ada juga yang mengkritik alur film ini. Mereka menilai ada beberapa adegan penting dalam sejarah yang tidak disampaikan dalam film, padahal durasi ini tergolong lama yaitu 2,5 jam.
            Film ini memakan waktu 2,5 tahun. Riset sosok Tjokroaminoto dilakukan selama 1,5 tahun untuk mengumpulkan informasi dan karya autentik Tjokroaminoto. Khususnya yang tersimpan di luar negeri seperti Australia dan Leiden. Proses pengambilan gambar dilakukan selama dua bulan dan proses persiapan selama satu bulan.
            Film yang dikemas dengan artistik dan visual yang indah ini rupanya memakan dana sebesar Rp15 M. Detail properti yang ditampilkan seperti trem kuno, mobil kuno, dan bangunan kuno serta busana kuno pada era Hindia Belanda cukup membuat anggran film ini membesar. Namun, kualitas film ini seakan membuktikan biaya produksi dari film ini sendiri.
            Antusias para remaja untuk menonton “Guru Bangsa Tjokroaminoto” meningkat meskipun tidak sebesar menonton film remaja lainnya. Meskipun begitu, pada Festival Film Indonesia tahun 2015, “Guru Bangsa Tjokroaminoto” berhasil merebut tiga piala sekaligus yaitu kategori Penata Busana Terbaik, Penata Artistik Terbaik dan Sinematografi terbaik. 

Rangkuman 

            Kebangsawanan Tjokroaminoto tak membuatnya lupa untuk peduli terhadap sesama. Berkat sifat kritisnya, berdirilah Sarekat Islam sebagai organisasi pergerakan nasional yang menerapkan adanya persamaan hak dan martabat rakyat. Meskipun sempat mendapatkan ancaman penjara dari pemerintah Belanda, namun Tjokro tidak pernah takut. Bahkan diakhir hayatnya Tjokro masih berjuang untuk mempertahankan perjuangannya.
            Melalui sosok Tjokroaminoto terdapat pesan moral yang bisa kita ambil yaitu adanya kemauan untuk berubah atau hijrah, kerendahan hati dan kepedulian terhadap sesama, keteguhan dan keberanian untuk memberontak kekerasan, menjadikan pribadi yang mandiri yaitu pribadi yang berdiri diatas kaki sendiri, kemurahan hati untuk selalu membagikan ilmunya, menjadi pribadi yang selalu dekat dengan agama dan senantiasa melandaskan prinsip agama dalam setiap tindakan.
            Film yang mengandung unsur pendidikan dan penyadaran ini, sarat akan makna dan pesan sejarah. Layak ditonton oleh para aktivis, guru dan pelajar khususnya dan semua umur pada umumnya. Sangat direkomendasikan untuk ditonton, karena dari 2,5 jam Anda bisa mendapatkan banyak pelajaran yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dikemas dengan artistik dan visual yang digarap dengan serius membuat Anda tidak akan bosan saat menontonnya. Tak hanya sebatas nilai sejarah didalamnya namun adapula nilai kekeluargaan, nilai kemasyarakatan dan nilai keagamaan.

Sumber : 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar